Oleh : Ferdinand Hutahaean*)
Saat ini, kita, Bangsa Indonesia, sedang hidup dan berada dalam sebuah situasi sangat tidak nyaman dan sangat mengkhawatirkan masa depan bangsa besar ini. Situasi ini terjadi pasca-kekalahan Ahok dalam kontestasi Demokrasi Pilkada Jakarta dan pasca-putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang menjatuhkan vonis hukuman penjara 2 tahun dengan memerintahkan menempatkan terhukum Ahok ke dalam Rumah Tahanan Negara.
Ahok kemudian ditahan atas perintah vonis pengadilan, maka Ahok wajib menjalani hukuman yang dipidanakan kepadanya dan tidak bisa dibatalkan atau ditangguhkan penahannya karena penahanan itu bukan lagi dalam rangka proses pemeriksaan perkara namun adalah penahanan karena perintah vonis hukuman.
Pasca Ahok ditahan, yang pada awalnya ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang kemudian dipindahkan ke Rutan Mako Brimob dengan alasan keamanan, semakin suburlah tumbuhnya benih-benih kehancuran bangsa. Tumbuh cepat dan bersemi bagai jamur di musim hujan. Bahkan ada anak bangsa ini yang tiba-tiba bangga dan senang melihat bangsanya terancam terpecah belah, ada anak bangsa ini yang tiba-tiba merasa bahagia melihat bangsa ini dihujat di negara asing.
Mungkinkah semua peristiwa ini akan memisahkan para nasionalis patriotis bangsa dengan para pengkhianat bangsa? Jikapun begitu, haruskah masih ada pengkhianat bangsa di tengah kemerdekaan semu ini?
Kondisi sangat mengkhawatirkan secara politik dan keamanan bukanlah isapan jempol semata. Polarisasi bangsa ini semakin terkutub. Kesalahan penanganan Ahok dari awal dan lemahnya kepemimpinan bangsa membuat semua ini memasuki sebuah ruang risiko yang seharusnya dari awal dihindari.
Namun karena ketidakadilan dan karena keberpihakan kekuasaan kepada Ahok, maka bangsa ini dibawa menantang risiko oleh penguasa. Mungkin awalnya merasa sepele dan dengan menggunakan pendekatan kekuasaan dianggap semua akan bisa diselesaikan dan diatasi. Fakta lapangan kemudian tidak seperti apa yang ada di dalam imajinasi dan rancangan penguasa. Situasi politik berubah, permainan berubah dengan cepat, penguasa kemudian tampak linglung mencari solusi karena semua ini di luar prediksi dan di luar rencana kekuasaan.
Saat ini pertentangan antar agama menjadi nyata, pertentangan ras mengikuti dengan nyata. Namun sayangnya, Presiden hingga kini tidak melakukan upaya jelas, konkret, bijak, tepat dan akurat untuk menghentikan perpecahan bangsa ini. Memang dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan tegas untuk menyelesaikan masalah kritis seperti sekarang. Presiden harus keluar dari ruang kebingungan dan kemudian tampil sebagai pemimpin karena ini adalah ujian bagi Jokowi sebagai presiden, apakah Jokowi adalah pemimpin atau cuma sekedar penguasa belaka. Jokowi harus bicara, berbuat dan bertindak untuk menjaga marwah bangsa ini, menjaga keutuhan bangsa dan menjaga kebhinnekaan yang mulai terkoyak.
Derasnya ujian saat ini sangat mempertaruhkan nasib bangsa. Keterlibatan pihak asing yang turut mencampuri masalah hukum di negara ini harus dijawab secara serius oleh Presiden. Ini masalah kedaulatan kita menjalankan aturan yang ada di negara ini. Ini tidak bisa dibiarkan, permasalahan yang ada sekarang harus dijelaskan kepada dunia Internasional adalah sebuah proses penegakan hukum yang sah di negara ini. Jokowi sebagai presiden, sebagai kepala negara harus menyatakan kepada dunia bahwa permasalahan Ahok adalah masalah hukum bukan masalah agama, Ahok dihukum bukan karena beragama Kristen tapi Ahok dihukum karena melanggar pasal 156a KUHP. Presiden harus meyakinkan dunia bahwa ini murni penegakan hukum. Kecuali jika presiden menginginkan bangsa ini pecah belah, hancur berantakan, maka teruslah diam tak berbuat.
Adanya gelombang sekelompok kecil orang yang coba-coba membawa masalah penegakan hukum menjadi masalah Agama serta membawa masalah ini ke kancah internasional adalah bentuk penghianatan kepada bangsa ini. Kelompok ini telah dengan sadar mendiskreditkan nama baik bangsa Indonesia yang toleran, berbhinneka tunggal ika. Kelompok ini adalah kelompok yang menodai nama bangsa dan siapapun mereka layak disebut sebagai penghianat bangsa karena telah dengan sadar merusak nama bangsa di kancah internasional.
Saya sarankan kepada semua kelompok, baik kelompok pendukung Ahok maupun kelompok lain dalam konflik ini, mari berhenti memporak-prandakan bangsa ini, mari berhenti merusak negara yang kita cintai ini. Biarkan hukum bekerja, biarkan Ahok menempuh jalur hukum lanjutan untuk mencari keadilan bagi dirinya. Dan kepada kelompok lain yang bukan pendukung Ahok, mari kita jaga keutuhan bangsa ini, kita jaga bangsa besar ini dengan cinta NKRI dan cinta Pancasila. Pendukung Ahok dan yang bukan pendukung Ahok, Kita semua anak bangsa yang seharusnya menghormati hukum, menjaga bangsa dari perpecahan. Kita adalah Indonesia.
Kembalilah semua kepada kehidupan masing-masing, jangan biarkan bangsa ini porak poranda hanya karena seorang Ahok. Bangsa ini jauh lebih penting untuk dijaga.
Jakarta, 14 Mei 2017
*)Pimpinan Rumah Amanah Rakyat dan Wakil Sekjen Bela Tanah Air