Oleh: Haidar Majid*)
“Aku Memilih Setia”, mungkin terdengar ‘melow’, tapi bisa juga terdengar ‘lugas’. Melow karena mirip sebuah judul lagu. Lugas karena apa adanya, semacam suara hati yang tak bisa diganggu gugat.
Dalam hal tertentu, “aku memilih setia” bernada “pernyataan sikap”, bertahan pada komitmen atau ikrar yang pernah diucapkan. Tak goyah diterpa godaan, tak surut oleh rintangan.
Di tengah pilihan yang beraneka ‘warna’, “aku memilih setia” sebagai sebuah sikap menjadi sangat penting, karena warna yang beraneka ragam bisa mengaburkan cara pandang dan “aku memilih setia” membuat pilihan menjadi fokus hanya pada “satu” ‘warna’.
“Aku memilih setia” juga menjadi semacam “benteng kokoh”, menghalau semua serangan-serangan yang datang setiap saat. Serangan itu bisa dalam bentuk ‘iming-iming’, bisa juga dalam bentuk ‘ancaman’. “Aku memilih setia” membuat ‘iming-iming’ dan ‘ancaman’ menjadi “tak bermakna”.
“Aku memilih setia” adalah teman dalam melangkah, menuntun ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Tak ada kata “berpaling”. Tak ada kata “keluar”, “meninggalkan” atau “lari” dari jalur, karena “aku memilih setia” akan terus mengingatkan bahwa “konsistensi” adalah bagian terpenting dari sebuah sikap yang tak bisa di tawar-tawar.
Makassar, 14 Sept. 2018
#marikiterusbersama #akumemilihsetia
*) Ketua Fraksi Demokrat DPRD Sulsel