Anggota Komisi IV DPR-RI, dari FPD, Bambang Purwanto (ist)

Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi tahun depan gelombang El Nino akan datang lagi, mulai April hingga Oktober 2020. Kondisi ini, dikhawatirkan, mengakibatkan meningkatnya titik panas (hotspot) sehingga memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) semakin parah di berbagai wilayah.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IV DPR RI, dari Fraksi Partai Demokrat, Bambang Purwanto meminta pemerintah untuk mengantisipasi fenomena El Nino serta waspada terhadap dampak yang akan diakibatkan, dengan menyiapkan strategi jitu.

“Kita patut waspada dari sekarang, sebagaimana sebelumnya, dalam penyelesaian, dampak yang ditimbulkan sangat rumit sehingga sekarang kita harus mengkaji secara cermat karakteristik masing-masing wilayah,” Kata Bambang Purwanto kepada pers di ruang kerjanya, Gedung DPR-RI, Senayan, Jakarta, Sabtu (16/11/2019).

Wakil Rakyat dapil Kalteng ini mengatakan, mengklasifikan antara lahan mineral dengan lahan gambut sangat perlu dilakukan karena punya kedalaman yang berbeda-beda. Disarankannya, Pemerintah agar lebih fokus pada penanganan lahan gambut, mengingat ketika terbakar produksi asapnya lebih besar dan sulit dipadamkan.

Bambang mengakui, sejauh ini peran pemerintah dalam menangani Karhutla sebenarnya sudah luar biasa. Termasuk melalui patroli dari berbagai pihak yang berkompeten, juga pelibatan TNI; Polri; Pemda; serta masyarakat secara swadaya. Pemerintah bahkan membentuk BRG (Badan Restorasi Gambut) yang secara khusus menangani persoalan gambut. Kesemua bentuk penanganan karhutla itu harus diapresiasi.

“Artinya langkah-langkah yang telah dilakukan menandakan pemerintah telah memberikan perhatian khusus dalam menangani karhutla yang saat ini cukup meresahkan dan telah menjadi isu global,” ujar Bambang Purwanto.

Namun, Bambang melanjutkan, sebagai anggota DPR-RI, ia merasa memiliki kewajiban memberikan kritik dan saran terhadap pemerintah dalam mewujudkan kemaslahatan bersama.

“Artinya pemerintah jangan pernah merasa cukup dengan apa yang telah dilakukan dalam menghadapi tahun depan. Perlu langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi dampak yang lebih parah lagi,” Bambang menegaskan.

Oleh sebab itu, ujar politisi Demokrat tersebut, penyelesaian permasalahan karhutla harus dilakukan dengan menyiapkan solusi jangka pendek dan jangka panjang.

“Terkait dengan penyelesaian jangka pendek, yang perlu dicermati, kita harus membagi lahan mineral dan lahan gambut. Lahan mineral penyelesaiannya lebih mudah. Dengan menggunakan water bombing (pengeboman air) saya kira akan lebih efektif,” Bambang menyarankan.

Sedangkan penyelesaian jangka panjang bisa dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya kebakaran. Pemerintah harus hadir memberikan pembinaan serta pendampingan ke masyarakat dengan sistem terpadu yang melibatkan lintas Kementerian dan Lembaga dengan leading sektor Pemda.

Saat ini, kegiatan berupa pembuatan kanal tidak efektif karena akan mempercepat proses pengeringan lahan gambut. Kemudian dilakukannya pembuatan sekat kanal juga tidak efektif. Pada gambut yang dalam, penggunaan water bombing juga tidak terlalu efektif.

“Pengalaman saya, di saat mengendalikan pemadaman lahan gambut di lapangan, penggunaan water bombing faktanya justru mempercepat proses kebakaran lahan gambut,” Bambang mengisahkan pengalamannya.

Kemudian, kata Bambang Purwanto, pembuatan sumur juga kurang efektif. Walaupun kita sebar di seluruh wilayah gambut untuk melakukan pembasahan, kita masih membutuhkan tenaga orang yang harus masuk lagi setiap saat ke titik sumur untuk membawa bahan bakar. Hal ini tentu akan menyulitkan. Apalagi, meski kesemuanya itu membutuhkan biaya yang sangat besar, tetapi faktanya kurang efektif.

“Agar lebih efektif perlu pipanisasi dengan sistem tandon air karena di sekitaran gambut pasti ada sungai-sungai besar. Di sungai-sungai itu bisa ditempatkan diesel (pompa air besar) untuk disalurkan di lahan gambut. Cara ini lebih mudah, serta efektif,” Bambang menjelaskan.

Pada akhirnya, Bambang Purwanto menyarankan agar penanganan untuk pemadaman dan restorasi lahan gambut ditugaskan pada BRG.

“Agar penanganannya menjadi lebih fokus sebaiknya diserahkan pada BRG. Hal ini mengingat fungsi dan tanggung jawab BRG yang memang dibentuk khusus untuk menangani masalah ini,” Bambang Purwanto mengakhiri pernyataannya.

(rilis/dik)