Jakarta: “Partai Demokrat menentang praktik-praktik eksploitasi politik identitas yang seringkali dimainkan dalam konstelasi politik bangsa ini. Khittah perjuangan politik Partai Demokrat adalah wasathiyyah, atau tengah dan moderat, nasionalis-religius, dan tidak mau terjebak dalam pertarungan ideologi ekstrem. Karena itu, saat ada yang menikmati terjadinya eksploitasi politik identitas, kami berusaha istiqomah dan konsisten untuk tidak tergoda dan tetap berada di tengah untuk menjaga keseimbangan,” tegas Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Penegasan tersebut disampaikan AHY saat membuka acara Silaturahmi Kebangsaan dan Webminar: Agama dan Pancasila dalam Merawat Ke-Indonesiaan, Bedah Tuntas RUU HIP melalui aplikasi zoom, Jumat (26/6) sore.
“Saya ingin menjadikan diskusi lintas agama ini sebagai jembatan komunikasi untuk menghilangkan asumsi, prasangka dan meneguhkan kembali visi kebangsaan kita sebagai NKRI. Melalui diskusi lintas agama ini, mari kita perkuat fondasi, toleransi dan kesepahaman sebagai bangsa, agar Indonesia terhindar dari ancaman konflik dan perpecahan di akar rumput,” lanjut AHY.
Ketum AHY memberikan apresiasi kepada para tokoh yang peduli akan hal ini.
“Karena itu, Partai Demokrat ingin menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada para pemuka ormas sosial keagamaan dan juga para tokoh lintas agama, yang telah secara kritis terus ikut mengawal dan mengawasi politik legislasi di parlemen. Partai Demokrat juga menyampaikan bahwa kami terbuka dan siap menjadi penyambung lidah rakyat dan umat lintas agama,” terangnya.
Acara yang diinisiasi oleh Departemen Agama dan Sosial DPP Partai Demokrat yang dikepalai Munawar Fuad ini diharapkan bisa memberi solusi atas masalah-masalah yang terjadi.
“Kami saat ini ingin terus menjadi bagian untuk merespons, memberi solusi, menangkap suara kebatinan masyarakat sampai kapan pun,” tutur Munawar.
Acara ini mengundang narasumber dari berbagai ormas sosial keagamaan dan juga para tokoh lintas agama mulai dari Wakil Ketua MPR RI Sjarifuddin Hasan, Sekjend MUI Pusat Anwar Abbas, Sekjend PBNU Helmy Faishal Zainy, Sekjend PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Tokoh Pemuka Kristen Natalis Situmorang, Tokoh Pemuka Buddha Ponijan Liaw, Tokoh Pemuka Hindu I Made Mudarta, Tokoh Pemuka Khonghucu Chandra Setiawan, Presidium KAHMI Siti Zuhro, Sekjend PP DMI Imam Addaruqutni, MPP ICMI Jafar Hafsyah sampai Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron.
Sekjend PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti memberikan apresiasi kepada Partai Demokrat yang tidak ikut menandatangani RUU HIP.
“Kami sangat berharap kepada Partai Demokrat untuk istiqomah memperjuangkan aspirasi dan mendorong pembahasan RUU HIP ini dihentikan. Jangan ada upaya pihak-pihak tertentu untuk mengajukan rancangan undang-undang lain dengan nama berbeda tapi isinya sama dengan RUU HIP ini. Pandangan PP Muhammadiyah sejalan dengan Partai Demokrat,” tuturnya.
Selanjutnya Natalis Situmorang salah satu tokoh Pemuka Katolik melihat dengan pembahasan RUU ini, bangsa kita seolah-olah mundur.
“Membahas persoalan-persoalan yang sudah tuntas sebelumnya. Kesimpulannya kita harus konsisten dengan Pancasila. Yang terpenting kita harus mencari cara agar bisa mengamalkannya dengan cara yang harus disesuaikan dengan zamannya,” tegasnya.
Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan tokoh-tokoh pemuka agama yang lain.
Siti Zuhro Presidium KAHMI pun memiliki pandangan yang serupa.
“Sebagai bangsa yang sangat majemuk membuat NKRI sangat rentan. Pancasila hanya butuh dipahami, dihayati, dan diimplementasikan melalui pemikiran dan tindakan. Banyak yang bilang NKRI harga mati, sama dengan Pancasila. Pancasila pun harga mati,” katanya.
Anwar Abbas Sekjend MUI Pusat pun menegaskan bahwa MUI menolak RUU HIP.
“Jangan sampai RUU ini disahkan menjadi UU sebelum isinya sesuai dengan nilai-nilai dan semangat Pancasila,” tegasnya.
(dna/csa)