Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY. (Kanavino Ahmad Rizqo/detikcom)

Jakarta: Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI) Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menilai peristiwa 30 September 1965 merupakan penggalan sejarah gelap bangsa Indonesia. Namun AHY mengatakan sejarah itu jangan sampai dianggap tidak ada.

“Sejarah adalah sejarah. Sejarah bangsa kita ada yang baik, ada yang gelap. Saya menganggap penggalan sejarah di tahun 1965 itu adalah penggalan gelap dari sejarah bangsa Indonesia, tetapi tidak boleh kemudian kita anggap tidak ada,” kata AHY di Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2017).

Bagi AHY, sejarah ‘G30S’ harus tetap diingat sebagai pelajaran bagi generasi yang akan datang. Peristiwa itu pun memberi pelajaran bagi bangsa Indonesia bahwa Pancasila merupakan ideologi yang paling tepat dan pemersatu.

“Justru itu sebagai pengingat jangan sampai terjadi di kemudian hari menimpa kita, generasi cucu kita, dan seterusnya. Karena terlalu mahal biayanya,” ucapnya.

“Mengapa kita ingin terus kita yakinkan bahwa ideologi Pancasila merupakan ideologi yang paling tepat bagi negara kita yang majemuk dan unik, karena kita yakini itulah yang akan mempersatukan bangsa kita,” lanjut AHY.

Sebagai orang yang pernah berdinas di militer, AHY melihat sejarah G30S masih sangat relevan bagi bangsa Indonesia. Ideologi komunisme pun, menurutnya, hingga saat ini tidak bisa diterima masyarakat Indonesia.

“Sampai hari ini bangsa kita tidak bisa menerima kehadiran komunis, tetapi dilihat melalui pencerahan-pencerahan berdasarkan fakta yang benar dan berdasarkan sejarah yang tidak dipelesetkan atau tidak dimodifikasi,” tutur AHY.

Soal polemik menonton film G30S/PKI, AHY mengatakan yang paling penting adalah pola pikir bangsa Indonesia dalam melihat sejarah. Menurutnya, bangsa Indonesia harus segera beranjak untuk melihat masa depan tanpa menafikan kejadian masa lalu.

“Kita harus hindarkan diri dari upaya terus melihat ke belakang, padahal sudah kita lalui beberapa dekade. Inilah menurut saya permasalahannya, bukan pantas atau boleh atau harus atau tidak diputarkan kembali film tersebut,” sebut dia.

“Tetapi bagaimana mindset kita sebagai bangsa menyikapi sejarahnya sendiri. Masa lalu adalah masa lalu. Jangan dihilangkan dari sejarah,” tambah AHY.

(detik/dik)