Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca IP Pandjaitan XIII bersama Calon Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono (facebook/hincaippanjaitan)

Oleh: Doktor Hinca IP Pandjaitan XIII *)

Proses perdebatan merupakan salah satu bentuk retorika modern yang umumnya tercirikan oleh adanya dua pihak atau lebih untuk melakukan komunikasi dan berupaya untuk saling memengaruhi pihak lain.

Debat calon pemimpin merupakan salah satu rangkaian kampanye pemilihan yang selalu dimeriahi oleh para penonton yang tak lain merupakan pendukung masing-masing pasangan calon. Tadi malam, di bawah langit malam Jakarta yang cerah, secara langsung saya menghadiri debat antara pasangan calon Gubernur DKI Jakarta digelar di Hotel Bidakara, Tebet, Jakarta.

Masing-masing pasangan tentu menampilkan argumentasi-argumentasinya yang terbaik, terlebih lagi pada pasangan nomor urut 1, Agus Harimurti Yudhoyono dengan Sylviana Murni. Pasangan tersebut berhasil menguasai perdebatan, tentu sekaligus menunjukkan performa Agus-Sylvi sangat baik di panggung perdebatan.

Meminjam pendapat Zainul Arifin, terdapat sejumlah faktor yang harus diketahui dan dimiliki oleh peserta debat selaku pembicara, yaitu ethos, pathos, dan logos.

  1. Ethos memiliki kaitan dengan wibawa, pengetahuan, dan komitmen pembicara saat menyampaikan argumentasi. Melihat ke dalam prosesi perdebatan, terlihat Agus-Sylvi yang menunjukkan komitmennya untuk mewujudkan eksistensi Jakarta untuk rakyat, sehingga akan menghidupkan sendi-sendi Jakarta, tidak hanya pada fisiknya, namun juga rohnya.
  2. Pathos mencerminkan kemampuan berbicara dan menyampaikan himbauan emosional yang mana akan bersentuhan langsung dengan pendengarnya. Ketika tiba saat-saat penyampaian argumentasi, terlihat pemaparan pendapat Agus-Sylvi yang lugas, tegas, tanpa menyalurkan aura-aura emosional, sehingga materi argumentasi tentu akan terdengar jelas dan tersampaikan dengan baik.
  3. Logos merefleksikan kemampuan pembicara untuk menyampaikan imbauan logis berdasarkan hasil pemikiran yang konstruktif. Jika dikontekstualkan, maka sedari perdebatan dimulai sampai menemui detik-detik berakhirnya perdebatan, materi argumentasi Agus-Sylvi terbukti didasari oleh hasil pemikiran dan hasil gerilya lapangan yang selama ini dilakukan.

Pun, hasil tersebut terlihat semakin nyata setelah dikaitkan dengan imbauan logis yang dimanifestasikan di dalam visi, misi, dan program-program kerja andalannya. Performa Agus-Sylvi sebagai Calon Gubernur nomor 1 inilah mencerminkan adanya inovasi dan solusi yang baik menurut Margaret Heffernan, yaitu interaksi dengan rakyat, konflik, argumen, dan perdebatan. Terbukti, tidak hanya mampu menguasai kursi hangat perdebatan, namun Agus-Sylvi juga mampu dan selalu siap sedia untuk mendengarkan aspirasi rakyat dalam tiap-tiap gerilya lapangan di seluruh pelosok Jakarta.

Catatan: tulisan ini bukan merupakan klaim kemenangan atas suatu perdebatan, sebab dalam debat tidak ada pemenang absolut dan pihak yang harus dinyatakan kalah. Semua sesuai selera. Tapi yang perlu digarisbawahi adalah Agus-Sylvi tidak pernah takut debat, seperti opini liar yang terbang dan lalu-lalang di media sosial.

Selama ini mereka hanya ingin semakin dekat bersama rakyat melalui gerilya lapangan yang padat. Sehingga terbukti, dalam debat malam tadi memantapkan mereka sebagai pasangan yang kuat di panggung debat, maupun dekat bersama rakyat melalui setiap gerilya lapangannya yang padat.

HORAS!

*)Sekretaris Jenderal Partai Demokrat