Oleh: Husnizar Hood*)

Setiap kali bertemu dengannya terasa tak berjarak tapi jabat tangannya tetap mengalirkan denyut darah seorang Jenderal walaupun kadang terasa halus ketika ia menguncangnya saya yakini itu bukan karena dia seorang yang tidak tegas tapi dia memimpin dengan hati dia selalu ingin bersahabat dengan siapa saja.

Makanya kalimat pembuka itu keluar dari mulutnya, “Mana foto gue?”, dengan logat Jakartanya yang khas ketika terakhir kali saya bertemu dengannya, di ruang kerjanya – BPOKK DPP Partai Demokrat Jakarta, bulan Agustus 2019, meskipun agak terlambat, sengaja saya datang sendiri mengantar album foto acara pernikahan anak sulung saya di Tanjungpinang yang kami laksanakan pada tanggal 2 Pebruari 2019 lalu.

Dialah Jenderal TNI (Purn) Pramono Edhie Wibowo dan kami selalu memanggilnya dengan sebutan PEW yang menjadi saksi pernikahan anak kami itu.

Tak banyak orang memanggil saya dengan nama “Hood”, dia adalah salah satunya, Hood itu adalah nama belakang saya dan itu sebenarnya adalah nama ayah saya yang sengaja diletakkan ayah saya di belakang nama kami enam bersaudara.

PEW langsung menyambut dengan semangat ketika saya sodorkan album foto acara pernikahan anak kami itu dan dia mulai membuka halaman demi halaman kemudian mengulang cerita acara itu dengan runut bagaimana acara pernikahan yang diselenggarakan dengan adat istiadat budaya Melayu, menyaksikan serunya juru bicara berbalas pantun dalam majelis yang semuanya berbaju biru, bagaimana makan beradab khas orang Melayu, apalagi ketika nasehat perkawinan yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Somad (UAS) menyegarkan suasana membuat PEW terbahak ketika Bang Hinca Panjaitan yang duduk disebelahnya diusik UAS berulang kali, alamak kenapa UAS berani, ternyata mereka berdua sesama anak Asahan.

“Gue senang banget acaranya”, begitu ucapnya, ia malah menceritakan lagi dengan salah seorang staf yang kebetulan ada di ruangannya itu yang menemani pertemuan kami.

Kehadiran PEW menjadi saksi di acara pernikahan anak kami merupakan sebuah kehormatan dan kebahagiaan yang luar biasa bagi kami sekeluarga, meskipun sebenarnya ada cerita lain di sebalik peristiwa itu yang jika dikenang membuat saya dan mungkin kita semua harus menahan sebak di dada.

Hari itu tanggal 1 Pebruari 2019 pagi sekali saya menerima pesan singkat ;

Dari SBY
Kpd yth Bpk Husnizar Hood

Assalamualaikum Wr wb

  1. Pak Husnizar, sebenarnya saya dan ibu Ani beserta rombongan sdh siap berangkat ke Kepri utk menghadiri dan menjadi saksi pernikahan Ananda Vinne dg Ikbar, Namun sesuai dengan penjelasan tim dokter kepresidenan ibu Ani pagi ini harus menjalani pengecekan lanjutan kesehatan beliau. Disampaikan pula agar saya dan keluarga mendampingi pemeriksaan lanjutan tsb. Saya minta doanya semoga sakitnya ibu Ani tdk serius.
  2. Dengan situasi “darurat” ini dgn sangat menyesal saya dan ibu Ani tdk bisa hadir dalam pernikahan putra putri Bapak. Klo pak Husnizar setuju dan masih mengharapkan ada saksi dari pihak keluarga besar SBY, saya akan meminta Bpk Jenderal TNI (purn) Pramono Edi Wibowo utk menjadi saksi akad nikah nanti.
  3. Sementara itu dulu pak Husnizar, saya menunggu respon dari Bapak. Sampaikan pula permohonan maaf saya ke Ibu Peppy candra
    Tks.
    Wassalamualaikum Wr Wb

Tanggal 1 Pebruari itu sehari sebelum hari pernikahan yang kami rencanakan dan pada tangal 1 Pebruari itu jugalah kita tahu kalau Ibu Ani Yudhoyono telah diberangkatkan ke Singapura untuk mendapatkan pengobatan sampai pada akhirnya ia kembali keharibaan-Nya. Al Fatihah

Ketika malam itu PEW tiba di Tanjungpinang, berbarengan dengan Bang Hinca walaupun penerbangan yang berbeda, Bang Hinca membawa file video ucapan permintaan maaf pak SBY yang tak bisa hadir pada acara pernikahan ini dan ucapan selamat kepada kedua mempelai serta pak SBY yang memohon doa masyarakat untuk kesembuhan Bu Ani, saya diminta harus menyiapkan videotron untuk memutar file itu ketika acara besok pagi, tentulah memerlukan tenaga ekstra, meskipun saya terharu akan perhatian pak SBY kepada kami, siapalah kami ini, dan ini sungguh luar biasa.

Dalam sibuk saya mempersiapkan semuanya hingga larut malam saya pikir masih ada yang lebih luar biasa selain itu, bahwa PEW yang kalau tidak salah sepengetahuan saya ketika itu sedang berada di Sulawesi dalam kerja Partai dia harus kembali ke Jakarta untuk langsung terbang lagi ke Kepri. Di saat kakak tercintanya sedang sakit tapi dia tetap melaksanakan tugas apapun yang diberikan kepadanya dan saya yakin itu pastilah karena pesan singkat yang saya terima dan itu mungkin yang disebut orang sebagai prajurit sejati.

Setelah usai rangkaian acara, pada pagi di acara pernikahan PEW menjadi saksi dan kemudian malamnya resepsi PEW memberikan ucapan ungkapan kebahagiaan besoknya dia harus kembali ke Jakarta pada penerbangan pertama, usai Subuh saya kejar dia ke Bandara ;

“Eh, Hood ngapain elo ke sini, elo pasti lagi capek, urus aja acaramu sana, gue bisa terbang sendiri”, itu teriaknya,

Pastilah itu bukan basa-basi, saya pikir ini peringatan ala tentara, nadanya agak tinggi.

“Siap Jenderal, bagi orang Melayu tamu itu harus diutamakan apalagi tamu utama,” jawab saya mencari alasan, PEW tertawa, kemudian tiba-tiba dia menarik tangan saya dan juga tangan Pepy, ketika suara panggilan pertama kepada semua penumpang untuk segera masuk ke pesawat mulai terdengar.

“Bapak dan Ibu itu selalu mikirkan kalian berdua, kalian harus jaga kepercayaan mereka dan saya titip jaga partai kita ini, oh ya kirim ya nanti foto-fotonya,” ujar PEW, kami berdua hanya mengangguk dan kemudian kami menitip salam buat Pak SBY dan Bu Ani, berharap bu Ani segera sembuh, beberapa langkah kemudian PEW tak tampak lagi, dia hilang di balik pintu masuk bandara Raja Haji Fisabilillah.

Sudah saya tunaikan mengantar foto yang dia minta, sudah saya tunaikan juga untuk terus menjaga partai ini dan ketika ini saya melihat jam menunjukkan 13.25 WIB, saya lihat lagi foto-foto PEW di acara pernikahan anak kami kemarin itu, foto seorang Jenderal yang gagah, seorang Jenderal yang bersahaja, seorang Jenderal yang ingin bersahabat dengan siapa saja seperti gaya fotomu yang dibawa di depan keranda itu, menuju Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Dari negeri jauh ini kami lafazkan al fatihah sekuat yang kami bisa, selamat jalan Jenderal, berjalanlah dengan gagah menghadapNya, tersenyumlah karena kebahagiaan abadi milikmu ada di sana.

*)Sekretaris PD DPD Kepri