Oleh: Willem Wandik S. Sos*)

Narasi justice, dalam refleksi Tanah Papua, sering digunakan diksi “inequality” yang artinya ketidakadilan atau ketimpangan. Merupakan narasi gagasan besar tulisan artikel saya (Willem Wandik S. Sos), yang jumlahnya sudah mencapai ratusan judul, yang dirilis sejak pertama kali saya masuk ke parlemen pada tahun 2014 silam.

Saya juga tidak pernah menyangka, tema-tema inequality dalam perspektif Tanah Papua (kontekstual) yang telah dirilis telah mencapai ratusan artikel, dan telah memberikan kontribusi “gagasan” bagi perjalanan sejarah perjuangan Tanah Papua hingga hari ini.

Partai Demokrat dan seluruh kader serta simpatisan di seluruh Tanah Air, sepatutnya bangga memiliki tokoh panutan dalam berpolitik, yaitu seorang leader, inspirator, demokrat, humanis, reformis, pelopor perdamaian, penyokong supremasi sipil, seorang ideolog, seorang akademisi dan pemikir, Bapak Presiden RI ke-6, Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang terus hadir memberikan sumbangsih pikiran terbaiknya bagi keberlangsungan “survivor of the nation” dan bagaimana Indonesia dapat mencapai cita-cita kemakmuran bersama, keadilan sosial berdasarkan amanat UUD 1945 dan landasan filosofis negara Pancasila, yang harus dibangun dengan etika politik yang menjunjung tinggi tujuan tujuan keadilan bagi seluruh rakyat di nusantara.

Kehadiran Bapak SBY saat ini, di tengah tengah tingginya pragmatisme sistem politik yang ditampilkan oleh para elite nasional, menjadi “pelepas dahaga” di tengah tengah “dahaga” publik yang melihat gersang dan suramnya masa depan politik nasional, terlebih lagi masa depan negara.

Percikan api konflik semakin hari semakin terlihat jelas, terdapat ruang “kesenjangan” yang begitu lebar dan tinggi menjulang, antara retorika kekuasaan dengan realitas yang dihadapi oleh masyarakat.

Sepertinya, negara berjalan di luar kehendak rakyat. Dan dikendalikan sepenuhnya, oleh oligarki kekuasaan yang terus menerus memainkan politik konflik, untuk menutupi banyaknya skandal di negeri ini.

Supremasi hukum dan keadilan terus merosot hingga ke titik nadir (titik terendah), lawan-lawan politik dihabisi dengan cara culas, keuangan APBN di habiskan untuk kepentingan kekayaan oligarki, kewenangan lembaga perwakilan rakyat yang bertugas mengawasi sistem presidensial dilemahkan dan bahkan dilucuti oleh kelompok mayoritas kekuasaan. Dan hampir tidak ada yang tersisa saat ini, selain, rakyat yang masih berpegang teguh pada keyakinan akan Tuhan yang Maha Pengasih dan Pemberi Keadilan.

Jangan sampai, ulah para elite nasional, yang tidak perduli kepada nasib rakyat, bangsa, dan negaranya, menjadikan Indonesia justru terpecah belah menjadi berkeping-keping, karena rasa keadilan yang telah hilang di hati dan pikiran rakyat.

Bapak SBY sejatinya mengingatkan kita semua tentang esensi justice bagi keutuhan bangsa dan negara.

Wa Wa Matur Nuwun Horas.

*)Anggota DPR/ MPR RI Fraksi Partai Demokrat; Wakil Ketua Umum Partai Demokrat