Husnizar Hood (metrobatam)

Oleh : Husnizar Hood*)

Hari Minggu, 18 Pebruari 2018, saya hadir di depan kantor KPU Pusat, Jakarta. Bukan di halamannya tapi di jalanan. Yang bisa masuk ke dalam sangat terbatas. Meski demikian, semangat kami di luar tetap tak terbatas juga. Tumpah ruah bersama partai politik lainnya.

Sebenarnya, sudah sejak Sabtu pagi, saya berada di Jakarta. Datang dengan bersungguh-sungguh. Niatnya memang mengikuti beberapa agenda yang sudah disiapkan oleh DPP. Salah satunya adalah bersama-sama hadir di Gedung KPU Pusat. Nah, ini dia! Maklum sebagai politisi kampung dan sudah sekian lama di Partai Demokrat, ini adalah kesempatan pertama melihat penentuan nomor urut partai secara langsung. Merasakan aura yang berbeda, biasanya hanya melalui TV saja.

Setelah waktu Maghrib kami berkumpul, Khusuk berdoa. Diberi motivasi oleh para petinggi dipimpin Ketua Kogasma, Sekjen, dan Mas Ibas. Dua  bus besar sudah disiapkan. Dan, go!

Dalam riuh rendah di jalanan depan kantor KPU, masih terdengar juga tebak-tebakan dari kiri dan kanan. Kira-kira akan mendapat nomor urut berapakah kita? Tidak hanya di Partai Demokrat, saya yakin di hampir seluruh partai terjadi pasar taruhan. Nomor berapa jadi milik partai mana.

Haqul yakin saya ada yang taruhan serius tapi di Partai Demokrat tidak. Kami dipandu Bang “Sekjend” Hinca berulang kali mengingatkan taruhan kami hanya soal feeling dan instink sebagai politisi. Kalau siapa kalah nanti bayar makan di cafe baru di WP 41–biasa kami menyebut sekretariat DPP Partai Demokrat yang di Jalan Proklamasi No. 41 itu–wah itu soal lain, tak ada taruhan pun siapa ikhlas bisa saja jadi tukang bayar.

Meskipun tak dapat masuk ke dalam gedung KPU, saya bisa melihat live streaming melalui handphone. Saya setuju ada dua kali pengundian yakni pertama untuk menentukan urutan mengambil nomor dan kedua baru mengambil nomor yang sebenarnya. Tapi saya agak terganggu ketika membukanya dilakukan satu per satu, sehingga ketika beberapa partai dengan nomor urut terakhir mengambil, dan beberapa nomor belum keluar, kita sudah bisa menduga partai mana akan mendapat nomor urut yang “tersisa”. Maunya saya silakan mengambil dengan urutan undian tapi membukanya harus serentak bersama-sama. Itu baru kejutan. Suai?

Ah, lupakan sistim pengundian itu, yang tak bisa saya lupakan saya melihat wajah Mas AHY, Ketua Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) dan  Mas EBY, Ketua Komisi Pemenangan Pemilu, sumringah ketika nomor 14 di tangan mereka. Saya buka daftar “tebak-tebakan” di layar handphone saya, tak ada seorang pun yang memprediksi angka 14 itu. Baik di pusat maupun daerah. Paling juga ada angka 13, yang akhirnya dimiliki oleh Partai Hanura. Saya tahu siapa yang menebak itu, pastilah Bang “Sekjend” Hinca karena katanya dia punya hubungan emosional dengan namanya, keturunan “XIII”.  Hahaha….

Beberapa detik, saya galau dan tiba-tiba teriakan “S14P!”,  yel-yel yang sudah disepakati beberapa waktu terakhir, bergemuruh diiringi tabuh. Membuat saya dan kami semua sontak sadar dan kegirangan, bersyukur, berteriak, berjoget penuh optimis. Angka “14” ada dalam tulisan “S14P!”

itu.

Jangan ditanya siapa ratu jalanan pada malam itu kalau bukan Hilda. Perempuan asal Kalimantan dan berdarah Pulau Penyengat itu memang benar-benar menunjukkan jati dirinya sebagai perempuan Demokrat yang tangguh. Yang saya risaukan adalah Peppy, isteri saya, malam itu bagai sudah “tersampuk” artinya kemasukan hantu. Ya mungkin “hantu” Hilda merasuk dalam tubuhnya. Mereka menari, berteriak dengan riang, mengusung nomor 14 dengan lantang. Saya coba ikut juga menari-nari, tapi got buatan pemerintah DKI itu ternyata berlubang, dan kaki saya terperosok di dalamnya.

Kalau dalam sepak bola jika cidera harus keluar lapangan, maka sayapun bergeser diam-diam. Lecet sudah pasti, untung denyutnya kalah dengan teriakan “14 Menang” yang berulang-ulang.

Tiba-tiba kenangan saya jauh terlempar ke tahun 2008 silam. Saya adalah alumnus PKKPD (Pelatihan Kepemimpinanh Kader Partai Demokrat) angkatan ke-7. Mungkin rekan-rekan yang lain juga sama. Mungkin masih segar dalam ingatan kita. 14 hari kita digembleng di Hotel Jasmin, Cipanas, dengan materi yang super-padat, dari mulai subuh hingga malam, baik teori dan praktek, juga game, dan diakhiri naik truk ramai-ramai ke puncak gunung. Lalu  bersumpah di tengah malam buta sambil diguyur air dingin oleh Ketua Umum Partai Demokrat, waktu itu, Almarhum Bapak Hadi Utomo. Al Fatihah untuknya.

Apa yang paling saya ingat adalah ketika masuk ruangan hari pertama setelah salat subuh. Senam dan sarapan, menyanyikan lagu Mars Partai Demokrat setiap waktu senggang, tapi ada satu kewajiban baru adalah setiap ditanya “Apa Kabar Demokrat?”, panitia mewajibkan harus dijawab dengan “Dahsyat, Siap Menang!”.

Setiap hari yang paling kuat berteriak adalah Mas Dudi Gambiro, bertanya “Apa Kabar Demokrat?” Mungkin karena dia ketua OC-nya, jadi dia bersemangat. Memang selain sarapan beneran atau makan materi pelatihan yang kami jumpa setiap pagi hanyalah wajah Mas Dudi saja, sehingga kalau sekarang berjumpa pun, kadang saya merasa trauma.

Aturan dan disiplinnya ketat. 30 menit izin ke toilet, tanda pengenal kita,  yang dititipkan di panitia, hilang, dan disuruh mengambil di sekretariat. Selamatlah menikmati hukuman. Sehingga salah seorang Ketua DPC di Kepri waktu itu disuruh pulang ke daerah dan dinyatakan tak lulus.

Saya berusaha disiplin walaupun harus berbaur satu kelompok dengan kawan-kawan dari Papua yang selalu sembunyi-sembunyi menyimpan handphonenya di kaos kaki. Berulang kali kelompok ketahuan dan kami semua kena hukuman. Saya akhirnya agak emosi juga dan saya tegur keras Bapak itu, lalu dia menjawab dengan bersahaja, “Kalau saya tak telepon, itu solar di sana tak keluar semua, kapal tak bisa jalan”.

Apa hendak dikata. Dia terus menelepon. Ah, saya lupa akan namanya, ingin sekali saya bertemu dengannya lagi.

“Apa kabar Demokrat?” dan dijawab “Dahsyat, siap menang!” Pertama-tama menjawabnya saya agak ragu kalau tak mau dibilang malu, begitu juga dengan kawan-kawan yang lain. Ada pertanyaan dalam hati, apakah benar partai ini nantinya menang?

Pemilu 2004 memang telah mengantar Partai Demokrat sebagai bintang baru dalam kancah politik Indonesia dan kemudian mengantar dengan pasti Pak SBY menjadi Presiden RI ke 6. Kami peserta PKKPD semua bangga menjadi kader yang Ketua Dewan Pembinanya adalah seorang Presiden.

Hanya, dari urutan ke-5 melompat ke urutan pertama, memenangkan Pemilu 2009, apakah bisa?

Tak ada alasan lain, Jawabnya “Bisa!” Untuk itu siang; malam, pagi; petang, selama 14 hari kami bertanya dan menjawab “Apa Kabar Demokrat?”; “Dahsyat, Siap Menang”. Hingga tiba hari perpisahan yang sendu dan kami dapat bonus jalan-jalan melihat-lihat Gedung DPR-RI di Senayan. Berfoto-foto di kursi-kursi anggota DPR-RI, dengan khayalan, entah kapan bisa merasakan duduk di kursi ini dengan resmi.

Ah, yang paling penting segera kembali ke kampung dan mulai bertanya dengan semua kader “Apa Kabar Demokrat?”, dan mereka harus menjawab sekaligus membuktikan “Dahsyat, Siap Menang!”.

Ada satu lagi, kami diberikan kenang-kenangan, setelah 14 hari hanya ada 2 stel seragam yang bisa kami pakai dan tak sempat dicuci, hari itu kami harus berseragam partai resmi dan harus wangi-wangi, kami akan ke Cikeas makan bersama Ketua Dewan Pembina, dan foto per daerah dan juga foto sendiri-sendiri. Wow…!

Itulah kali pertama saya bersalaman dengan Pak SBY. Kharismanya sebagai Presiden yang cerdas begitu nyata. Membuat jantung saya laju berdegub. Alhasil, foto saya bersalaman dengan Pak SBY hasilnya tak bagus. Nampak sekali saya grogi. Saya tak berani menatap wajahnya. Padahal saya sudah mempersiapkan kata-kata. Mungkin berlagak seperti seorang prajurit, untuk memperkenalkan diri. Menyebut nama lengkap saya, ketua DPC dari mana, dan kalau masih ada waktu saya sampaikan juga ada salam dari isteri saya yang mengagumi bapak begitu luar biasa. Tapi semua tak terucapkan. Saya setengah mati gemetaran. Penyesalan itu masih terasa sampai hari ini.

Lalu kami pulang dengan banyak bekal pengetahuan dan siap berkerja, Menyapa mayarakat dan terus bertanya kabar. Berharap semuanya dahsyat, sesuai harapan kita.

Siapa sangka, Dahsyat itu benar-benar terjadi. Kita keluar sebagai juara dengan hasil perolehan suara 21%. Mengantar banyak diantara kita ke kursi-kursi yang diamanahkan itu. Tentu atas berkat pertolongan Tuhan dan semua kita yang berkerja.

Hari ini sejarah itu bagai berulang. Sadar atau tidak, angka 14 itu datang mengisi kata“S14P!” yang menjadi yel-yel kita, jauh sebelum nomor urut itu ada. Setelah berulang diterpa ujian kekalahan, fitnah dan hujatan, kini kita sudah siap akan segalanya. Apa pun dia. Menjadi Presiden kembali?; Memenangkan Pemilu kembali?

“S14P!”

Jangan bimbang kita pernah diserang dan kita tegak bersama. Tak selangkah kita mundur dari gelanggang, pernah juga kita hadapi.

Ayo kita tanya sekali lagi diri kita, dengan tanpa keraguan, dan dijawab dengan kepastian “Apa kabar Demokrat?” Sampai ke ujung tanjung dan relung yakin semua akan menjawab “Dahsyat, S14P Menang!”

Kita harus menang, berperang, sekarang!

*) Sekretaris DPD Partai Demokrat Kepri dan Wakil Ketua DPRD Kepri