Oleh: Silvariyadi Rahman S.Sos, MM*)
Dalam beberapa waktu belakangan ini, Partai Demokrat banyak diperbincangkan di jagad politik tanah air.
Pertama, tentang arah dukungan partai ini pada Pilpres 2019 mendatang: Apakah akan mendukung Presiden Jokowo Widodo (Jokowi) atau Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto.
Kedua, apakah tidak mungkin Ketua Umum Partai Demokrat Dr. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) justru membentuk poros ketiga, dengan menetapkan calonnya sendiri. Misalnya dengan menetapkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai calon presiden pada Pemilu 2019 mendatang.
Semua itu menggambarkan betapa percaturan politik itu begitu dinamis. Karenanya sulit ditebak. Kalau meminjam terma ideologis atau relijius, hanya Allah dan praktisi politik partai tertentu yang tahu, kemana partai politik dimaksud akan merapat dalam kontestasi pemilihan presiden 2019 mendatang.
Wacana seputar itu belakangan kian menghangat. Partai Demokrat sebagai salah satu partai yang diperhitungkan, tentu saja, karenanya paling banyak disorot. Paling banyak disebut. Diperbincangkan. Bahkan, bisa jadi, juga dimasukkan ke dalam objek ramalan.
Bukan hanya diramal kemana dia akan merapat. Tapi juga kemungkinan tidak akan merapat ke mana-mana. Karena bukan mustahil, akan maju dengan konsep sendiri. Kekuatan sendiri. Dengan mengajukan calon dari dalam partai itu sendiri. Seperti telah disinggung di muka, membentuk Poros Ketiga. Di luar Presiden Jokowi sebagai petahana dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai satu-satunya penantang Jokowi sejauh ini.
Sekarang, kalau dipertanyakan, mengapa Partai Demokrat? Mengapa bukan partai lain? Tentu saja, ada sejumlah faktor yang membuat Partai Demokrat jadi begitu diperhitungkan. Untuk itu, ada baiknya kita menengok sejarah perjalanan anak bangsa beberapa tahun ke belakang.
Tidak terbantahkan, karena Partai Demokrat punya kompetensi yang kuat. Meski bukan partai yang meraih perolehan suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif 2004, namun Partai Demokrat berhasil menempatkan SBY sebagai Presiden Republik Indonesia keenam. Sebagai salah satu partai yang tergolong baru, yang lahir dari kancah pergolakan reformasi, partai ini hanya mengumpulkan perolehan suara sebesar 7,45%. Sangat jauh di bawah Partai Golkar yang meraih 21,58% suara, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) 18,53%, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 10,51% dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 9,15%.
Meski demikian, Partai Demokrat telah menempatkan dirinya sebagai salah satu partai yang mengalami pertumbuhan ekstra cepat. Sebagian pengamat waktu itu melihat bahwa faktor SBY begitu kuat, sebagai figur yang berada di belakang partai ini. Tapi apa pun itu, yang pasti, dalam Pemilu Legislatif 2009, Partai Demokrat berhasil melejitkan perolehan suaranya sebagai partai pemenang pemilu. Mengungguli dua partai besar warisan Orde Baru: Partai Golkar dan PDI Perjuangan. Sangat tidak diperhitungkan jauh sebelumnya. Sebab saat itu, Partai Demokrat berhasil jadi pemenang dengan mengumpulkan pundi-pundi perolehan suara sebesar 20,34%. Mengalami lompatan perolehan suara yang luar biasa. Yaitu sebesar 12,89%. Hampir tiga kali lipat dari perolehan suaranya pada Pemilu 2004.
***
Pertumbuhan akar partai yang begitu pesat menjadikan Partai Demokrat tidak boleh lagi dipandang sebelah mata. Dengan pengalaman sebagai partai pemenang Pemilu Legislatif 2009 dan sebagai sebagai partai pemerintah selama dua periode, Partai Demokrat tentu sangat diperhitungkan. Apalagi SBY sebagai figur sentral di belakangnya mampu menjalankan roda pemerintahan dengan sukses, aman dan damai selama dua periode. Selama dua periode itu, boleh dikatakan tidak ada gejolak yang berarti. Meskipun tidak luput dari kritik, namun pemerintahan SBY sukses membangunan kehidupan bangsa yang harmonis. Tidak ada pertentangan antar kubu partai yang begitu kentara seperti sekarang. Tidak ada kesan bahwa masyarakat terbelah – misalnya antara kubu Islam dan non-Islam – seperti sekarang.
The last but not least, Partai Demokrat juga dipandang sebagai partai yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. SDM yang sangat diperhitungkan untuk menjadi calon pemimpin bangsa di masa depan yang tidak terlalu jauh. Salah satunya adalah figur Komandan Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. Tokoh yang disebut-sebut memiliki potensi dan kompetensi paling kuat di antara figur-figur anak biologis para pemimpin bangsa terdahulu.
Potensi dan kompetensi yang dimilikinya tidak hanya bisa digali dari sisi sebagai anak biologis SBY yang Presiden RI keenam. Sebab semua mata tidak mungkin dipicingkan dari kenyataan bahwa AHY memiliki keunggulan sebagai calon pemimpin masa depan. Sebelum tampil sebagai salah satu Calon Gubernur DKI Jakarta dalam Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 – dengan dukungan empat partai besar, yaitu Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN – AHY dikenal memiliki karir yang cemerlang dalam dunia militer.
Tapi kecemerlangan otaknya tidak hanya bisa dilihat dari itu. Setelah lulus dari SMP Negeri 5 Bandung, dia kemudian melanjutkan pendidikannya di SMA Taruna Nusantara Magelang. Sekolah yang memang dimaksudkan untuk menampung para calon perwira militer terbaik bangsa. Dan tahun 1997, dia tampil sebagai lulusan terbaik, sehingga memperoleh medali Garuda Trisakti Tarunatama Emas atas prestasinya.
Selepas SMA, AHY kemudian kemudian mulai mengikuti jejak ayahnya yang berkarir di bidang militer. Ia masuk Akademi Militer Magelang dan kemudian tahun 2000 lulus sebagai lulusan terbaik, dengan memperoleh penghargaan pedang Tri Sakti Wiratama. Begitu juga medali Adhi Makayasa.
Dan dengan kecerdasannya, AHY melanjutkan pendidikan masternya di Rajaratnam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura. Tahun 2005, dia lulus sebagai Master of Science in Strategic Studies, dengan predikat memuaskan. Tahun 2008, dia melanjutkan pendidikan masternya di Harvard University, Amerika Serikat, dan mengambil jurusan Public Administration. Dia berhasil lulus dengan predikat sangat memuaskan tahun 2010.
Dengan begitu banyak gelar akademik yang dimilikinya, sebagai perwira militer AHY adalah salah satu komandan militer muda yang sempat mengenyam pendidikan di Sekolah Lanjuta Perwira yang sangat bergensi di Fort Benning, Amerika Serikat. Kawah candra dimuka dari para pemimpin militer paling diperhitungkan di seluruh dunia. Dengan demikian, dia adalah tokoh muda yang benar-benar komplit ketika terjun ke dunia politik tanah air.
Karena itu, pergerakan politik yang dilakukannya – sebagai Komandan Kogasma Pemenangan Partai Demokrat – kini selalu saja menarik perhatian para pengamat politik tanah air. Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari, misalnya, melihat figur AHY sebagai tokoh muda yang patut diperhitungkan. Karena itu, dia bahkan menilai safari politik AHY ke istana presiden beberapa waktu lalu sebagai sinyal merapatnya Partai Demokrat ke kubu Jokowi. Padahal sampai detik ini, baik SBY, AHY maupun Partai Demokrat sebagai institusi partai belum pernah sekalipun menyatakan akan mendukung Jokowi, Prabowo atau membentuk Poros Ketiga dalam pilpres 2019 mendatang.
*)Penulis adalah pengusaha muda dari Bandung dan kader Partai Demokrat