Kalau 1 Mei 2018 adalah hari libur nasional, maka kita harus berterimakasih pada SBY. Ya, SBY-lah yang menandatangi Keputusan Presiden No 24 Tahun 2013 yang menetapkan tanggal 1 Mei adalah Hari Libur Nasional untuk memperingati Hari Buruh Internasional.
Jangan dipikir penetapan 1 Mei ini tanpa kontroversi. Maklum saja, sejak era Orde Baru, gerakan buruh selalu diindentikan dengan paham kiri, bahkan komunis. Padahal, banyak buruh yang berjuang dengan nilai-nilai religi. Buktinya, pasca reformasi banyak berdiri serikat buruh yang berbasiskan pemeluk agama tertentu.
Transisi kepemimpinan dari Soeharto ke Habibie, Gus Dur dan Megawati tetap menyisakan pekerjaan rumah besar. Nasib Hari Buruh terus menggantung dan tidak mendapat pengakuan dari Pemerintah. Barulah pada era SBY, tanggal 1 Mei ini ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional. Ditengah stigma negatif yang mendera 1 Mei, bisa dikatakan SBY tergolong berani. Tidak banyak pemimpin di Indonesia yang berani bersikap tegas terkait 1 Mei sebagaimana yang dinyatakan SBY.
Tentu saja keberpihakan SBY kepada kaum buruh tidak berhenti pada penetapan hari libur 1 Mei. Sejak awal menjabat SBY terus mendorong penghapusan upah murah. SBY mendorong membentukan upah buruh yang pas: artinya upah tersebut harus didasarkan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktifitas dan pertumbuhan ekonomi.
Sederhananya, jika produktiftas buruh meningkat, upah buruh pun wajib naik. Dan jika pengusaha dan pemodal mengingkari hal ini, maka mereka termasuk kaum jahat. Ini sesuai dengan cuitan SBY di akun Twitternya beberapa waktu silam.
Para pemilik modal yang terlalu serakah dan menumpuk kekayaan tanpa batas diatas penderitaan buruh dan rakyat adalah kaum jahat.!!
Jaminan sosial pekerja di era SBY pun terbilang lengkap. Dengan sistem asuransi, jaminan sosial pekerja meliputi Jaminan hari tua, jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, hingga jaminan PHK. Untuk jaminan pemeliharaan kesehatan kemudian dikembangkan menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Tidak ada lagi seorang buruh yang tidak bisa mengakses rumah sakit apabila jatuh sakit.
Jangan lupa, SBY adalah presiden pertama yang memelopori pendirian rumah sakit khusus pekerja di Indonesia, yakni Rumah Sakit Umum Pekerja di Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Cakung-Cilincing.
Sektor perumahan buruh pun diperhatikan. Pemerintahan era SBY terus membangun rumah susun sewa untuk para buruh. Ada di Batam, Jababeka, Surabaya dan kawasan-kawasan industri lainnya. Untuk para pekerja yang sudah berkeluarga diluncurkan program KPR untuk pekerja dengan bunga yang disubsidi.
Kepedulian SBY juga ditujukan untuk buruh yang bekerja di luar negeri, untuk TKI. Mulai dari proses pendaftaran, pelatihan hingga penempatan diawasi dengan baik. Untuk TKI yang ingin berhenti, ada program KUR untuk TKI yang tidak perlu jaminan. Kelincahan SBY terkait TKI ini dibuktikan dengan pembentukan Satgas TKI. Lewat Satgas TKI ini, pemerintah berhasil menyelamatkan 176 TKI calon terpidana mati di luar negeri. Sungguh suatu prestasi yang luar biasa.
Sekarang SBY bukan lagi presiden. Partai Demokrat juga bukan lagi menjadi the rulling party. Tapi kita sama-sama melihat, SBY dan Partai Demokrat tetap berada dalam posisi membela hak-hak buruh yang berkeadilan. Ini adalah sesuatu yang patut diapresiasi, dan sebagai warga negara kita tentu berharap warisan SBY di sektor perburuhan ini bisa dilanjutkan kembali.
(Ridwan Sugianto/kompasiana)