Jakarta: Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi pembicara pada webinar virtual “School of Parliament 2021” yang diselenggarakan Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMA Labschool Jakarta, Jumat (16/4) sore.

Membawa tema “Membangun Integritas Generasi Penerus Bangsa: Menghadapi Dinamika Kehidupan Berpolitik”, Ketum AHY menyoroti tiga tantangan demokrasi Indonesia yang perlu menjadi perhatian bersama.

Pertama adalah politik identitas dan polarisasi.

“Politik identitas selalu tidak baik bagi bangsa kita. Indonesia adalah negara yang majemuk. Keberagaman merupakan sebuah kekuatan, bukan sesuatu yang membuat kita tercerai berai,” ujar Ketum AHY kepada ratusan siswa-siswi SMA Labschool dari berbagai cabang.

Ia juga mengingatkan, kontestasi politik bisa memberikan dampak besar dalam memecah belah bangsa.

Tak hanya terjadi di Indonesia, Ketum AHY juga menyoroti isu rasisme terhadap warga kulit hitam dan warga keturunan Asia di berbagai negara sebagai bentuk konkret terjadinya politik identitas.

Kedua adalah terjadinya fenomena “Post Truth Politics”, yaitu kebohongan yang terus menerus diulang, kemudian bisa dianggap sebagai kebenaran yang baru.

“Politics is all about perceptions. Adik-adik yang nanti masuk ke dalam dunia politik akan memahami bahwa di ruang publik, di ruang digital makin disesaki oleh hoax, fake news, character assasination, hate speech, dan black campaign untuk membunuh karakter lawan politik demi kekuasaan,” terang Ketum AHY.

Dengan itu, AHY berharap generasi muda dapat memberikan kontribusinya untuk mencegah terjadinya hal ini dengan memberikan suaranya, dan saling mengedukasi satu sama lain.

“Kalau ini merajarela, apalagi terjadi sebuah gelombang tsunami disinformasi, maka lama kelamaaan politik di Indonesia akan diwarnai kebohongan yang keji dan merusak satu sama lain. Mari kita cegah ini. Mari kita bangun politik yang beretika dan bermoral,” pesannya.

Tantangan ketiga adalah menurunnya kebebasan sipil. Melansir data dari lembaga The Economist Intelligence Unit, Ketum AHY menyatakan bahwa skor indeks demokrasi di Indonesia telah menurun secara signifikan. Hal tersebut dijelaskan melalui sejumlah indikator yang mendasari demokrasi itu sehat atau tidak. Contohnya nilai dari proses pemilu dan pluralisme, fungsi dan kinerja pemerintah, partisipasi politik, budaya politik serta kebebasan sipil.

“Secara umum terjadi penurunan demokrasi di Indonesia. Itulah yang akhirnya Indonesia dianggap berada di angka terendah dalam 14 tahun terakhir dari aspek demokrasi,” ucap Ketum AHY.

Ia melanjutkan, bahwa secara ironis, tingkat demokrasi Indonesia berada di bawah negara-negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Timor Leste

“Indonesia seharusnya menjadi contoh bagi negara demokrasi lainnya, paling tidak Asia Tenggara,” terang AHY.

“Namun apa yang terjadi di Indonesia menunjukkan adanya penurunan demokrasi, praktik-praktik tertentu telah melukai perasaan masyarakat kita terutama dalam mengekspresikan dirinya. Banyak yang merasa takut, merasa dibungkam bersuara, dan lain sebagainya,” lanjutnya.

Dari ketiga tantangan yang dipaparkan, AHY berharap anak muda Indonesia mempersiapkan dirinya sejak dini. Hal ini dilakukan dengan membangun kapasitas intelektual dan kepemimpinannya melalui segala medium edukasi yang ada.

“Saya sejak SMP dan SMA selalu aktif berorganisasi. Saya tidak pernah lepas dari kegiatan yang membutuhkan teamwork dan leadership di lapangan,” cerita Ketum AHY.

Ia kembali mengingatkan bahwa anak mudalah yang nantinya menentukan masa depan Indonesia, dengan itu dibutuhkan sumber daya yang unggul dan kondisi politik yang kondusif untuk mempersiapkan generasi bangsa.

Membawa semangat ini, Ketum AHY menutup sesi webinar ini dengan memberikan pesan, apa saja yang perlu disiapkan dan diwujudkan oleh anak muda yang ingin terjun dalam dunia politik.

Pertama adalah menyeimbangkan antara pragmatisme dan idealisme perjuangan. Kedua, ia mengimbau, anak muda harus berani bersuara dan tetap bertanggung jawab untuk demokrasi yang sehat. Ketiga, melakukan aksi nyata dan cepat tanggap dalam merespons tantangan. Keempat, bersikap transparan dan siap melawan hoax, fake news dan hate speech. Kelima, memperkuat sinergi dan kolaborasi sejak dini.

“Kalau tidak sekarang, kapan? Kalau bukan Anda, siapa? Berpikirlah secara luas (Think Big), lakukan aksi nyata dan kecil (Do Small), dan lakukan sekarang (Do Now),” pesan Ketum AHY menutup webinar ini.

Turut menghadiri kegiatan virtual ini diantaranya, Kepala Badan Pengurus Sekolah Yayasan Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Sofyan, Kepala SMA Labschool Jakarta Suparno, para jajaran guru-guru SMA Labschool Jakarta, dan jajaran Pengurus MPK Labschool Jakarta.

(adw/csa)