Jakarta: Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono menegaskan pentingnya peran buruh dalam pembangunan suatu negara. Mengutip kata-kata Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), hidup buruh harus layak, era upah buruh murah sudah hilang. Pak SBY selalu menyelesaikan permasalahan terkait ketenagakerjaan. Tidak sedikit beliau didemo, Partai Demokrat dikritik. Tapi kita tidak marah. itulah wajah dan ruang demokrasi.
“Demokrasi yang kita bentuk harus berarti dan berwarna. All wealth is the product of labor,” kata Ibas.
Hal ini disampaikan oleh Ibas pada acara audiensi dengan Gerakan Kesejahteraan Nasional (GEKANAS), Selasa (02/09), di Ruang Rapat Fraksi Partai Demokrat DPR RI. Ia melanjutkan bahwa pekerja/buruh layak mendapatkan kesejahteraan dan keadilan. Untuk itu, saat ini dirasa timing yang tepat untuk kembali mengawal pembahasan mengenai RUU Cipta Kerja.
“Saat ini kita kembali karena kita ingin mengawal parlemen, kami tidak ingin menjadi pemalu yang bekerja di politik, kita ingin membawa aspirasi rakyat” tambahnya.
Serikat Buruh berharap banyak dari pertemuan yang dilakukan pada hari ini. Diharapkan partai Demokrat yang tengah bergabung kembali dalam Panja dapat menjadi penyambung lidah dari buruh dan pekerja.
Sebagai koordinator dari Aliansi GEKANAS, R. Abdullah menekankan penolakan karena tiga hal utama.
Pertama, dari hasil kajian yang dilakukan, ada indikasi bertentangan Pancasila dan UUD 1945 terkait ketenagakerjaan dan kelistrikan.
Kedua, jika terjadi pengesahan maka terjadi gradasi dari UU sebelumnya, seperti aspek perlindungan, upah, jaminan sosial.
Ketiga, tidak ada komparasi di dunia omnibuslaw, UU Investasi dan perburuhan yang dijadikan satu.
Keempat, Dengan adanya gradasi ini, ada kerendahan martabat dari pekerja/buruh dimata pemilik usaha, padahal buruh memiliki keunggulan kompetitif.
Di samping itu, pihaknya menegaskan bahwa high call nya adalah mengeluarkan klaster ketenagakerjaan, moderate call nya UU ketenagakerjaan tetap berlaku dan menjadi safety net bagi pekerja dan low call nya adalah silahkan membuat UU baru yang menyongsong perubahan tapi di luar Omnibus Law.
Roy Jinto sebagai Ketua Umum dari FSP TSK SPSI menambahkan bahwa Omnibus Law ini juga diskriminatif yang lebih melindungi korporasi. Hal ini tidak nyambung dengan prinsip ketenagakerjaan. Akan ada penyalahgunaan wewenang (abuse of power), kewenangan legislasi DPR dan daerah akan terdegradasi, sambungnya. Hal ini akan membentuk New Orde Baru. Padahal menurut World Bank dan BKPM, peghambat investasi itu mengenai perizinan, pengadaan lahan dan kebijakan daerah serta ego sektor K/L, bukannya masalah buruh/pekerja.
Indra Munaswar, Ketua Umum FSPI yang ikut serta dalam audiensi tersebut menyuarakan beberapa pasal bermasalah.
Pertama, Bab VII tentang TKA, Nanti tidak ada ruang TKI untuk mendapatkan pekerjaan yang dapat dikerjakan karena diambil alih oleh TKA. Karena RUU ini menyatakan gak usah diperiksa dan memenuhi kriteria, tegasnya.
Kedua, Bab IX tentang Hubungan kerja, yang paling parah adalah dihapusnya pasal 59 tentang PKWT, dengan itu maka otomatis semua pekerjaan bisa PKWT.
Ketiga, lebih fatal lagi dihapusnya pasal 65, seluruh pekerjaan akan dapat diborongkan.
Keempat, Pasal 66 lebih parah lagi, PPJP diubah menjadi alih daya, akan terjadi perbudakan modern, padahal ini diharamkan alih daya seperti ini oleh dunia.
Dari sektor Kelistrikan, Adi Wijaya, Sekjen PPIP menegaskan bahwa Omnibus Law juga berpotensi menghilangkan fungsi pembuatan pedoman dam penentuan tarif listrik, sehingga DPR tidak ada kewenangan untuk menentukan tarif listrik.
Ibas mewakili Fraksi Partai Demokrat menekankan bahwa semua permasalahan dapat diselesaikan dengan duduk bersama, seperti halnya yang dilakukan pada era kepemimpinan Pak SBY yang menginginkan duduk bersama dengan tripartit yang kemudian mengeluarkan 10 poin amandemen dengan pemerintah sebagai regulator terkait upah, kesejahteraan, fasilitas dan juga di sisi pengusahanya. Pihaknya juga berharap bahwa dalam pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja tidak ada yang dirugikan dan Indonesia semakin bergerak maju.
“Intinya tidak boleh ada pasal titipan atau pasal siluman, kalau ada salah ketik ya harus diperbaiki”tambahnya.
“Partai Demokrat merupakan partai tengah untuk semua golongan, kami menghargai kemajemukan dan merangkul semua potensi yang ada. Itu termasuk komitmen kami untuk pengusaha dan serikat pekerja,” kata Ibas
Ibas menambahkan, Partai Demokrat menempatkan diri sebagai wasit antara pengusaha dan pekerja sekali lagi agar tidak ada yang dirugikan baik dari golongan buruh maupun pengusaha.
(Rilis Media FPD)