Oleh: Ferdinand Hutahaean*)
Sebuah Keprihatinan atas Hinaan Rasis kepada Tuan Guru, Gubernur NTB
Nasionalisme adalah tumbuh dan timbul dari hati yang mencintai manusia dan kemanusiaan.
Kalimat ini saya kutip dari esensi pernyataan Soekarno tentang nasionalisme sejati sebagaimana tertulis dalam buku “Dibawah Bendera Revolusi”. Sungguh sangat menggugah ketika nasionalisme dikaitkan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Sebuah bentuk penerawangan panjang dan jauh dari seorang Soekarno, mampu melihat apa yang akan terjadi kemudian kepada bangsa ini.
Nasionalisme tidak akan pernah tumbuh jika tidak mencintai manusia dan kemanusiaan. Itulah poin terpenting dari tulisan ini terkait pengalaman pahit Gubernur Nusa Tenggara Barat H Muhammad Zainal Majdi MA atau biasa disapa Tuan Guru.
Kisah pahit dan hitam bangsa yang dialami Tuan Guru terjadi Minggu 09 April 2017. Saat itu Tuan Guru hendak kembali dari Singapura menuju Indonesia, bersama istri tercinta Hj. Erica Zainul Madji.
Adalah seorang Warga Negara Indonesia beretnis Tionghoa bernama Steven Hadisurya Sulistyo yang mengucapkan hinaan rasis terhadap Tuan Guru dengan kata-kata : “Dasar Indo.., Dasar Indonesia.., Dasar Pribumi.., Tiko..!”
Sebuah umpatan caci maki dan hinaan sangat rasis. Merendahkan serta menghina bangsa Indonesia. Bukan hanya Tuan Guru yang dihina dalam konteks ini, tetapi Bangsa Indonesia juga direndahkan dengan cara-cara brutal meski hanya dengan kata-kata.
Steven HS tampak jelas tidak mencintai manusia, tidak mencintai kemanusiaan, tidak mencintai Indonesia dan memisah kan dirinya dari “pribumi” yang jadi objek hinaan dalam kalimatnya.
Menjadi terbukti pernyataan Soekarno, yang saya kutip diatas, bahwa Steven HS tidak memiliki nasionalisme terhadap Indonesia meski ia adalah WNI.
SHS menghina negara yang dia huni. SHS merendahkan sebuah bangsa, yang mana dirinya menjadi warga negara, yaitu Indonesia. Sungguh perbuatan sangat tidak layak.
Seharusnya SHS banyak belajar. Presiden RI ke-6 (2004-2014) Susilo Bambang Yudhoyono adalah Kepala Negara yang memberikan tempat bersama bagi WNI (yang dulu disebut) Keturunan China menjadi Suku Bangsa Tionghoa. Itu disahkan lewat sebuah keputusan tidak mudah. Hanya lantaran SBY mencintai manusia dan kemanusiaan, dan selalu berprinsip Indonesia untuk semua dan semua untuk Indonesia, maka SBY memutuskan kita harus menyebut China dengan Etnis Tionghoa.
SBY adalah Ketua Umum Partai Demokrat dan Tuan Guru adalah Kader Utama Partai Demokrat yang menjadi Gubernur NTB. Seharusnya SHS mengerti hal-hal seperti ini sebagai seorang terdidik.
“Sangat disayangkan. Ada suasana kebatinan makin tidak baik. Bangsa ini perlu kebaikan dari kita semua. Kalau tidak, minimal, jangan merusak Ibu Pertiwi!”
Begitulah jawaban bijaksana dari Tuan Guru saat saya konfirmasi kejadian tersebut melalui percakapan dengan aplikasi Whatsapp. Jawaban menyejukkan dan membuat air mata menetes.
Ada keperdulian besar, ada cinta kepada bangsa, ada nasionalisme tak terukur dalam kalimat jawaban Tuan Guru. Tidak ada dendam. Meski amarah mungkin ada, tapi maaf lah yang diberikan Tuan Guru. Bukan membalas amarah dan hinaan rasis dengan amarah atau menempuh langkah hukum. Tuan Guru paham, ada masalah sedang terjadi di negara ini. Masalah yang harus segera mendapat perhatian serius dari semua yaitu Nasionalisme dan Kecintaan pada Bangsa.
Ini luka bangsa, ini duka bangsa. Kecintaan kepada manusia dan kemanusiaan dirusak dengan sempurna oleh seorang Steven HS. Sebutan “TIKO” sangat menghina nilai-nilai kemanusiaan. sebutan “DASAR INDONESIA” menunjukkan kebencian. Kata “DASAR PRIBUMI” adalah hinaan kepada bangsa ini.
Semoga hanya Steven HS sendirian yang berpikir dan menyebut “pribumi” sebagai “Tiko”.
Kita semua berharap agar Steven Hadisurya Sulistyo meminta maaf terbuka kepada bangsa ini. Cacian itu telah membuat bangsa ini terluka, membuat bangsa ini berduka. Tuan Guru telah memaafkan, tapi apakah seluru bangsa ini sudah memaafkan? Hal ini harus disikapi dengan baik.
Kami juga mengajak seluruh Warga Negara Indonesia mencintai bangsa ini dan mencintai nilai-nilai kemanusiaan. Tunjukkanlah bahwa Anda bukan sekedar Warga Negara Indonesia, tapi Warga Negara yang memiliki nasionalisme terhadap Indonesia.
Akhir tulisan ini, kami mengecam dan mengutuk pernyataan Steven Hadisuryo Sulistyo. Kami, anak bangsa ini, menunggu permintaan maaf resmi dan terbuka karena ia telah merendahkan “pribumi” dan merendahkan Indonesia.
Kami juga mendesak penegak hukum untuk mengusut perkara ini demi ketenteraman bangsa. Ujaran kebencian adalah delik umum yang tidak perlu menunggu laporan. Kejadian ini telah menjadi konsumsi publik. Jangan sampai menjadi pemicu kehancuran kebhinnekaan.
Steven harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melakukan ujaran kebencian terhadap Tuan Guru. Ujaran kebencian terhadap Indonesia dan ujaran kebencian terhadap “pribumi”. Kepolisian harus bertindak proaktif agar kejadian ini tidak mengganggu rasa keadilan bangsa.
Jakarta, 14 April 2017
*)Pimpinan Rumah Amanah Rakyat dan Wakil Sekretaris Jenderal Bela Tanah Air
(dik)