Oleh: Ferdinand Hutahaean*)
Mataram Kota Religius dan Berbudaya
Pagi baru mengintip di bumi timur Indonesia. Mentari masih malu-malu menunjukkan wajahnya yang selalu memancarkan sinar kehidupan ke kulit bumi.
Jauh dari hingar bingar politik Jakarta dan jauh dari hiruk pikuk keresahan Jakarta, SBY bersama Partai Demokrat kali ini menjejakkan kaki di Kota Seribu Mesjid, Lombok Mataram Nusa Tenggara Barat.
Keramahan kota ini sungguh membuat hati dan pikiran tak ingin cepat-cepat berlalu meninggalkan keindahan yang ditawarkan Kota yang dahulu pada era abad 17 dipimpin seorang Raja yang ahli tata Kota. Religius dan berbudaya, begitulah semboyan kota Mataram yang menjadi ibu kota Nusa Tenggara Barat. Kehidupan masyarakat yang religius berpadu dengan budaya yang luhur telah juga mengantarkan Nusa Tenggara Barat mendapat julukan Negeri Seribu Mesjid. Tampak sekali keberhasilan Gubernur Muhammad Zainul Madjid alias Tuan Guru Bajang memimpin Provinsi ini selama 2 periode penerintahannya yang akan berakhir 2018 nanti. Tuan Guru telah menghantar Provinsi ini menuju wilayah besar yang dikenal tidak hanya di Indonesia namun dikenal di seluruh dunia.
Pertarungan Elit di Jakarta
Sejenak meninggalkan segala keindahan itu, kita sedikit menarik pandangan nun jauh ke Jakarta, pusat pemerintah Indonesia, Ibu Kota Negara yang kita cintai Indonesia. Situasi belum kunjung mereda suhu politiknya meski Pemilihan Gubernur sudah usai dengan menetapkan Gubernur baru pilihan rakyat.
Namun nampaknya Pilkada yang usai tidak membuat suasana menjadi tenteram, tidak membuat Jakarta kembali kepada kehidupan normalnya, namun justru suhu politik semakin meninggi. Hampir seluruh kekuatan politik saat ini bertarung di Jakarta. Adu kuat dan adu kuasa demi kepentingan elit.
Sementara itu rakyat yang menuntut dan mencari keadilan atas kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama harus meradang karena dilabeli stigma sebagai kaum intoleran, kaum radikal, kaum anti kebinekaan, kaum perusak NKRI dan berbagai macam istilah yang dilontarkan.
Sungguh saya hampir tidak bisa memahami dengan logika sehat, apa yang menjadi dasar faktual, mengapa sebuah aksi damai mencari keadilan harus dilabeli stigma negatif.
Pengerahan kekuatan uang tampaknya juga dijadikan oleh pihak yang kalah dalam Pilkada Jakarta sebagai ajang menunjukkan sikap tidak menerima kekalahan. Terus bertarung dengan cara yang lembut namun kasar, stigma dan opini yang dibentuknya adalah pihak yang bukan di kelompoknya adalah perusak kebinekaan.
Seolah pilkada Jakarta yang baru berlalu adalah pertempuran dari kaum kebinekaan melawan kaum radikal. Satu kelompok distigmakan sebagai kelompok NKRI penjaga kebinekaan, dan satu kelompok di stigmakan sebagai kelompok radikal perusak kebinekaan. Bentukan opini ini terlalu kasar dan terlalu liar, bahkan diopinikan dengan memperalat karangan bunga.
SBY dan Demokrat Bersama Rakyat
Di tengah kondisi itulah, ketika seluruh kekuatan elit politik dan elit kekuasaan bertarung adu kuat adu kuasa di Jakarta, SBY bersama Partai Demokrat hadir di Lombok Mataram Nusa Tenggara Barat melanjutkan agenda Demokrat Keliling Nusantara untuk merajut Nusantara. Bulan yang lalu SBY dan Demokrat juga hadir di Kepulauan Riau merajut Nusantara dan menyapa warga Kepri yang rindu seorang pemimpin, rindu SBY. Ini bukan agenda wisata atau agenda jalan-jalan biasa, namun ini adalah agenda negarawan yang tetap ingin merajut Nusantara dalam bingkai kebersamaan, dalam bingkai hukum dan dalam bingkai kebenaran.
Kali ini di Lombok Mataram, ada Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY, ada Tuan Guru Bajang alias TGB Gubernur NTB, ada Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY, ada juga Sekjen Partai Demokrat yang selalu enerjik Hinca Pandjaitan serta jajaran DPP Partai Demokrat, hadir untuk bersama rakyat merajut Indonesia dalam kebersatuan.
Kemeriahan rakyat dalam kebersamaan dengan SBY,TGB,AHY dan Hinca Panjaitan sangat terlihat dalam suasana Car Free Day pagi di hari Minggu ini 7 Mei 2017 diseputaran kota Mataram. SBY bersama rakyat menikmati kebersamaan itu tanpa jarak antara pemimpin dan rakyatnya. Berbaur tanpa sekat, berbicang tanpa jarak, bahkan tak jarang SBY harus menahan dorongan dan tarikan warga yang ingin bersalaman atau sekedar ingin mengambil foto. Begitu juga AHY dan TGB, tak lepas dari kerumunan warga yang ingin mengabadikan momen itu dengan berbagai macam kamera atau menggunakan handphone milik masing-masing. SBY bermain Volly dengan masyarakat di sebuah lapangan yang bersebelahan dengan Mesjid Raya Mataram, sementara AHY dan TGB berjalan santai dengan rakyat. Suasana keakraban terbangun, suasana persaudaraan terbangun, SBY dan Demokrat bersama rakyat merajut Nusantara dalam bingkai kebersamaan, setidaknya itulah kalimat yang pas bagi saya untuk kemudian kutuliskan dalam artikel ini.
SBY dan Demokrat memilih lebih mencintai hadir ditengah rakyat daripada turut serta dalam pertarungan kekuasaan elit. SBY dan Demokrat lebih memilih hadir ditengah rakyat, berbicara dengan rakyat, semakin dekat dengan rakyat dan hadir menjadi solusi bagi rakyat. Ada banyak keluh kesah rakyat yang tidak tersalurkan dan tidak sampai kepada pemimpin bangsa, dan keluh kesah itu akhirnya berujung ditelinga dan hati SBY bersama Demokrat. Ada solusi yang terbentuk sesaat, baik jangka pendek maupun jangka pajang. Rakyat butuh didengar, rakyat butuh solusi konkret bukan sekedar kata atau janji. SBY dan Demokrat hadir sebagai solusi dan semakin dekat dengan rakyat.
SBY dan Demokrat Anti Hoax dan Anti Fitnah
Kebersamaan rakyat dengan SBY dan Demokrat kali ini tidak hanya berakhir pada acara Volly dan Jalan santai. Namun momen kebersamaan ini juga menjadi momentum pernyataan perang terhadap fitnah dan hoax. Demokrat mendukung Pers yang merdeka, bebas dan adil.
Indonesia adalah negara keadilan, negara etika, negara hukum, bukan negara kebohongan, bukan negara hoax, bukan negara fitnah. Begitulah pernyataan keras dan tegas dari SBY sebagai bentuk dukungan untuk pers yang bebas, merdeka dan adil, anti fitnah dan anti hoax.
Dalam kesempatan ini juga, dilakukan penandatanganan banner anti fitnah anti hoax yang tercatat di tanda tangani oleh 9709 orang dan sekaligus mendapatkan Rekor MURI kategori penandatangan anti hoax terbanyak. Ini wujud nyata perlawanan SBY dan Demokrat terhadap fitnah dan hoax.
Demokrat Kerja Politik untuk Rakyat
Seperti itulah kisah kebersamaan SBY, AHY, dan TGB di bumi NTB, kota Seribu Mesjid, Kota yang religius dan berbudaya. Kebersamaan yang tanpa jarak. Demokrat Kerja Politik untuk rakyat, demi rakyat dan demi merajut Indonesia dalam bingkai persatuan, bingkai kebersamaan dan bingkai kemakmuran.
Lombok, Mataram, 07 Mei 2017
*)Komunikator Politik Partai Demokrat