MA Hailuki, MSi (foto dokpri)

Oleh: M.A. Hailuki, MSi*)

Dijebloskannya musisi Ahmad Dhani ke penjara lantaran terseret kasus ujaran kebencian menuai pro dan kontra. Ada yang menuduh pemerintah tidak adil, ada pula yang mendukung penuh proses hukum.

Lazimnya sebuah perkara hukum yang menyita perhatian publik kerap kali berdampak kepada dimensi politik. Karena memang adanya, Dhani selain musisi juga merupakan aktivis politik. Ia seorang oposan.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membedah perkara yang melilit Dhani, tidak pula ditujukan untuk membelanya. Bagi saya Dhani tidak perlu dibela! Mengapa? Karena ia orang yang cerdas, bahkan bisa dikata genius.

Penjara tidak akan membuat Dhani terhina. Penjara justru akan membuatnya mulia. Karena musisi pada hakekatnya tak bisa dipenjara. Penjara akan menelurkan karya-karya baru, lagu-lagu merdu dengan notasi indah serta lirik syair syahdu. Khas Dhani yang puitik sastrawi. Penjara membuat ketenaran Dhani menembus batas-batas kedaulatan negara. Dan lebih dari itu, penjara menjadikan Dhani sebagai martir.

Maka Dhani tak perlu dibela, yang dia perlukan adalah keadilan. Yang juga Dhani butuhkan adalah penguatan. Sejak awal memilih sikap menjadi oposan, Dhani sudah menyadari segala resikonya. Penjara tidak akan menciutkan nyalinya. Jutaan Baladewa beserta ummat perindu perubahan di republik ini akan berikan penguatan agar Dhani mendapatkan keadilan.

Kini, Dhani telah sejajar dengan musisi dunia yang kritis terhadap pemerintahannya seperti Bono vokalis Band U2. Kita semua tahu, Bono merupakan oposan bagi rezim Donald Trump. Lama sebelum Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat, Bono sudah lantang berteriak mewanti rakyat agar tak memilih Trump. “Amerika seperti sebuah gagasan terbaik yang pernah datang di dunia ini, tetapi Donald Trump berpotensi menjadi hal buruk yang pernah terjadi di Amerika,” kecam Bono.

Hingga kini Bono tak berubah, ia tetap anti Trump. Bahkan Bono melarang Trump menghadiri konser musiknya.
Begitulah dunia musik dan politik, kebebasan ekspresi bermusik secara falsafati berarti juga kebebasan ekspresi berpolitik. Lagu yang disuarakan merupakan manivestasi hati dan pikiran, demikian pula dengan manivesto politik.

Posisi kaum musisi dalam sistem politik sebuah negara memiliki peranan penting. Dalam skema sistem politik David Easton, menurut saya musisi berperan mengakselerasi dukungan (support) dan tuntutan (demand) pada fase input serta umpan balik (feedback) setelah adanya output berupa tindakan dan kebijakan.

Sebagaimana dikemukakan Gabriel Almond bahwa salah satu fungsi input dalam sistem politik adalah sosialisasi, di sini kaum musisi berperan dalam penanaman nilai-nilai ideologis. Selain itu juga fungsi input lainnya adalah artikulasi. Di sinilah kaum musisi menjadi corong nurani rakyat.

Tak heranlah bila musisi kerap kali lebih didengar rakyat dibanding politisi. Suara musisi adalah suara hati, sedangkan suara politisi adalah suara oligarki. Sikap politik musisi dianggap lebih murni, adapun sikap politik politisi sarat dengan kepentingan.

Terlepas dari materi perkara dan proses hukum terhadap Dhani yang menurut sebagian pihak terkesan dipaksakan, intuisi saya mengatakan pemenjaraan Dhani akan merugikan popularitas pemerintah.

Jangan salahkan apabila muncul anggapan di era ini berlaku praktek diskriminasi keadilan, karena kasus-kasus serupa yang dilakukan oleh non-oposisi tidak mengalami kemajuan. Itulah persepsi ketidakadilan yang akan menjadi teror tidak hanya bagi pihak oposisi, tetapi juga para musisi. Iklim demokrasi terciderai.

Perkara ini sedikit banyak telah menyadarkan publik betapa kebebasan berpendapat di setiap rezim berbeda batasannya. Selama sepuluh tahun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa tak ada cerita macam yang menimpa Dhani ini. Semua musisi bebas bersuara, bebas berbicara.

Di masa SBY dulu, Dhani bahkan bisa bebas berseloroh mengomentari Twitter Presiden dengan bahasa ‘slenge-an’. Suatu ketika ia dimintai komentarnya tentang akun twitter SBY yang baru diluncurkan, dengan cueknya Dhani mengoceh, “Baguslah kalau dia (SBY) punya Twitter, daripada punya simpenan.”

Tak ada satu pun pecinta SBY yang membully atau bahkan melaporkan Dhani ke polisi. Karena bagi SBY yang juga seorang musisi, seniman itu memiliki jiwa merdeka. Kadang menggelitik, kadang satire, kadang sedu sedan. Begitulah karakter musisi terlebih yang beraliran musik keras (rock) sudah tentu dipenuhi dengan spirit pemberontakan. Presiden SBY amat memahami itu.

Apakah penguasa hari ini juga memahaminya? Entahlah… Semoga Dhani dikuatkan, semoga ia mendapatkan keadilan.

Dhani, hadapilah dengan senyuman 🙂

*)Kader muda Partai Demokrat & Tenaga Ahli DPR-RI