Jakarta: Sekretaris Departemen Dalam Negeri DPP Partai Demokrat, H. Abdullah Rasyid menegaskan partainya akan mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di balik sikap Bawaslu Sumut terkait proses pencalonan JR Saragih di Pilgubsu 2018. Sikap Bawaslu Sumut dinilai ambigu karena meski memberi peluang calon usungan Partai Demokrat untuk melegalisir ulang ijazah SMA-nya, Bawaslu juga memproses laporan masyarakat atas objek yang sama.
Yang pasti, kata Rasyid, Demokrat dan partai pengusung JR Saragih-Ance Selian lainnya, yakni PKB dan PKPI telah dihancurkan kredibilitasnya di mata publik.
“Demokrat tidak akan tinggal diam. Demikian pula PKB dan PKPI. Kita bersama-sama akan mengungkap ada apa di balik semua ini,” kata Abdullah Rasyid dalam pernyataan tertulis ke web demokrat, Kamis (8/3).
Di satu sisi, Rasyid mengingatkan, penyelenggara, baik KPU maupun Bawaslu Sumut, sangat proaktif.
“Di sisi lain, dengan mudah menghentikan persoalan,” katanya sembari membandingan dengan persoalan ijazah Sihar Sitorus.
Adalah Nurmahadi Darmawan (43), warga Jalan Raharja, Medan Selayang, yang melapor ke Bawaslu dengan dugaan JR Saragih memasukkan dokumen palsu untuk pencalonannya. Laporan beregister No 05/LP/PG/Prov/02.00/III/2018, tertanggal 2 Maret 2018 itu direspon Bawaslu dengan mengutus penyidik Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Sumut untuk mendatangi Sekretariat KPU Sumut di Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan.
Kedatangan para penyidik Gakkumdu ke KPU Sumut pada Selasa (6/3) dibenarkan oleh Ketua KPU Sumut Mulia Banurea. Dikatakannya, para penyidik Gakkumdu mencari sejumlah dokumen pendaftaran JR. Namun, Mulia tidak mengetahui apa saja dokumen yang diminta penyidik.
“Apa yang diinginkan itu, tanya Hardi Munte (Komisioner Bawaslu Sumut yang juga Koordinator Gakkumdu). Dia yang tanda tangani surat tugasnya,” jelas Mulia.
Sementara, Hardi Munte sendiri mengaku belum mendapat laporan tentang apa saja dokumen yang telah diambil penyidik Gakkumdu dari KPU Sumut.
“Saya belum dapat laporan dari koordinator penyidik,” kata Hardi, Rabu (7/3) malam.
Namun, dia menegaskan bahwa langkah penyidik Gakkumdu itu merupakan tindak lanjut atas laporan masyarakat tentang dokumen pendaftaran JR Saragih yang terindikasi palsu. Bawaslu, sebagai pengawas kemudian melimpahkan ke Gakkumdu karena adanya unsur pidana dalam laporan tersebut.
Meski begitu, menurut Hardi, laporan tersebut tidak secara rinci menyebut dokumen mana yang diduga palsu.
“Spesifik belum kelihatan, kita masih selidiki gimana. Terkait syarat calon. Yang mana apa surat dinas itu, ijazah itu, belum tahu,” paparnya.
Diketahui, Bawaslu Sumut pada Sabtu (3/3) telah mengabulkan sebagian permohonan pasangan JR Saragih-Ance Selian yang dicoret oleh KPU Sumut karena legalisir ijazah JR tidak diakui. Dalam putusannya, Bawaslu Sumut memberi waktu 7 hari kepada JR Saragih untuk melegalisir ulang ijazah SMA-nya. Keputusan ini membuka peluang bagi pasangan yang diusung koalisi Demokrat, PKB dan PKPI tersebut untuk menjadi paslon nomor urut 3 di Pilgub Sumut.
Pengamat Politik asal Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Sohibul Anshor Siregar mengatakan Bawaslu Sumut bisa saja melanjutkan laporan masyarakat, jika substansinya berbeda dengan apa yang diputuskan Bawaslu terkait sengketa pilkada antara JR Saragih-Ance dengan KPU Sumut.
“Tapi kalau objek yang dilaporkan sama dengan yang sudah diputuskan Sabtu, 3 Maret lalu, ya tidak perlu ditindaklanjuti,” ujarnya Rabu (7/3) malam.
Terlepas dari itu, Sohibul justru bertanya-tanya tentang penghentian pemeriksaan laporan yang dibuat Hamdan Noor Manik tentang permasalahan ijazah Sihar Sitorus.
“Itu sampai sekarang belum dibuka ke publik. Apa yang mendasari mereka menghentikan pemeriksaan itu? Harusnya, poin-poin yang membuat itu dibatalkan detail disampaikan ke masyarakat,” tegasnya.
Koordinator Kelompok Kerja Hubungan Masyarakat (Pokja Humas) Sumut, H. Idrus Djunaidi mengaku sangat prihatin atas sikap penyelenggara Pemilu, baik KPU maupun Bawaslu Sumut, yang menurutnya ambigu dan nyata-nyata membingungkan masyarakat. Baginya, sikap dimaksud paradoks dengan tujuan pembentukan kedua lembaga negara tersebut.
“Kedua lembaga itu kan dibentuk untuk penegakan demokratisasi di negara ini. Tapi, apa yang terjadi di Sumut atas sikap kedua lembaga tersebut justru merusak demokrasi. Saya kira ada aktor di balik layar yang memaksakan kehendak atas proses demokratisasi di Sumut,” tukas Idrus, Kamis (8/3) siang.
Melihat latar belakang JR Saragih, bagi Idrus apa yang dipertontonkan KPU Sumut saat penetapan calon 12 Februari lalu, adalah penghinaan besar bagi institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“JR itu kan jebolan Akademi Militer (Akmil). Keraguan KPU atas legalitas pendidikan SMA JR sama artinya menyebut panitia seleksi taruna di Akmil tak becus. Selain mencederai nama baik TNI, ulah KPU juga telah mencederai perasaan masyarakat pendukung JR-Ance,” pungkasnya.
(rilis/dik)