Ketua Umum Partai Demokrat Prof Dr Susilo Bambang Yudhoyono berorasi usai menandatangani banner raksasa bertuliskan “Stop Hoax dan Fitnah! Mari Kita Dukung Pers Yang Merdeka, Adil, dan Bertanggung Jawab” di jalan Udayana, Mataram, NTB, Minggu (7/5/2017). Acara itu berhasil masuk Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). (Foto: MCPD/Iwan K)

Mataram, NTB: Sepuluh banner (baliho dicetak digital) berukuran raksasa berdiri gagah di jalan Udayana, Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (7/5/2017). Sepuluh banner raksasa itu menjadi simbol bersejarah bahwa perang terhadap hoax (berita palsu) dan berita fitnah telah dikobarkan dunia dari NTB.

Sepuluh banner raksasa itu penuh berisikan lebih dari sepuluh ribu tanda tangan kader Partai Demokrat dan masyarakat se-NTB. Tetapi ini bukan “sekadar” pernyataan perang dari Demokrat dan masyarakat NTB. Ini adalah pernyataan perang dari dunia.

Gagasan Ketua Umum Partai Demokrat Prof Dr Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang eksekusinya langsung dipimpin Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Dr Hinca IP Pandjaitan XIII menuai hasil gemilang. Rekor di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) telah ditumbangkan.

Sepuluh ribu lebih kader Demokrat dan masyarakat NTB adalah lambang. Mereka adalah suara mayoritas rakyat yang telah sangat muak terhadap hoax dan berita fitnah. Garisan tegas dari tanda tangan mereka di delapan banner raksasa bertuliskan “Stop Hoax dan Fitnah! Mari Kita Dukung Pers Yang Merdeka, Adil, dan Bertanggung Jawab” adalah fakta, dunia menabuh genderang perang terhadap hoax dan fitnah. Jumlah 10.000 peserta itu jauh di atas rekor lama “Deklarasi anti-Hoax dan Fitnah” yang diikuti 3 ribu peserta di Kota Samarinda, Kalimantan Timur, 22 April 2017 lalu.

Memang, secara resmi, Ariyani Siregar, Deputy Manajer MURI, mengatakan jumlah penandatangan  mencapai 9.709 peserta (lebih tiga kali lipat peserta di Samarinda). Hanya saja, Ariyani menyampaikannya saat waktu masih berkisar di angka 08.45 Wita. Faktanya, hingga pukul 11an Wita masih ada masyarakat yang meneken pernyataannya. Mereka meneken di luar ruang tanda tangan yang berjumlah 10.050 peserta.  Mereka meneken di luar ruang karena memang tak ada lagi ruang tersisa. Demokrat mencatat di pukul 10.30 Wita saja sudah tembus di angka 10.575

Menariknya, tidak ada paksaan bagi masyarakat untuk meneken pernyataan perang terhadap hoax. Hinca Pandjaitan dan para kader utama Demokrat hanya menginfokan bahwa Demokrat mengajak masyarakat memeragi hoax untuk menyambut World Press Freedom Day (Hari Kebebasan Pers Sedunia) yang jatuh setiap tanggal 3 Mei. Memang salah satu musuh nyata pers sedunia adalah hoax dan berita fitnah, karena tak memiliki unsur pers yang harus merdeka, profesional, independen, dan berintegritas.

Maka menjadi suatu keharusan bagi SBY ketika dalam sambutannya mengatakan, pecahnya rekor MURI adalah fakta, bahwa Indonesia dan dunia telah menyatakan perang terhadap hoax.

“Ini adalah sebuah gerakan internasional. Stop hoax dan fitnah!” SBY, di atas panggung, menegaskan sikap dan pandangannya pada sekitar 30.000 masyarakat  NTB  yang memadati Lapangan Udayana, Mataram.

Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Dr Hinca IP Pandjaitan XIII menerima sertifikat dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dalam penandatanganan banner raksasa bertuliskan “Stop Hoax dan Fitnah! Mari Kita Dukung Pers Yang Merdeka, Adil, dan Bertanggung Jawab” di jalan Udayana, Mataram, NTB, Minggu (7/5/2017). (Foto: MCPD/Iwan K)

Sebelumnya, SBY, Ibu Ani Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono, dan M Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (Gubernur NTB) telah membubuhkan tanda tangan di banner raksasa tersebut.

Wajarlah, jika SBY mengajak kadernya dan masyarakat memerangi hoax. SBY dan keluarganya adalah pihak-pihak yang paling mengalami betapa jahat dan merusaknya hoax dan berita fitnah.

“Negara ini adalah negara kebenaran, negara keadilan, negara etika, negara hukum. Bukan negara kebohongan, negara fitnah, dan negara hoax. Saya dan keluarga telah merasa bagaimana sakitnya difitnah secara luar biasa. Diperlakukan tidak adil. Ini tidak boleh dibiarkan. Kami ingin keadilan. Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih. Negara harus adil, pemimpin harus bersikap adil, polisi harus adil, aparat penegak hukum harus adil. Dukunglah pers yang merdeka tetapi bertanggung jawab dan adil. Keadilan harus tegak di seluruh tanah air,” demikian SBY menyampaikan pengalaman dan harapannya.

Sebelumnya, dalam rangkaian acara, SBY meluncurkan buku tentang aktifitasnya di dunia twitter. Buku itu berjudul “Twitter SBY, Catatan Seorang Pemimpin di Media Sosial”. Buku disusun Putu Suasta, dengan pengantar Hinca Pandjaitan dan Heru Lelono. Buku itu diluncurkan sebagai plepas kerinduan masyarakat pada SBY.

Terhadap peluncuran bukunya itu, SBY mengatakan, ia menggeluti twitter sejak tahun 2013 karena ingin berkomunikasi dengan rakyat dan dunia secara transparan.

“Agar saya bisa bicara langsung dengan rakyat. Agar pernyataan saya tidak dipelintir atau tidak dimuat secara utuh,” SBY mengisahkan.

Sayangnya,  banyak pihak tak senang dengan aktifitas SBY di dunia maya. Bagi SBY ini sangat berbahaya karena bisa menghancurkan demokrasi yang dibangun susah payah.

“Semua orang harus boleh menggunakan media sosial. Kalau rakyat dilarang menggunakan media sosial, hancur demokrasi kita,” SBY mengingatkan.

SBY menegaskan, ia dan Demokrat mendukung pemerintah dalam pemberantasan hoax tapi pemerintah harus adil terhadap siapa pun yang melakukannnya.

SBY tentu benar, jika pemerintah pilih kasih dalam pemberantasan hoax, itu bukanlah memerangi tetapi malah berperan memeliharanya.

(didik l pambudi)