Wakil Sekjen Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin (twitter/didi_irawadi)

Jakarta: Luka yang timbul pasca Pilkada DKI dinilai belum berakhir serta meningkatnya eskalasi perpecahan dan permusuhan. Demikian dikatakan Wasekjen Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin melalui pesan singkat, Jumat (12/5/2017).

Didi melihat eskalasi perpecahan bertambah setelah majelis hakim PN Jakarta Utara memvonis hukuman dua tahun penjara kepada Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok terkait kasus penodaan agama.

“Dalam situasi yang panas dan tidak menentu antara dua kubu, baik kubu pro Ahok dan kubu yang berseberangan dimana perlahan tapi pasti bisa menuju perpecahan anak bangsa. Kepekaan seorang Presiden sebagai pemimpin tertinggi negeri ini, sebagai pengayom sangat diperlukan,” kata Didi melalui pesan singkat, Jumat (12/5/2017).

Didi mengakui presiden sudah mengambil langkah-langkah normatif dengan imbauan yang meminta semua pihak untuk mengormati hukum dan putusan pengadilan.

“Tetapi hemat kami itu saja tidak cukup,” kata Didi.

Didi pun meminta presiden tidak membiarkan anak bangsa yang sudah mengarah pada perpecahan.

Lihat saja sentimen muslim dan non muslim, pribumi dan non pribumi, serta Islam moderat dan Islam radikal terus mengemuka.

“Inilah situasi terburuk yang pernah saya alami sebagai anak bangsa sejak lahir di Jakarta, setelah kerusuhan etnis 12 Mei 1998. Kita tidak ingin mengulangi sejarah pahit dan kelam 1998, yang telah menimbulkan luka yang sangat dalam. Jangan buka lagi luka itu, bagaimanapun Indonesia milik kita semua, milik kita bersama,” kata Didi.

Mantan anggota DPR itu meminta Presiden Joko Widodo menghentikan klaim atas nama kebhinnekaan yang sudah over dosis. Kemudian, di sisi lain gerakan radikal atas nama agama yang juga sangat berlebihan.

Menurut Didi, hal tersebut terjadi karena adanya oknum-oknum pelaku yang radikal dan over kontrol mengatasnamakan kedua belah pihak.

Oleh karenanya, Didi khawatir penanganan yang tidak tepat dan bijak menimbulkan benturan yang mengarah perpecahan anak bangsa bisa jadi bom waktu.

“Presiden Jokowi harus mengedepankan cara-cara yang paling bijaksana dalam situasi yang genting begini. Saatnya Presiden sebagai pengayom dan pemersatu turun tangan, sebab hanya Presidenlah sebagai orang nomor satu negeri, yang punya kekuasaan yang tertinggi,” kata Didi.

Didi meminta Presiden Jokowi mengundang seluruh tokoh yang berseberangan dalam satu meja untuk didengarkan aspirasnya.

Kemudian, presiden dapat mengkaji secara menyeluruh persoalan tersebut untuk menemukan solusi.

“Saya yakin Presiden memiliki wisdom yang tinggi, apalagi beliau Presiden pilihan mayoritas rakyat. Sudah pasti dulu dipilih karena diyakini mampu atasi problem bangsa ke depan. Ujian besar sedang terjadi terhadap Presiden Jokowi. Kami berharap Presiden mengambil langkah yang tepat dan cepat agar negeri ini tidak terlanjur terpecah belah,” kata Didi.

(tribun/dik)