Jakarta: Implementasi sistem sekolah lima hari seminggu memunculkan polemik di tengah masyarakat. Namun, rencana impementasi dengan durasi waktu delapan jam per hari sejatinya telah diuji coba Kemendikbud.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy bahkan menyebut ada 1000 lebih sekolah yang telah menerapkannya.
Tapi, tidak semua elemen masyarakat memiliki persamaan pandangan di balik upaya untuk membangun karakter bangsa lewat dunia pendidikan tersebut.
Menanggapi kebijakan tersebut, berbagai elemen masyarakat khususnya sejumlah ormas Islam telah menyatakan penolakannya, karena adanya kekhawatiran jam kegiatan pendidikan keagamaan informal yang diselenggarakan oleh Madrasah Diniyah (Madin) bisa terganggu.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR-RI, Edhie Baskoro Yudhoyono, akrab disapa Ibas, mendorong upaya dan kebijakan Kemendikbud untuk membangun karakter anak didik.
Namun menurut Ibas, kebijakan Program Penguatan Karakter 5 Hari belajar per minggu pada tahun 2017/2018 jangan sampai menimbulkan keresahan di masyarakat, apalagi sudah muncul sejumlah penolakan elemen masyarakat.
“Tentu kita memberikan perhatian serius terkait hal ini. Niat baik memajukan pendidikan di Indonesia harus kita dukung. Namun sejauh mana Kemendikbud telah mengkaji kebijakan tersebut. Apakah sudah secara komprehensif atau belum. Membangun karakter anak didik di sekolah tidak serta merta menambah jam belajar siswa dan justru mengorbankan waktu bersosialisasi bersama lingkungan dan bersama keluarga,” ujar Ibas di Jakarta.
Sudah cukup jelas, bahwa sosialisasi dan kordinasi menuju implementasi program tersebut masih perlu dimaksimalkan.
Kemendikbud perlu melakukan sejumlah usaha khususnya dengan ormas ormas Islam seperti, MUI, NU dan Muhammadiyah, maupun dengan para Kepala Daerah.
Saat ini ada puluhan ribu Madrasah Diniyah dengan puluhan juta muridnya yang belajar dari pukul 13 hingga 17 sore setiap harinya. Apalagi, Madin juga mempunyai payung hukum yang telah diatur oleh Kemenag RI.
Ibas yang juga anggota Komisi X DPR RI yang membidangi pendidikan ini juga mengingatkan agar Kemendikbud terus melakukan sosialisasi secara maksimal dan melakukan sinkronisasi kebijakan sesuai dengan aspirasi sejumlah elemen terkait kebijakan tersebut.
“Kami sepakat upaya untuk membangun karakter generasi penerus yang berkualitas, tapi apakah sudah memperhatikan dampak sosiologis anak, orang tua, keluarga, guru, dan bagaimana menyikapi penolakan dari sebagian elemen masyarakat yang merasa kebijakan tersebut belum tepat? Jadi silahkan ada rembug pendidikan nasional agar sinkron antarlembaga, antar aturan agar tidak menimbulkan kekhawatiran,” ucap wakil rakyat asal Dapil VII Jatim ini.
Menurut Ibas, di era Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, upaya membangun karakter anak didik telah diamanatkan melalui kebijakan K-13 di mana seluruh mata pelajaran diarahkan untuk membentuk murid agar mempunyai Kompetensi Sikap, Kompetensi Ketrampilan dan Kompetensi Pengetahuan.
Dalam membangun wawasan Kebangsaan dan Kebhinekaan, dalam K-13 mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) telah diperluas menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dengan pendekatan studi-studi aktual sehingga siswa dapat memahami implementasi nilai-nilai Pancasila, UUD, Kebhinekaan dan NKRI.
(jpnn/dik)