Oleh: Ridwan Sugianto*)
Kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Firman Wijaya, pengacara Setya Novanto (Setnov) kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) semakin menarik. Mendadak beredar rumor pertemuan antara Mirwan Amir, Firman Wijaya, Saan Mutopha dan Anas Urbaningrum di Lapas Sukamiskin. Pertemuan itu terjadi sebelum pengakuan Mirwan Amir di persidangan, serta penyataan Firman Wijaya yang kental “nuansa fiksinya” di luar persidangan.
Konon lewat pertemuan inilah skenario keji untuk memfitnah SBY disusun. Pada pertemuan itulah Mirwan Amir diduga dipaksa untuk membuat pengakuan palsu.
Jika pertemuan itu benar terjadi, terang sudah semuanya. Jelas ke mana arah dan tujuan arus fitnah ini. Jelas mengapa SBY begitu marahnya sampai mesti datang sendiri ke Bareskim. Ini adalah sengketa lama yang bersemi kembali. Skenario keji dari orang-orang yang sakit hati dan mereka yang coba berkelit dari jerat hukum dengan cara memfitnah nama baik SBY. Klop semuanya!
Ada tiga landasan berpikir saya.
Pertama, Anas Urbaningrum sudah lama berseteru dengan SBY. Patut diduga ada dendam tak berkesudahan di sini. Pangkal-balanya adalah kekecewaan Anas karena SBY tidak mau membantunya lolos dari jerat hukum KPK. Padahal saat itu SBY adalah Presiden RI definitif, dan saat itu Anas sedang menjadi nahkoda Partai Demokrat.
Tapi sebagaimana ditegaskan oleh SBY: sepuluh tahun menjabat, SBY tidak memiliki konflik kepentingan. SBY bisa memilah-milih perannya baik sebagai pribadi, politikus Partai Demokrat atau Presiden RI. Dan ketiga sisi SBY ini sama-sama menolak membantu koruptor apalagi bertindak korup. Tak ada alasan sedikit pun bagi SBY untuk mengintervensi kasus hukum yang menimpa Anas. Jangankan Anas, bahkan SBY tidak mau melindungi Aulia Pohan, sang besan SBY, saat tersangkut jerat KPK.
Kedua, telisiklah baik-baik peserta pertemuan itu. Keempatnya diketahui sebagai loyalis Anas. Saan Mustopha adalah klik Anas yang kini menjabat ketua DPW Nasdem Jabar. Mirwan Amir bergabung di Hanura bersama aktivis-aktivis perhimpunan Pergerakan Indonesia Indonesia yang dikomandoi Gde Pasek. Firman Wijaya sendiri dulunya adalah pengacara Anas Urbaningrum.
Kuat diduga dendam kolektif klik Anas Urbaningrum cs tertumpangkan melalui tangan Firman Wijaya yang saat ini sedang menjadi pengacara Setnov. Ada pertemuan tiga kepentingan di sini: dendam Anas Urbaningrum cs, harapan Setnov untuk dihukum seminimal mungkin, dibungkus kepentingan Firman Wijaya sebagai seorang pengacara.
Keruan, disusunlah sebuah skenario keji: ada orang besar di balik proyek e-KTP. Harapannya Setnov bisa dicerabut dari status otak mega korupsi eKTP. Mengapa? Karena cara paling gampang untuk meringankan hukuman Setnov adalah dengan menjadikannya justice collaborator. Dan syarat utama seorang justice collaborator adalah tidak menjadi “otak” kasus korupsi. Karena itu perlu disusun skenario untuk mencerabut Setnov dari prasangka otak mega korupsi eKTP.
Saya menduga peluang ini yang sedang dimanfaatkan Firman Wijaya. Dan untuk memuluskan rencana menjadikan Setnov sebagai justice collaborator, ia berkongsi dengan barisan yang sakit hati kepada SBY, alias Anas Urbangingrum cs.
Ketiga, ada reaksi keras dari klik Anas Urbaningrum. Amat janggal rasanya saat SBY bersengketa dengan Mirwan Amir dan Firman Wijaya, mendadak klik Anas muncul di permukaan. Sebut saja Gde Pasek dan Tridianto cs. Barisan ini mendadak begitu riuh di media sosial dan media massa. Mereka terkesan muncul dengan tiga orientasi: membenarkan Mirwan Amir, mendukung Firman Wijaya, serta mendegradasi SBY. Betapa rapinya?
Kuat prasangka ada skenario keji, suatu grand disain, untuk mendegadasi SBY demi kepentingan Setnov, demi membalas sakit hati barisan Anas Urbaningrum, demi meningkatkan nilai tambahnya sebagai seorang pengacara.
Boleh-boleh saja Mirwan Amir membantah pertemuan itu, sebagaimana Firman Wijaya seenaknya saja mengarang fiksi untuk mengait-ngaitkan nama SBY di luar persidangan. Ini yang perlu ditelisik oleh Bareskrim Polri yang tempo hari menerima laporan dari SBY. Polri akan mengusut tuntas dugaan pertemuan ini karena kuat dugaan dari titik itulah fitnah ini dirancang.
Dan sementara proses penyidikan itu berlangsung, saya pikir kelompok ini sudah kebakaran jenggot. Tak mengira bahwa rakyat Indonesia atas inisiatif sendiri bergerak untuk melawan muslihat murahan ini. Dan tagar #kamibersamaSBY terus bergema di media sosial sebagai perlawanan dari skenario keji ini.
*)Penggiat Gerakan Indonesia Emas
(PolitikToday/dik)