Jakarta: Ketua Departemen Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum DPP Partai Demokrat Jansen Sitindaon secara resmi menggugat cq mengadukan Media Indonesia ke Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih No.32-34, Jakarta, Selasa (6/2). Naskah Gugatan beserta bundel bukti secara resmi telah diterima oleh Syariful SE dari bagian Sekretariat Dewan Pers cq. Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers.
Jansen sebagai pengadu menjelaskan, Demokrat mempersoalkan karya Jurnalistik berupa berita yang terbit pada Jumat 2 Februari 2018, dimana Teradu MediaIndonesia.Com menulis dan menurunkan berita dengan judul: “Pemenang Tender Ditolak, SBY Bertindak”.
Judul berita ini negatif dan sangat tendesius. Menimbulkan kerugian bukan hanya kepada nama baik Pak SBY selaku Ketua Umum kami, namun juga kepada citra partai kami, Partai Demokrat, dan lebih luas lagi merugikan kami, ratusan ribu kader Demokrat di seluruh Indonesia ini. Judul berita Media Indonesia yang tendesius ini telah ‘membunuh’ dan ‘menggerus’ kepercayaan publik terhadap partai kami,” Jansen menjelaskan dalam rilisnya ke web demokrat.
Ditambahkan Jansen, dengan judul “Pemenang Tender Ditolak, SBY Bertindak”, seakan-akan SBY punya “jago” untuk dimenangkan dalam pengerjaan proyek EKTP ini. Padahal faktanya tidak. Dan sesudah membaca keseluruhan isi berita secara cermat, terkait “pemenang terder ditolak” ini ternyata sama sekali keterangannya tidak keluar dari saksi mana pun yang dihadirkan di persidangan EKTP yang kemudian menjadi narasumber dalam berita ini.
“Judul berita Media Indonesia ini telah mempraktikkan gaya judul berita “koran kuning”, gaya judul berita “koran lampu merah”. Bombastis cari sensasi! Media Indonesia telah memasukkan fiksi ke dalam berita. Utamanya di bagian judul! Menyesatkan dan menipu khalayak. Untuk itu dalam permohonan ini, Pengadu meminta Dewan Pers menghukum Media Indonesia mencabut berita tersebut, atau setidak-tidaknya meminta Teradu Media Indonesia mengkoreksi judul beritanya dengan hal yang lebih sesuai dan relevan dengan isi berita,” Jansen menjelaskan.
Karena, ujar Jansen, berdasarkan Pasal 9 Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia yang telah dilebur kedalam Surat Keputusan Dewan Pers No. 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik secara imperatif dan tegas dikatakan:
“Wartawan Indonesia menulis judul yang mencerminkan isi berita”
“Dan judul berita MEDIA INDONESIA diatas sama sekali tidak mencerminkan isi beritanya,” Jansen menegaskan.
Pengaduan ini, kata Jansen, juga bertujuan untuk menghindari polemik. Untuk itulah Pengadu membawa ke Dewan Pers sebagai jalur penyelesaian sebagaimana diperintahkah UU Pers. Sekaligus Pengadu juga ingin menguji melalui sidang Dewan Pers ini, apakah judul berita sejenis itu dibenarkan ataukah dia telah masuk kategori melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Jansen menjelaskan, hal ini juga untuk menghindarkan Media Indonesia tidak dituduh telah menjadi alat politik penguasa atau partai tertentu, dimana notabene pemilik Media Indonesia ini memiliki afiliasi ke partai tertentu yang sekarang masuk dalam bagian sebagai partai pendukung Pemerintah.
“Pengadu juga perlu menegaskan sikap, sedikit pun tidak ada niatan untuk “menyerang” pers apalagi anti pers dengan dimajukannya pengaduan ini. Malah sebaliknya, tujuan pengaduan ini ingin semakin memperkuat pers. Karena sebagaimana diatur di Pasal 1 Peraturan No. 6 Tentang Kode Etik Jurnalistik, imperatif dikatakan: ‘wartawan Indonesia bersikap Independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak beritikad buruk’,” Jansen mengungkapkan.
Melalui Dewan Pers inilah, ujar pengadu, akan menguji apakah berita Media Indonesia di atas telah akurat sesuai dengan keadaan objektifnya, atau malah dilandasi itikad buruk. Karena ada indikasi Judul ini tidak akurat karena tidak ada satupun saksi dipersidangan yang kemudiaan menjadi sumber berita yang menerangkan hal itu.
“Belum lagi dengan judul berita: ‘Pemenang Tender Ditolak, SBY Bertindak’, Media Indonesia telah melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU 40 tahun 1999 tentang Pers dimana dibagian penjelasan diterangkan: ‘pers Indonesia dalam menyiarkan informasi tidak menghakimi atau membuat kesimpulan atas kesalahan seseorang terlebih lagi untuk kasus-kasus yang masih dalam proses peradilan..’,” Jansen memungkasi pernyataannya.
(rilis/didikpambudi)