Oleh Burhanuddin Khusairi*)
Pertemuan pertama kedua pemuda yang menyandang prediket sebagai Putra Presiden itu berlangsung di Wisma Negara pada Maret tahun lalu saat AHY menyampaikan undangan kepada Presiden Jokowi untuk menghadiri launching “The Yudhoyono Institute” di Djakarta Theater.
Tentu pertemuan kedua ini menjadi pembahasan hangat. Apalagi dilakukan saat nama AHY santer disebut sebut sebagai “The Next Leader” dan dilakukan pula di tahun politik. AHY dan Gibran duduk semeja dan menikmati martabak serta minumam bersama dibawah sorotan lampu dan kamera para pewarta.
AHY dan Gibran adalah dua orang yang dilahirkan dengan takdir yang sama. Sama sama menjadi anak Presiden. Bedanya jika AHY sudah menjalani hidup sebagai anak Presiden selama sepuluh tahun, Gibran justru tengah menunggu takdir berikutnya menjadi anak Presiden dengan masa yang sama dengan AHY jika ayahnya terpilih (lagi) tahun depan.
Dalam pertemuan yang berlangsung akrab dan cair itu, keduanya tidak berbicara soal politik. Entah mungkin bagi Gibran, politik memang tidak pada tempatnya dibahas di meja makan. Gibran dan AHY sepertinya juga tahu dan paham betul bahwa mereka akan didesak oleh pertanyaan terkait peluang AHY sebagai Cawapres Sang Ayah di Pilpres 2019 mendatang. Jadi jangan heran jika Gibran menjawab santai. “Soal itu silahkan tanyakan langsung ke Bapak”
Jawaban Gibran memang bukan asal jawab dan menghindar. Namun, itulah nilai politisnya. Membahas politik tingkat tinggi di meja makan bukanlah pada tempatnya. Politik semestinya dibahas di tempat tertutup dengan pembicaraan serius dan tidak bisa disambilkan. AHY dan Gibran mengajarkan bahwa membahas politik tingkat tinggi haruslah ada aturannya, ada alur dan etikanya. Bukan di meja makan dan apalagi di dalam area pusat perbelanjaan.
AHY memang santer disebut sebagai kandidat Wakil Presiden terkuat versi beberapa lembaga survey. Beberapa kali jajak pendapat dilakukan, nama putra pertama Presiden SBY itu memang menempati posisi teratas. Ia jauh melampaui capaian Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bahkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar.
Namun, AHY juga menegaskan pertemuannya dengan Gibran adalah kunjungan guna memenuhi undangan putra pertama Presiden Joko Widodo itu saat berkunjung ke Istana tahun lalu.
Masyarakat dan Pengamat boleh boleh saja berspekulasi macam macam, bahwa ada “apa apanya” dibalik pertemuan itu. Namun secara kasat mata telah tergambar jelas bahwa pertemuan itu hanyalah makan malam biasa.
Saya mencatat hal yang menjadi point dari pertemuan Gibran dan AHY tadi malam. Pertama, AHY dan Gibran telah membuka jalur komunikasi bagi anak anak muda apalagi anak para tokoh bangsa untuk saling menjalin silaturahmi meski berbeda pandangan sikap politik. Patut juga diketahui bahwa pertemuan AHY dan Gibran bukanlah pertemuan pertama yang dilakukan AHY dengan anak anak Presiden sebelumnya. Tahun lalu, AHY juga menggelar pertemuan dengan Ilham Akbar Habibie (Putra Pertama Presiden BJ Habibie), Guruh Sukarnoputra (Putta Bungsu Presiden Soekarno) Yenni Wahid (Putri Petama Presiden Abdurrahman Wahid). Bahkan jika waktu itu tidak dikarenakan kesibukan, AHY juga sudah akan bertemu dengan Siti Hardianti Rukmana atau Mbak Tutut Soeharto (Putri Pertama Presiden Soeharto).
Dibalik itu semua, AHY dan Gibran telah membuka mata bahwa biarlah politik penuh hinggar binggar berjalan dan para politisi terus saling bersiasat, namun pada saat yang muda tetap bekerja sebagaimana biasa.
(politiktoday)