Oleh: Ridwan Sugianto*)
72 tahun sudah Indonesia merdeka. Sebuah perjalanan bangsa yang cukup panjang. Sudahkah perjalanan tersebut sesuai dengan keinginan kolektif bangsa kita?
Indonesia saat ini masuk 8 besar ekonomi dunia, secara nominal.
Namun ketika dibagi secara rata-rata, kekayaan tersebut tidak tersebar merata. 10% penduduk terkaya menguasai lebih dari 90% kekayaan kita. Masih banyak penduduk kita yang miskin, menyekolahkan anak ke jenjang yang tinggi susah, sementara persaingan semakin ketat seiring makin mudahnya mobilitas penduduk.
Selama ini ekonomi kita ditopang oleh Budi Baik Tuhan yang memberikan kekayaan alam melimpah: minyak bumi, sawit, karet, batubara dan kekayaan lainnya. Sementara kekayaan alam semakin menipis, hutan-hutan ditebang, desa-desa berubah jadi kota, urbanisasi meningkat.
Pertanian tak lagi menjadi sektor menjanjikan, sehingga banyak petani yang menjual lahannya, merantau ke kota menjadi buruh kasar, kalau gagal jadi pengemis, gelandangan atau jadi perampok jalanan.
Sementara China sudah membangun solar panel tersbesar di dunia, Jerman sudah hamper memenuhi semua kebutuhan listriknya dari energi terbarukan, kendaraan listrik di Amerika dan negara Eropa semakin mengemuka, kita masih sibuk berkutat dengan minyak bumi dan sumber energi lain yang suatu saat akan habis.
Situasi keamanan dunia tidak menentu. Jika dulu pertempuran itu jelas antara negara A dengan negara B. Kini menjadi tidak jelas. Fenomena ISIS yang melakukan berbagai serangan di berbagai negara malampaui batas-batas teritori. Tidak jelas menyerang kapan dan di mana. Jika tidak cermat, Indonesia bisa menjadi medan pertempuran ISIS yang tentunya akan merugikan masyarakat.
Situasi politik tanah air
Situasi politik tanah air sibuk dengan hiruk-pikuk yang tidak perlu. Isu Islam versus Kebhinekaan seharusnya sudah selesai, kini mengemuka kembali. Padahal kita sudah selesai dengan urusan tersebut. Obama mengapresiasi toleransi di Indonesia, itu bukti bahwa kita taka da masalah dengan hal tersebut. Politisi kita kehilangan narasi besar. Yang ada hanyalah gontok-gontokkan antar kepentingan.
Langkah-langkah politik saat ini seringnya bersifat pencitraan semu yang tidak berakar ke karakter. Berpura-pura sederhana padahal gaya hidupnya mewah. Menyamar jadi tukang becak yang malah menguncang cibiran.
Salah satu sisi positif bangsa kita saat ini adalah banyaknya anak-anak muda yang masuk ke dunia politik. Meski demikian, tak semuanya berprestasi. Contohnya ada kepala daerah muda yang malah tertangkap menggunakan narkoba. Banyak anak muda yang bagus, tapi tak cukup populer untuk mendapat dukungan publik.
Tantangan Pemimpin Masa Depan
Kita butuh pemimpin cerdas yang mampu memahami kompleksitas permasalahan, trend global dan juga konteks lokal. Cerdas dan berwawasan global menjadi kata kunci.
Tahun 2025 kemampuan minyak bumi kita memenuhi kebutuhannya hanya sekitar 25%, tiga perempat kebutuhan harus kita impor. Bergantung pada minyak adalah tindakan yang gagal move on dan tidak memahami jaman. Kita butuh pemimpin yang punya visi untuk mengembangkan energi terbarukan.
Kita butuh pemimpin yang bisa memahami kompleksitas dan dinamika keamanan, karena itu modal penting untuk stabilitas negara dan kemajuan ekonomi. DInamika di Laut China Selatan, fenomena ISIS dan terorisme, separatisme, serangan syber, pencurian ikan dan pembajakan awak-awak kapal secara langsung akan berdampak pada situasi dalam negeri.
Internet of Things, Artificial Intelligent, ecommerce, sosial media ke depan tak akan terpisahkan dari kehidupan kita. Butuh pemimpin yang memahami itu semua dan mengambil manfaat darinya untuk kemajuan bangsa.
AHY bisa membawa Indonesia maju ke depan
Dari banyak politisi muda yang masuk ke kancah politik, mata kita tak bisa dilepaskan dari sosok Agus Harimurti Yudhoyono, politisi muda pensiunan militer yang juga anak dari presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
Ia beruntung dilahirkan dari sosok SBY dan juga cucu dari Sarwo Edhie. Tapi itu tidak menbuatnya berleha-leha, berpesta pora atau gunakan pwer keluarganya untuk kepentingan pribadi.
AHY menempa dirinya dengan caranya sendiri. Ia berhasil menjadi lulusan terbaik di SMA elit Taruna Nusantara dan Akmil padahal ayahnya belum menjadi presiden saat itu. Di mata teman-temannya ia dikenal sebagai sosok yang cerdas, pekerja keras.
Di kancah dunia juga ikut mengharumkan nama bangsa, terobosan mobil pintar di Libanon, memperoleh hasil terbaik dalam jenjang Pendidikan dan pelatihan di luar negeri, bersaing dengan kompetior dari berbagai negara.
AHY juga menempa Pendidikan di berbagai kampus top dunia: NTU, Harvard, Webster. Ini membuka jalur network internasional. Beberapa kawannya kini sudah ada yang jadi Menteri dan duta besar di negara Eropa. Wawasan dan network global ini sangat penting sebagai syarat pemimpin Indonesia ke depan.
Dalam banyak kesempatan AHY selalu menyampaikan gagasan Indonesia Emas 2045. Gagasan tentang target kolektif bangsa kita untuk mewujudkan Indonesia maju pada tahun 2045, 100 tahun setelah Indonesia merdeka.
Dalam Indonesia Emas 2045 AHY memaparkan gagasannya dalam berbagai bidang: ekonomi, keamanan, politik, sosial, budaya, ideologi, pertahanan, teknologi. Ini akan menjadi roadmap bangsa kita ke depan. Untuk mewujudkan bangsa kita yang maju, tak kalah dari bangsa-bangsa lain yang lebih dulu maju.
Tegas, santun, berwibawa, gagah juga merupakan keunggulan AHY sebagai pemimpin bangsa.
Dengan semua keunggulan itu, AHY adalah sosok paling cocok untuk memimpin bangsa ini ke depan, membawa Indonesia unggul dan maju.
*)Pegiat Gerakan Indonesia Emas 2045