Partai Demokrat melaporkan Pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya, ke Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi). Firman diduga melanggar kode etik advokat dalam persidangan kasus korupsi e-KTP untuk Setya Novanto. Laporan itu langsung diterima oleh Sekjen Peradi, Thomas Tampubolon. (MCPD/OmarTara)

Jakarta: Partai Demokrat melaporkan Pengacara Setya Novanto, Firman Wijaya, ke Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi). Firman diduga melanggar kode etik advokat dalam persidangan kasus korupsi e-KTP untuk Setya Novanto. Laporan itu langsung diterima oleh Sekjen Peradi, Thomas Tampubolon.

“Ingin menyampaikan surat aduan kepada DPN Peradi,” ujar Sekretaris  Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ardy Mbalembout, di Kantor DPN Peradi di Grand Slipi Tower, Jakarta, Senin (5/2).

Pelaporan itu terkait munculnya nama Presiden keenam Indonesia, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, dalam persidangan kasus e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/1). Firman adalah pengacara Setya Novanto yang duduk sebagai terdakwa.

Firman dinilai telah menggiring opini publik, dengan meminta keterangan ke Mantan Wakil Ketua Banggar, Mirwan Amir, saat bersaksi, hingga nama SBY disebut dalam persidangan.

“Bentuk pelanggaran menurut kami menyampaikan berita bohong di luar persidangan ya dan memberikan opini-opini yang sesat,” ujar Ardy.

Ardy juga telah melakukan konfirmasi kepada KPK, sehingga paham bahwa pernyataan Firman tidak benar.

“Kami sudah konfirmasi dengan KPK, KPK sendiri dalam hal ini, tidak pernah berpikir. Jangankan menyidik, berpikir pun belum. Kayak gitu berarti kan dia mendahului proses hukum,” kata Ardy.

Ardy menilai Firman telah melanggar Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003. “Aduan kami ini sesuai dengan Pasal 7 adalah ada empat. Itu yang pertama teguran lisan; kedua, teguran tertulis; yang ketiga pemberhentian sementara; yang paling parah yaitu yang keempat adalah pemberhentian selamanya, permanen ya,” papar dia.

Sekretaris Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat, Ardy Mbalembout menjawab para jurnalis di Kantor DPN Peradi di Grand Slipi Tower, Jakarta, Senin (5/2). (MCPD/OmarTara)

Ardy pun memberikan contoh beberapa advokat yang tersandung kasus kode etik, seperti Fredrich Yunadi dan Todung Mulya Lubis. Setelah melaporkan ke DPN Peradi, Ardy juga akan melaporkan Firman Wijaya kepada Mabes Polri.

“Setelah ini pun juga kami mempersiapkan untuk melaporkan yang bersangkutan di Mabes Polri, tentang melanggar Pasal 310, Pasal 311 KUHP juncto 27 ayat 1 Undang-Undang ITE juncto Pasal 5 ayat 3,” tutupnya.

Pada persidangan Setya Novanto, Mirwan Amir diketahui memang sempat menyinggung nama SBY. Saat bersaksi untuk Setya Novanto, Mirwan mengaku pernah berbicara dengan SBY terkait proyek e-KTP.

Firman yang duduk di kursi penasihat hukum, lalu bertanya ke Mirwan terkait perkataannya tersebut. Usai persidangan, Firman kembali memberikan keterangan kepada awak media terkait pengakuan Mirwan.

Firman mengaku bahwa dia hanya meneruskan pertanyaan yang sempat dilontarkan penuntut umum KPK sebelumnya. Penuntut umum sempat bertanya kaitan proyek e-KTP dengan Pemilu 2009 kepada Mirwan.

“Kan tadi JPU memulai dengan pertanyaan apakah proyek e-KTP ada kaitannya dengan pemenang pemilu 2009, karena itu saya sebagai PH (penasihat hukum) mempertegas Pak Mirwan Amir, yang dimaksud pemenang pemilu 2009 dalam konteks e-KTP ini apakah memang betul ada kaitannya dengan urusannya dengan e-KTP,” ujar Firman kepada wartawan

“Pak Mirwan bilang ‘kami sampaikan kepada pemenang pemilu 2009 bahwa urusan e-KTP ini ada masalah, jangan dilanjutkan, tapi instruksinya tetap diteruskan,” sambung Firman.

(kumparan.com/dik)