Jakarta: Belum lama setelah adanya dugaan bocornya data aplikasi Electronic Health Alert Card (E-HAC), secara mengagetkan hal serupa kembali terjadi di Indonesia. Bahkan kali ini yang menjadi korban adalah Presiden Joko Widodo, sertifikat vaksin covid-19 kedua milik presiden beredar luas di twitter.

Meskipun kasus kebocoran data sudah terjadi untuk kesekian kalinya, namun payung hukum perlindungan data pribadi tak kunjung disahkan.

Merespons hal ini, Ketua Umum Bintang Muda Indonesia (BMI), Farkhan Evendi, mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam membuat payung hukum keamanan data pribadi.

“Soal kemanan data harusnya sudah menjadi perhatian khusus pemerintah, situasinya sudah mendesak. Lalu sebenarnya apa masalah pemerintah enggan bergerak cepat?” tanya Farkhan. Selasa (7/9/2021).

Ketidak seriusan pemerintah dalam melindungi data pribadi masyarakat, kata Farkhan, terlihat jelas karena pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) sampai sekarang masih macet.

“BMI mendesak agar pemerintah dalam kaitan ini adalah Menteri Kominfo agar segera mempercepat pengesahan RUU PDP. Fraksi Demokrat di DPR sudah berusaha keras untuk RUU PDP ini segera disahkan, namun karena pemerintah tidak merespons akhirnya membuat pembahasan macet,” jelas Farkhan.

Pada kesempatan ini Farkhan mengingatkan dua hal. Pertama, pemerintah harus bergerak cepat, lambatnya gerak pemerintah bisa menjadi celah terjadinya kejahatan keamanan data yang semakin masif.

Kedua, dalam hal pengelolaan big data, RUU PDP juga jangan sampai menjadi peluang bagi munculnya super power dari kelompok tertentu. Karena kita harus sama-sama menyadari bahwa di masa depan data merupakan sumberdaya baru yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal.

Maka jangan sampai lembaga yang nantinya diberi amanah dan memiliki otoritas untuk mengelola data bisa melakukan kesewenang-wenangan. Siapa yang mengusai data, maka di masa depan dia memiliki potensi untuk menguasai dunia.

“Ini harus menjadi catatan penting, RUU PDP setidaknya harus melahirkan dua aspek. Pertama rasa aman bagi rakyat atas data pribadinya. Kedua, wewenang otoritas pengelola data diatur seraca proporsional, jangan sampai ada pemanfaatan data seenaknya dan malah merugikan rakyat,” tegas Farkhan.

(Rilis BMI)