Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (ist)

Oleh: M. Zakiy Mubarok*)

“Ada buku yang tak pantas untuk dilupakan, ada pula yang tak pantas untuk diingat,” demikian dikatakan dalam ‘The Dyer’s Hand Reading’.

Kutipan di buku Negara Paripurna karya Yudi Latif itu seketika hadir saat saya membuka buku ‘Indonesia Unggul’. Buku kumpulan pemikiran dan tulisan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Membaca buku ‘Indonesia Unggul’ kita akan menemukan prinsip-prinsip yang sangat fundamental bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya,  buku ‘Indonesia Unggul’ tak pantas untuk dilupakan.

Terlebih seluruh naskah yang ada dalam buku ‘Indonesia Unggul’ pernah dipidatokan SBY dalam berbagai forum internasional, baik yang di selenggarakan di dalam negeri maupun mancanegara. Dan   di apresiasi oleh pemimpin dunia.

Buku yang terdiri dari 6 bagian dan 21 bab, plus halaman wawancara SBY dengan media, itu SBY antara lain berbicara tentang Pembangunan Bangsa, Demokrasi, dan Reformasi. Renungan Tentang Islam. Resolusi Konflik. Ekonomi, Pembangunan, dan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs). Hubungan Internasional. Kesemua isu ini dibahas secara rinci dan konseptual, sebagai pilar pembangunan berbangsa dan bernegara. 

Sejak di bagian pengantar, SBY sudah menghentak kesadaran kita tentang beratnya amanah dan tanggungjawab yang diemban oleh seorang Presiden. Hal ini bisa kita rasakan saat SBY mengatakan, ‘Kepresiden Indonesia kiranya merupakan kantor politik tertinggi di kepulauan yang luas ini. Jabatan ini juga mengemban tanggung jawab sangat besar, yang akan mengarahkan perjalanan sejarah Indonesia’.

Sebab itu, SBY memberi penekanan, kehadiran bangsa Indonesia harus bisa tetap relevan dalam pergaulan internasional. Caranya, harus terus menerus melakukan transformasi.  Karena kita tidak ingin Bangsa Indonesia hanya sekedar mampu mempertahankan eksistensinya, tapi harus menjadi bangsa yang lebih maju dari bangsa lain. Untuk mencapai hal itu, menurut pengamatan SBY, sebuah bangsa tidak cukup hanya kompetitif tapi juga harus mampu dan cepat beradaptasi dalam arus besar perubahan dunia. Di era SBY, demokrasi Indonesia sudah semakin maju dengan menempati negara demokrasi terbesar ke tiga setelah India dan AS.

Dalam buku ini, SBY memperkenalkan istilah esensi budaya unggul. Suatu istilah, yang saat itu (mungkin juga sampai hari ini) belum banyak didengar di tanah air. Menurut SBY, jika ingin menjadi bangsa yang maju dan berperadaban tinggi,  Bangsa Indonesia harus terpanggil oleh budaya unggul.

Budaya unggul yang dimaksud SBY adalah hasrat untuk selalu menjadi yang terbaik dan berprestasi. Jika orang lain bisa berbuat yang terbaik, maka kita pun bisa melakukan hal yang sama baiknya. Bahkan harus lebih baik lagi. Menurut SBY, budaya unggul yang memparipurnakan tiga proyek nasional yang saat itu terus menerus diikhtiarkan oleh SBY sebagai Presiden RI. Proyek nasional dimaksud adalah reformasi, demokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). 

SBY mengajak kita bercermin pada perjalanan sejarah bangsa Yunani, Ummat Islam, dan Masyarakat Eropa, yang pernah dan telah mengalami kemajuan dalam peradabannya. Dalam pandangan SBY, sejarah kemajuan tiga peradaban itu karena mereka memiliki budaya unggul. Dan bangsa-bangsa yang mengembangkan budaya unggul cenderung lebih maju dibandingkan bangsa lainnya.

*)Penulis adalah Direktur Eksekutif Daerah DPD Partai Demokrat NTB 2011-2016