Didi Irawadi Syamsuddin (dokpri)

Oleh: Didi Irawadi Syamsuddin SH, LL.M*)

Tiap profesi tentu ada etika dan kepatutan yang harus dijunjung tinggi. Tidak terkecuali bagi salah satu profesi tertua di dunia yakni seorang pengacara/advokat. Apalagi profesi pengacara adalah profesi yang terhormat (officium nobile).

Membela klien adalah demi tegaknya hukum dan kebenaran, bukan pembelaan membabi buta dengan cara merekayasa hal-hal yang tidak relevan, bahkan memainkan politik fitnah.

Oleh karenanya fitnah yang tidak bertanggungjawab; yang bertujuan  dengan sengaja menghancurkan kehormatan dan reputasi seseorang tanpa didukung alat bukti dan fakta hukum yang sahih tentu merupakan tindakan yang tidak terpuji bagi seorang advokat.

Fitnah telah dilakukan, lalu dengan entengnya berteriak “saya punya hak imunitas”, tentu aneh dan absurd jadinya. Sebab hak imunitas yang sejatinya untuk tujuan mulia pembelaan yang bermartabat, menjadi terdegradasi karena telah dijadikan tameng politik fitnah murahan.

Memang hak imunitas advokat diatur dalam Pasal 16 UU Advokat. Namun demikian hak imunitas advokat ini hanya berlaku bagi mereka yang menjalankan profesinya dengan itikad baik. Ukuran “itikad baik” adalah sesuai perundang-undangan yang berlaku dan tidak melanggar hukum. Dan sejatinya tentu dengan menjunjung tinggi kehormatan dan etika advokat.

Apabila tindakan advokat tersebut dilakukan dengan itikad buruk dan dilakukan di luar sidang pengadilan, advokat tentu tidak “kebal” hukum. Pandangan ini merujuk pada Pasal 16 UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat beserta dengan penjelasannya.

Pasal 16 UU Advokat berbunyi “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk pembelaan Klien dalam sidang Pengadilan”.

Sedangkan, penjelasan Pasal 16 UU Advokat menyatakan,  “Yang  dimaksud  dengan  “itikad baik” adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan Kliennya”.

Jadi kata kunci hak imunitas yang bermartabat adalah dengan cara “Itikad Baik”

Terkait tuduhan yang dilakukan oleh Sdr. Firman Widjaya terhadap Bpk Susilo Bambang Yudhoyono, yang di hadapan berbagai awak media di luar ruang sidang pengadilan sebagaimana dikutip dari media online Kompas.com pada tanggal 25 Januari 2018 yang menyatakan : “Pengacara Setya Novanto, Firman Wiijaya menilai, fakta persidangan berupa keterangan saksi telah mengungkap siapa sebenarnya aktor besar di balik proyek pengadaan kartu tanda pendududk berbasis eletronik (e-ktp). Berdasarkan keterangan saksi, menurut Firman, Proyek e-ktp dikuasai oleh pemenang pemilu pada 2009, yakni Partai Demokrat dan Susilo Bambang Yudhoyono….”

Maka atas fitnah dan tuduhan oleh Sdr. Firman Widjaya di atas kami telah bereaksi dengan melakukan upaya hukum ke Bareskrim Polri dan juga penegakan etika melalui Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) terkait pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI).

Kami adalah warga negara yang menjunjung tinggi hukum, maka tentulah fitnah tidaklah kami lawan dengan fitnah juga, tetapi melawan dengan cara yang terhormat dan bermartabat demi tegakknya kebenaran dan keadilan secara hukum.

Semoga baik penegak hukum yang akan menangani, juga organisasi profesi pengacara yang menaunginya segera memproses dan menghasilkan keputusan yang terbaik dan seadil-adilnya.

Bpk. Susilo Bambang Yudhoyono juga adalah warga negara seperti kita semua yang berhak sepenuhnya mendapatkan keadilan.  Berhak sepenuhnya membela diri dan melawan segala bentuk fitnah yg diarahkan kepada dirinya.

– Fiat Justitia Ruat Caelum, tegakkan keadilan sekalipun langit runtuh!

*)Kuasa Hukum Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono

(dik)