Oleh: Boyke Novrizon*)
Catatan Akhir Tahun 2017 Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tentang Situasi Nasional Saat Ini dalam Menghadapi Era Globalisasi
Dalam kondisi keterpurukan negara di berbagai sektor yang dikelola penguasa saat ini, tentunya tidak terlepas dan berimbas pada keterpurukan nilai dan elektabilitas Joko Widodo sebagai presiden saat ini, baik secara kinerja maupun citranya di hadapan publik masyarakat/rakyat Indonesia. Hal ini bisa berimbas dan memiliki dampak sangat kuat terhadap kerugian Jokowi secara politik dalam Pilpres 2019.
Semua keterpurukan ini menyimpulkan banyaknya indikator dan sebab, diantaranya adalah, kondisi :
I.POLITIK
Kebijakan Politik Luar Negeri Nasional sangat tidak berimbang dan tampaknya mengarah kepada keberpihakan terhadap “Poros Beijing”. Bila benar, sangat dikhawatirkan dapat berakibat negatif terhadap respons balik dari kekuatan politik USA, Eropa dan negara-negara di dunia terhadap Indonesia. Walaupun, saat ini, kondisi perekonomian China sangat cepat melesat dan menjadi kekuatan ekonomi nomor 2 di dunia, namun sikap perimbangan harus tetap dijalankan dan tidak tampak secara sepihak.
Begitupun sama adanya langkah dan kebijakan beberapa Kementrian Pemerintahan Jokowi dapat menimbulkan konflik atau persoalan yang terjadi dengan negara-negara sahabat. Cara reaksioner dalam penyelesaian masalah yang akhirnya memunculkan masalah baru, tentunya sangat bertolak belakang dengan cara dan langkah yang telah diambil pemerintahan sebelumnya, yang mengunakan cara humanis serta kekeluargaan di dalam menyelesaikan konflik atau persoalan yang ada.
Kegaduhan Politik yang silih berganti dan terus menerus terjadi di dalam negeri saat ini, tentunya tidak terlepas dari langkah atau kebijakan politik salah yang telah diambil dan ditetapkan pemerintah pusat baik secara nasional maupun daerah.
Salah satu dari penyebabnya, saya pikir, karena pemerintah menggunakan dan mengkapitalkan langkah total “Politik Penguasa dan Kekuasaan” (teror, intimidasi, fitnah, ancaman, paksaan bahkan menggunakan kekuatan hukum) pada berbagai kebijakan untuk mencapai dan mendapatkan kekuatan politik pusat maupun kekuatan politik daerah secara masif dalam tempo singkat dan instan demi keberhasilannya. Penguasa, bisa jadi, membunuh DEMOKRASI yang telah dibangun oleh Pemerintahan SBY pada era/masa sebelumnya.
Pemerintah atau penguasa saat ini, terkesan bersikap layaknya seorang RAJA tanpa mau dikoreksi, sangat otoriterian, menghalalkan berbagai macam cara, menabrak konstitusi yang telah ditetapkan dan mengarah kepada tindakan zalim dan fitnah hanya untuk mencapai hasrat atas tujuan politiknya.
Referensi :
Diduga memaksakan dan menabrak konstitusi dalam perihal “Presidential Thresshold 20%” dalam pelaksanaan Pilpres 2019 nanti untuk kepentingan politik dan kekuasaan penguasa serta rezim saat ini.
Diduga Mencoba melakukan intimidasi, teror, ancaman dan paksaan kepada Lukas Enembe (Gubernur Papua) untuk kepentingan kekuasaan dalam Pilpres 2019.
Diduga ada keberpihakan aparat dan institusi pemerintah terhadap kepentingan penguasa (Kepolisian, BIN, dan institusi hukum) untuk kepentingan penguasa.
Diduga melemparkan fitnah untuk mengalahkan rival politik. Indikasinya adalah fitnah yang dilontarkan “ANTASARI ASHAR kepada SBY” yang dilakukan sehari sebelum Pilkada DKI Jakarta dilaksanakan.
Adanya Tuduhan serta Fitnah Keji dan Jahat sekelompok orang kepada SBY (tokoh politik) dan Partai Demokrat (kekuatan politik) berada di balik aksi demonstrasi Bela Islam 212.
Diduga membiasakan perilaku tidak baik dengan menghilangkan kinerja Presiden SBY dan melakukan klaim serta Kebohongan publik atas kinerja dan pembangunan yang telah diperbuat Pemerintahan SBY selama 10 tahun (baik pekerjaan infrastruktur dan pembangunan lainnya)
Diduga membiarkan penyadapan atas telepon pribadi SBY untuk kepentingan politik sepihak.
Adakah yang bisa menambahkan perlakuan tidak terpuji lainnya?
II.KEBERADAAN HUKUM
Terkesan kondisi hukum/lembaga hukum saat ini menjadi produk tidak bermanfaat atas falsafah kebenarannya. Hukum menjadi mandul dan terindikasi mati dari tempat yang sesungguhnya, Hukum dijadikan alat politik dan propaganda bagi penguasa dan pemerintah untuk mencapai aspek tujunnya serta untuk mempertahankan dan memperpanjang kekuasaan penguasa saat ini pada periode selanjutanya (Pilpres 2019).
Saat Hukum yang digadang pemerintah/penguasa ini angkat bicara maka ada potensi ancaman, teror, intimidasi dan paksaan yang dilakukan sepihak (kelompok tertentu) hanya untuk menguntungkan penguasa.
Hukum dijadikan alat sandera bagi kekuatan politik atau personal yang kiranya berseberangan dengan kebijakan/kemauan pemerintah dan penguasa saat ini, baik dari sisi kepentingan atas kekuasaan ekonomi maupun kekuasaan politik. Penguasa tampaknya tidak segan memainkan peran kuasanya baik dengan cara mengeleminir bahkan mencoba menghancurkan kekuatan serta keberadaan rival politik, serta penangkapan yang dilakukan kepada tokoh masyarakat, alim ulama, aktivis masyarakat, aktivis buruh, aktivis agama, aktivis mahasiswa dan lainnya. Situasi ini tentu sangat merugikan banyak pihak.
Pemerintah dan penguasa seakan menjadi “PENGUASA HUKUM TUNGGAL” terhadap masyarakat di negeri ini dari segala bentuk aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi, hukum beserta seluruh peradabannya di Indonesia.
Referensi:
Perihal Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan KIP memakai pendanaan CSR uang BUMN (dana bantuan sosial), diduga, tanpa terlebih dahulu meminta masukan dan izin dari DPR-RI serta tanpa adanya proses tender terhadap proyek terkait
Kasus E-KTP yang merugikan negara dengan nilai sangat fantastis sekitar 2.3 triliun ternyata mulai digelapkan. Tampaknya ada tangan kuat kekuasaan mencoba turut campur untuk menghilangkan nama-nama kader PDIP (MenkumHAM Yasonna Laoly, Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Gubernur Sulut Olly Dondokambey serta oknum lainnya/kader partai lainnya/pihak lainnya yang terindikasi kuat dan turut serta melakukan suksesi mega korupsi berjamaah itu
Kasus Presidential Thresshold Pilpres 2019
Kasus Gubernur Papua Lukas Enembe
Kasus korupsi RS Sumber Waras
Kasus korupsi pengadaan mobil Trans Jakarta
Kasus Reklamasi Pulau Jakarta
Sengketa hukum pembangunan kota “MEIKARTA” antara Pemprov Jawa Barat dengan perusahaan raksasa “LIPPO GROUP” sebagai pengembang utama yang bertanggung jawab secara penuh dan saat ini tampaknya sangat dekat dengan penguasa pusat.
III.EKONOMI.
Melorotnya perekonomian nasional bisa disimpulkan dari nilai utang negara dan swasta yang sangat besar dalam setahun belakangan. Padahal angka kemiskinan kian hari kian bertambah. Persoalan ekonomi masyarakat kelas bawah dan juga kelas menengah disebabkan 2 (dua) faktor, yaitu :
A.Kebijakan Ekonomi Luar Negeri Pemerintah Joko Widodo tampaknya tidak berimbang dengan situasi dan kondisi pasar dunia saat ini dalam segala aspek. Tentunya hal ini dapat merugikan ekonomi negara secara fatal. Ancaman pada perekonomian Indonesia bisa hadir dikarenakan perlambatan ekonomi global, diantaranya perlambatan ekonomi Tiongkok dan rendahnya harga minyak dunia.
Menyikapi jalannya pemerintahan Jokowi-JK yang memasuki akhir tahun ke-3 (2017), tampaknya kebijakan perekonomian lebih diutamakan menimbun utang sangat besar kepada negara pihak ke-3 (China) dengan alasan akan dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan tol dan lainnya. Hal ini menimbulkan pengaruh “negatif” terhadap maju kembangnya ekonomi nasional ke depan terutama bagi pertumbuhan ekonomi makro dan mikro masyarakat kelas bawah dan kelas menengah dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Semua situasi juga kondisi ini diindikasi karena pemerintah terlalu fokus dan bangga atas pembangunan infrastruktur jalan tol dll, sedangkan pembangunan perekonomian masyarakat yang berbasis kepada pertanian dan perdagangan menjadi mati suri dan berakibat kepada daya jual-beli di dalam negeri serta kuota ekspor indonesia menjadi lesu dan menurun dengan sangat signifikan.
B)“Kebijakan Ekonomi Dalam Negeri Pemerintahan Joko Widodo”sangat menekan dan memberatkan masyarakat secara nasional.
Bila kita mau menilai berhasil atau tidak berhasil pemerintahan Joko Widodo-JK memasuki tahun ke-3 ini, tentunya dapat dilihat dari pertumbuhan perekonomian negara apakah mencapai sasaran atau target yang diharapkan pemerintah sesuai dengan janji kampanye saat Pilpres 2014 lalu.
Banyaknya pernyataan yang dilempar para pengamat ekonomi yang mengatakan perekonomian indonesia di bawah kendali pemerintahan Presiden Joko Widodo menukik melorot tajam, daya beli masyarakat turun drastis dengan tajam, padahal saat kampanye Pilpres thn 2014 lalu pasangan JOKO WIDODO-JUSUF KALLA telah memberikan janji politik kepada masyarakat Indonesia untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi indonesia rata-rata di angka 8% per tahunnya.
Jika kita melihat pada era pemerintahan Presiden SBY memasuki tahun 2013 dan 2014 yang lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terjaga dengan baik dan cukup tinggi walaupun saat itu dunia mengalami perlambatan ekonomi secara global, namun imbas ekonomi nasional yang dirasakan hanya sedikit berdampak pada turunnya kinerja perdagangan luar negeri. Saat itu perekonomian indonesia rata-rata tumbuh baik sebesar 6,2% dalam periode 4 tahun pertama pelaksanaan RPJMN 2010-2014.
Sementara jika kita melihat, mengkaji dan memaknai tentang/soal Janji Kampanye JOKOWI-JK dalam Pilpres 2014 yang akan menaikkan pertumbuhan rata-rata perekonomian Indonesia di angka 7% s/d 8% per tahunnya, namun kenyataannya Janji Kampanye yang disampaikan dan selalu diumbar itu palsu belaka. Alasannya sangat kuat karena memasuki kuartal III tahun 2017 pertumbuhan rata-rata perekonomian Indonesia turun sangat drastis hanya bisa mencapai nilai rata-rata di angka 5%, padahal fakta dan realitasnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di akhir tahun 2004 pada era Pemerintahan SBY ditutup dengan nilai rata-rata pertumbuhan perekonomian Indonesia di angka 6,2% (stabil dan baik)
Bila kita simpulkan kondisi saat ini, pertumbuhan perekonomian Indonesia tidak dapat melaju naik ke atas namun turun menukik ke bawah cukup tajam dengan selisih yang cukup signifikan dari 6,2% di akhir tahun 2014 kini di kuwartal III 2017 turun rata-rata di angka 5%, berarti ada selisih minus 1,2%.
Sedangkan jika kita menagih Janji Kampanye Pemerintahan JOKOWI-JK terhitung dari tahun 2014 s/d 2017 yang tampak sesumbar menaikkan pertumbuhan ekonomi dengan nilai rata-rata di angka 7% s/d 8% per tahun namun kenyataan pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini malah turun di angka 5%. Berarti terdapat penurunan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada akhir 20017 di kuartal III dengan nilai rata-rata minus 3%. Penurunan yang cukup mengkhawatirkan bagi perekonomian Indonesia untuk saat ini dan ke depannya nanti. Dari negara berkembang saat ini, jika terus menerus kondisi perekonomian Indonesia terpuruk dan memburuk seperti ini, maka dalam beberapa tahun ke depan nanti dapat saja Indonesia beralih menjadi negara miskin di kawasan Asia Tenggara. Kenyataan saat ini pertumbuhan perekonomian Indonesia masuk dalam kategori terkecil di ASEAN dengan indeks pertumbuhan ekonomi yang tertinggal cukup jauh di bawah Philipina yang tumbuh 6,9% dan Vietnam 6,4%.
Ekonomi Nasional Merosot, Indonesia Tertinggal dari Vietnam & Filipina. https://nusantaranews.co/ekonomi-merosot-indonesia-tertinggal-dari-vietnam-dan-filipina/
Yang sangat ironis mantan Menteri Keuangan kabinet Jokowi, yang saat ini menjabat Kepala Bappenas RI yakni Bambang Bojonegoro mengatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini mirip di zaman penjajahan Belanda. Ia mensinyalir sangat sulit saat ini mengenjot pertumbuhan perekonomian Indonesia, @BAPPENAS bingung cara menggenjot.naik.pertumbuhan.ekonomi.Indonesia* http://nasional.kontan.co.id/news/bappenas-bingung-genjot-pertumbuhan-ekonomi
“Survey The Nielsen Campany” menyimpulkan ada penurunan daya beli masyarakat Indonesia di kelas menengah dan bawah, hal ini tampak terlihat dari September 2017 sektor “Fast Moving Consumer Good (FMCG)” mengalami perlambatan pertumbuhan dimana Growth hanya mencapai 2,7% sedangkan rata-rata pertumbuhan minimal per tahun harus mencapai 11%.
@Riset AC Nielsen menunjukkan penurunan konsumsi tak disebabkan akibat pola belanja online. Sebab pangsa pasar perdagangan.digital.hanya 1%. https://katadata.co.id/berita/2017/11/03/nielsen-penjualan-turun-akibat-daya-beli-lemah-bukan-tren-online
@Pernyataan Presiden JOKOWIDODO bahwa Pertumbuhan Ekonomi RI masuk rangking 3 Besar Dunia – G20 … kenyataannya menukik turun https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3428947/jokowi-pertumbuhan-ekonomi-ri-no3-tertinggi-di-dunia
@Dikritik kolumnis asing ‘Jake Van Der Kam’ dalam kolom bisnis South China Morning Post (SCMP) data JOKO WIDODO palsu sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini berada di peringkat ke-13 dunia, bukan peringkat ke-3. https://katadata.co.id/berita/2017/05/04/luruskan-klaim-pertumbuhan-ekonomi-jokowi-terbesar-ke-3-di-g20
@Menkeu Srimulyani bingung pertumbuhan ekonomi jauh di bawah.target http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/17/12/20/p195j7382-sri-mulyani-pertumbuhan-ekonomi-akhir-2017-di-bawah-target
@Pertumbuhan Ekonomi Rezim Jokowi di Bawah Rata-rata Asia Tenggara http://politiktoday.com/pertumbuhan-ekonomi-rezim-jokowi-di-bawah-rata-rata-asia-tenggara/
@Banyaknya Proyek Listrik yang Mangkrak di era Presiden Jokowi https://m.detik.com/finance/wawancara/3330510/banyak-proyek-pembangkit-listrik-mangkrak-di-papua-ini-penjelasan-pln
@Proyek mangkrak pembangkit listrik Jokowi dan lenyapnya uang 117triliun https://bisnis.tempo.co/read/1043907/pembangkit-listrik-ebt-mangkrak-bpk-temukan-rp-117-t-hilang
@Bob S Effendi (Promotor Thorium Energy, Konsultan Nuklir dan EBT, Pengurus KADIN ETLH, Pokja ESDM KEIN) Investasi 200triliun milik pemerintahan JOKO WIDODO dalam kondisi Mangkrak. https://www.kompasiana.com/bob911/5a3e2bebbde575624c3020c4/investasi-200-triliun-mangkrak
@Utang Pemerintahan JOKO WIDODO menjulang setinggi langit https://www.merdeka.com/uang/terus-naik-utang-luar-negeri-indonesia-tembus-rp-4505-triliun-di-juli-2017.html
@Beban utang negara jika dikonversi per orang saat ini 16 juta rupiah https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20170618222143-78-222634/beban-utang-setiap-orang-indonesia-rp16-juta
Dari referensi data dan tulisan di atas mengenai situasi dan kondisi yang tak menentu saat saat ini tentang “Politik, Ekonomi dan Hukum diindonesia” maka bisa berakibat fatal dan memicu terjadinya krisis politik dan ekonomi (moneter) serta menghancurkan perekonomian Indonesia secara nasional bahka kedaulatan perekonomian Indonesia saat ini dalam menghadapi persaingan di’era ekonomi dunia secara global untuk hari ini, esok dan di masa mendatang. Perlambatan ini juga disebabkan karena masyarakat kelas menengah dan bawah (mid low class) sebagai pemegang porsi yang besar saat ini sedang mengalami perlambatan ekonomi karena menurunnya THP kenaikan harga utility, sehingga sangat berdampak kuat pada pengurangan konsumsi yang menahan pada pembelian Impulsif produk, sedangkan masyarakat kelas atas saat ini masih tetap menunggu kondisi dan situasi di mana mereka hanya bertindak “Wait and See”.
Beberapa indikator yang sangat menekan dan memberatkan perekonomian masyarakat diantaranya :
@Dicabutnya kebijakan subsidi pemerintah perihal Tarif Daya Listrik (TDL) untuk masyarakat kecil (kelas bawah)
@Kesulitan bahkan langkanya keberadaan GAS elpiji 3kg di pasaran nasional untuk kebutuhan masyarakat kecil (kelas bawah)
@Tingginya dan melambungnya harga kebutuhan pokok masyarakat di dalam negeri.
@Dihilangkannya subsidi bantuan pemerintah kepada masyarakat secara langsung (BLT) di tengah melambung tingginya nilai beli atas harga kebutuhan barang-barang yang diperlukan masyarakat dan kebutuhan harian yang dikonsumsi masyarakat secara langsung (primer dan sekunder)
@Mahal dan melambung tingginya harga BBM yang dibutuhkan masyarakat saat ini, serta kenaikan dan melonjaknya nilai harga barang secara terus menerus tanpa bisa terprediksi (fluktuatif/tidak tetap) dapat menyebabkan hasrat dan nilai beli masyarakat berkurang/relatif kecil, sehingga pengusaha menumpuk barang karena sulitnya transaksi jual beli, hal ini sebagai salah satu penyebab para pengusaha/pedagang tutup usaha/tutup toko (bangkrut) serta situasi politik yang selalu bergejolak dan kebijakan pemerintah yang tampak tidak pro rakyat sehingga situasi pasar menunjukan respons tidak baik dan hasrat beli masyarakat sangat kecil.
Kondisi dan keadaan ini terjadi karena ada beberapa alasan kuat, diantaranya :
Kegagalan pemerintah selama 3 tahun ini dalam melakukan pengelolahan keuangan negara yang saat ini kondisinya di ambang kebangrutan karena nilai utang negara yang tumbuh besar dan sangat meningkat oleh negara pihak ke-3 atas alasan program pembangunan infrastruktur (jalan tol dan lain – lain)
Kegagalan pemerintah dalam melakukan kontrol pasar atas pembelian dan penjualan harga bahan baku maupun barang jadi (primer dan sekunder) hingga ke level produsen (petani) inilah salah satu faktor yang menyebabkan harga menjadi tidak pernah stabil (fluktuatif) nilai harga setiap saat selalu berubah naik, namum tidak dapat terprediksi.
Monopoli pengusaha besar terhadap pasar atas perdagangan pangan tertentu (sembako) yang dilindungi pihak atau oknum tertentu, akhirnya menyebabkan transaksi harga jual beli bahan baku sangat kecil dan memberatkan petani kemudian. Kerugian petani dalam skala besar, ternyata disisi lain dapat menguntungkan sepihak para tengkulak dan pengusaha tertentu saja?
Di saat kondisi perekonomian rakyat semakin susah dan mengarah kepada kemiskinan yang nyata dan rasa lapar semakin terasa di depan mata, namun di sisi lain Pemerintahan Jokowi malah terlihat acuh dengan menambah utang yang sangat besar hanya untuk mengurusi soal pembangunan infrastruktur jalan yang tidak dapat dinikmati secara nyata dalam memenuhi kebutuhan pokok hidup masyarakat.
Keberpihakan pemerintah/penguasa saat ini terhadap masyarakat tidak sebanding lurus dengan “Slogan dan Janji saat Kampanye Joko Widodo-JK dalam Pilpres 2014 akan isi dan nilai NAWACITA,” terlalu banyak kebijakan sektor ekonomi pemerintah saat ini yang dinilai sangat merugikan masyarakat juga negara. Saat ini masyarakat telah sadar akan hal ini. Semuanya ini dapat berujung kepada kemiskinan masyarakat secara permanen, yang berdampak kepada penggangguran secara meluas dan merata. Finalnya berdampak kepada kemiskinan ekonomi yang dirasakan masyarakat secara meluas serta juga dialami negara yang bisa berakibat negatif pada situasi gelap negara di masa mendatang.
Refrensi :
@https://m.antaranews.com/berita/592727/petani-menjerit-tahun-ini-jangan-impor-cabai
@http://m.tribunnews.com/regional/2012/07/22/beras-petani-tak-dibeli-pemerintah-malah-impor
@https://m.facebook.com/Kojatim/posts/539196216178478
@http://www.medanbisnisdaily.com/m/news/read/2016/02/13/215995/dprd_sumut_minta_impor_jagung_disetop/
@http://www.jitunews.com/read/30287/daging-sapi-mahal-pengusaha-daging-olahan-justru-menjerit
@https://www.merdeka.com/uang/menengok-kebijakan-kemendag-manjakan-pedagang-tapi-bunuh-petani.html
@http://industri.bisnis.com/read/20170511/99/652812/kebijakan-daging-dinilai-kontr
@http://m.liputan6.com/bisnis/read/2299840/usaha-kecil-menengah-menderita-akibat-ekonomi-ri-melambat
@https://www.merdeka.com/uang/benarkan-kebijakan-jokowi-buat-daya-beli-masyarakat-ri-turun.html
IV.KONDISI HUBUNGAN SOSIAL MASYARAKATS
Suku, Ras, Agama dan Kelompok Politik
Mulai hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, negara dan antar sesama. Ini terjadi dikarenakan sikap, cara dan perilaku pengguasa dalam mengelola rakyatnya sudah dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai PANCASILA, kondisi masyarakat serta zaman saat ini. Arti dan perilaku dari demokrasi yang sesungguhnya bagaikan hanya dibatasi kehendak dan power penguasa secara penuh dengan sesukanya. Demokrasi dan Pancasila terkesan milik penguasa.
Perilaku sosial antar masyarakat yang perlahan hilang saat ini, persaingan politik partai yang kian jelas dan memanas baik dalam Pilkada maupun menjelang Pilpres 2019, Ketegangan antar pemeluk agama yang terjadi di Pilkada DKI menjadi penyebab perpecahan sosial, persaingan usaha dan sektor dagang yang semakin ketat, tingkat perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya tampak jelas terjadi dan sangat timpang tidak berimbang, situasi politik negara yang saat ini selalu gegap gempita dan memanas hingga menuju 2019, tumpang tindih informasi serta kebenaran yang masyarakat terima dari negara selalu penuh konflik, ketegangan dan perselisihan antar pejabat negara dan kementerian dipertontonkan ke publik, ketegangan baru-baru ini yang tampak di permukaan antara elite TNI, Polri, BIN dan Menkopolhukam soal kasus 5000 pembelian senjata berat (perang/tempur) kian membuat masyarakat menjadi tidak nyaman, perilaku dan sikap tidak peduli antar-sesama dan lebih mementingkan kepentingan diri serta kelompok akan menjadi persoalan yang sangat mengkhawatirkan bagi ruang lingkup masyarakat baik di pusat maupun di daerah karena akan/bisa menjadi penyebab dari sebuah gesekan dan benturan sosial bagi masyarakat saat ini.
Kemiskinan, pengangguran, narkoba, fitnah, ejekan dan kebohongan menjadi viral dan dipertontonkan di hadapan publik bahkan dunia
Selama 3 tahun pemerintahan Joko Widodo berjalan saat ini, maka selama itu pula pemerintah/penguasa bagaikan memberikan contoh tidak baik kepada masyarakat, sehingga bisa berakibat fatal dan buruk terhadap kondisi dan perilaku “MORAL” masyarakat ke depannya di tengah kemiskinan ekonomi yang melanda serta menurunnya daya beli masyarakat saat ini dengan sangat drastis dan tajam dan terhadap kebutuhan hidup mereka dan keluarga (kebutuhan primer dan sekunder)
Refrensi :
@ prediksi dosen UNJ soal keadaan sosial masyarakat Indonesia saat ini http://www.aktual.com/209003-2/amp/
V.KEAMANAN NEGARA, MASYARAKAT SERTA IDEOLOGI NEGARA
Rangkuman dari proses politik Pilkada DKI beberapa saat lalu ternyata memunculkan banyak analisis serta spekukasi bahwa kondisi serta keadaan realita keamanan negara saat itu bisa dikategorikan masuk dalam situasi genting dan tidak aman. Rangkaian ucapan dan dugaan hinaan saudara AHOK sebagai Gubernur DKI kepada umat beragama Islam yang terjadi di Kepulauan Seribu ternyata berdampak sangat meluas hingga berimbas se-Nasional. Panggilan hati dan bagian dari bentuk kepercayaan akan nilai-nilai “JIHAD” di mata masyarakat pemeluk Islam ternyata tidak saja menggaung seantero Indonesia, namun kenyataannya terdengar serta terespons dengan sangat jelas dan menjadi perhatian dunia internasional khususnya negara yang pemeluk agama Islamnya sangat mendominasi.
Aroma gesekan juga benturan antar-pemeluk agama serta antar-etnis kian menguat dan di depan mata (konflik horizontal). Turunnya Aksi Demonstrasi Simpatik Umat Islam saat itu dapat dikatakan adalah bentuk dari “Demonstrasi Damai” dengan jumlah Demonstran terbanyak di dunia yang diprediksi dari berbagai sumber baik dalam negeri dan luar negeri mencapai sekitar 100.000 hingga 150.000 Demonstran. Dalam Pilkada DKI Jakarta saat itu “Politik Identitas soal perbedaan agama” sangat menguat dan perbedaan “warna kulit” (pribumi dan non pribumi) menjadi salah satu aspek sebab dan akibat dari keputusan yang bisa saja diambil masyarakat saat itu.
Ramai dan menggeliatnya produksi berita fitnah dan hoax menjadi alat serta inspirasi baru bagi masyarakat Indonesia dalam “berkontribusi secara masif” atas kondisi politik dan sosial yang terjadi saat itu, hingga akhirnya Indonesia masuk sebagai negara penghasil berita Fitnah dan Hoax terbesar nomor 5 di dunia. Hal ini sangat memprihatinkan untuk kelangsungan kehidupan sosial masyarakat kususnya Pelajar, Mahasiswa dan Pemuda beserta seluruh bentuk keamanannya. Disinyalir sekelompok penguasa saat ini sebagai salah satu sumber (hoax dan fitnah). Negara bagai membiarkan semua itu. Terkesan penguasa posisi keberpihakannya kepada salah satu kontestan yang bertanding dalam Pilkada DKI yang lalu (mendukung AHOK). Tidakkah kita khawatir dan takut di saat masyarakat Indonesia menghadapi hajatan Pilpres 2019?
Imbas dari semua itu tiba-tiba muncul kembali isu dan wacana lama soal gerakan kaum kiri Komunis (PKI) yang, katanya, sudah kembali masuk dan perlahan akan mengganti PANCASILA sebagai Falsafah Negara/Ideologi Bangsa dan Rakyat Indonesia dalam Bernegara. Masyarakat dibuat was was dengan berbagai macam info, cerita dan keadaan yang kian tak karuan. Wajar jika kalangan masyarakat menilai bahwa kondisi ini terjadi karena kebijakan politik dan ekonomi pemerintah/penguasa Jokowi sangat berkiblat kepada Negara China dan disinyalir lebih mementingkan kepentingan Politik serta Ekonomi Pengusaha China Pribumi dalam menggoalskan kepentingan dagang dan bisnisnya di Indonesia.
Demokrasi media yang saat ini terkesan mati dan terkunci dari langgamnya yang nyaring dan tajam tentang pemberitaan yang benar, terbuka, jujur dan objektif, perasaan was-was juga takut dalam dunia pemberitaan saat ini diindikasi dialami oleh para pelaku bisnis media. Kondisi ini sama persis dengan kondisi serta situasi di zaman rezim orde baru.
Situasi ini mengisyaratkan bahwa pemerintah terlihat sangat khawatir juga takut apabila ada media yang tidak seirama dengan kemauan pemerintah tentang pemberitaan saat ini. Monopoli kontrol tentang media yang seharusnya milik masyarakat umum, kenyataannya monopoli kontrol tampak berpindah dan diambil alih pemerintah secara tunggal.
Demokrasi dalam menyampaikan pendapat di hadapan publik seharusnya dimiliki masyarakat secara utuh kini terkesan dirampas pemerintah melalui aturan-aturan yang telah dibuat pemerintah. Tidak sampai di situ saja bahkan pihak Mabes Polri pun dipersenjatai dengan UU dan peraturan yang dapat menjerat bahkan mempidana seseorang atas alasan melakukan menyebarkan pemberitaan fitnah dll.
Terlihat keberpihakan aparat keamanan dan hukum (Polisi, BIN, Instansi Hukum) dalam setiap kepentingan politik penguasa saat ini baik pada tingkat kepentingan pusat maupun lokal (pilkada). Seharusnya keberadaan instansi ini dapat terlihat adil dan tepat dalam menempatkan sikap juga perilaku Independennya kepada pihak manapun juga siapapun tanpa berat sebelah. Apabila sampai mau memposisikan diri menjadi alat penguasa, tentunya berdampak negatif atas kondisi juga kelangsungan demokrasi itu sendiri dan juga bagi keamanan negara saat ini. Sinyalemen adanya intervensi, ancaman dan teror yang dilakukan penguasa pada Gubernur Papua Lukas Enembe menjadi contoh yang sangat buruk bagi masyarakat. Jika benar bisa berdampak negatif pada Indonesia, baik dari segi ekonomi dan politik sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, khususnya bagi masyarakat tanah Papua.
Penyebaran Narkoba yang terjadi saat ini merajalela dengan sangat luar biasa dan semakin hari semakin beragam bentuk dan tipenya. Dari bentuk pil sampai akhirnya muncul narkoba baru dalam bentuk cair (sabu cair) dalam beberapa pekan ini. Bila kita memperhatikan informasi yang telah disampaikan pihak BNN, disinyalir ada 68 narkoba bentuk baru yang penyebarannya telah masuk di Indonesia dengan sangat masif. Bukan saja masuk di kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Makasar, Bandung, Manado dan kota lainnya namun juga telah sampai dan masuk terdistribusi dengan merata sampai ke pelosok daerah. Yang sangat mengkhawatirkan, penyebaran narkoba ini tidak hanya diperuntukkan untuk para pemakai remaja dewasa umumnya, namun penyebaran narkoba itu diperuntukkan secara sengaja dan khusus buat anak anak di bawah umur di sekolah sekolah dasar (SD) yang berada di Indonesia, baik secara penjualan langsung maupun pembagian gratis atau cuma-cuma.
“KESIMPULAN” :
(1)Kondisi serta realita atas banyaknya persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini begitu kompleks. Hal ini bisa mendegradasi secara kuat respons serta dukungan masyarakat Indonesia kepada Pemerintahan Jokowi dalam Pilpres 2019. Situasi dan kondisi negara juga keadaan masyarakat saat ini dapat mengarah kepada kemarahan serta antipati terhadap pemerintah. Jika kita koneksikan dengan jadwal agenda Pilpres 2019 yang tinggal menunggu hari, terhitung sejak saat ini hanya tinggal sekitar 510 hari/17 bulan/1,5 tahun lagi maka sudah dapat dipastikan bahwa Jokowi sebagai Presiden beserta seluruh jajaran kabinetnya saat ini sangat sulit mengejar ketertinggalan dan kegagalannya dalam melakukan Pengelolaan Negara & Masyarakat dalam berbagai aspek secara baik dan tepat (kususnya perekonomian nasional). Alhasil kondisi keterpurukan inipun dapat menjadi cermin serta gambaran awal yang sangat kuat bagi kita untuk menyimpulkan bahwa sangat sulit bagi JOKO WIDODO untuk meraih kemenangan sebagai Presiden RI untuk yang ke-2 kalinya dalam Pilpres 2019 nanti, sebab di kala Rakyat dan Negara Indonesia saat ini mulai kehilangan harapan juga mimpi-mimpinya maka di situlah kita membutuhkan seorang “Pemimpin Transformatif” Pemimpin yang memiliki dan menjaga nilai-nilai demokrasi secara utuh dengan adil dan merata. Seorang Pemimpin yang tidak pernah mau berkehendak untuk memiskinkan rakyat serta negaranya. Pemimpin yang tidak akan pernah mau menjual negara juga kekayaannya kepada pihak asing manapun. Pemimpin yang selalu hadir dan ada di saat rakyat membutuhkannya, di saat rakyat dalam kesusahan, kesedihan, kesulitan, kelaparan dan tertimpa bencana. Pemimpin yang dapat selalu berlaku adil dalam sisi apa pun, yang selalu siap berada di sisi juga di depan rakyatnya serta selalu senantiasa bertanggung jawab atas semua kesulitan, penderitaan dan kesusahan rakyat juga negaranya. Pemimpin yang selalu bekerja dengan hati penuh ketulusan dan ikhlas lahir batin tanpa pernah mau berpura pura untuk bertekad kuat membawa negeri juga rakyatnya kearah yang lebih benar, lebih baik, makmur, tenang, damai dan jelas dengan tujuan terjadinya perubahan agar dapat hidup lebih baik. Pemimpin yang mampu mengajak rakyatnya meraih tujuan bersama dengan sebaik baiknya.
Mungkin saat ini lebih tepat jika sosok “Pemimpin Transformatif” hadir dan terlihat nyata dalam figur seorang tokoh dan pemimpin yang bernama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden RI ke-6. Pemimpin Patriotik yang selalu berusaha untuk memakmurkan ekonomi rakyat dan negaranya. Pemimpin yang tidak gampang dan tidak pernah mengumbar banyak janji kepada rakyatnya. Pemimpin yang tidak pernah berkehendak untuk memiskinkan perekonomian rakyat dan negaranya dengan sengaja. Pemimpin berjiwa apa adanya dan memimpin rakyatnya tanpa kebohongan terhadap rakyatnya. Pemimpin yang didapatkan dengan kejujuran dan atas restu juga takdir ILLAHI. Pemimpin Istiqomah yang dapat selalu menjaga amanah jabatannya terhadap rakyat dan negaranya, karena beliau SBY selalu hadir nyata secara alamiah tanpa pura-pura serta tanpa balutan pencitraan yang penuh kemunafikan di saat rakyatnya sedang mendera kesusahan juga penderitaan yang membutuhkannya sebagai sandaran hidup juga penolongnya.
(2)Catatan Khusus untuk Saya, Kami, Kita dan Kawan-kawan:
Partai ini dibuat juga diciptakan melalui pemikiran yang matang dan perjuangan yang sangat berat dan panjang, serta pengorbanan yang begitu besar dan tidak dapat dinilai oleh kekuasaan atau apapun itu.., nilai luhur yang telah terpatri di atas panji-panji kebesaran partai yang menjadi fatsun atas langkah kita/kader dalam berpijak.
Berpolitik cerdas, santun, beretika dan jauh dari perilaku serta sikap oportunis adalah tata cara yang telah ditetapkan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono selaku mahaguru dan wajib dijalani oleh kita dan seluruh kader tanpa terkecuali.
Ketika harga diri serta nama baik orang tua kita, Bapak SBY disinyalir telah dihina dan difitnah, bahkan di saat partai ini bagai dilecehkan dan tak dianggap sebelah mata oleh Joko Widodo sebagai Penguasa saat ini, apakah kita tetap merelakan dan mengikhlaskan dengan hati yang lapang bahwa kader dan putra terbaik partai ini saudara Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) akan kita sodorkan untuk dapat duduk berdampingan saat ini, esok atau nanti dengan sang penguasa?
Partai ini hadir dan ada dari yang terkecil kemudian tumbuh menjadi besar kemudian perlahan mengecil kembali, namun pada saat negeri dan rakyat ini dalam kondisi yang cukup mengkhawatirkan maka percayalah bahwa TUHAN akan bertindak, berpihak dan berucap, bahwa :
“Takdir politik itu dihadirkan kembali bagi para petarung serta buat orang-orang yang memiliki jiwa juga keikhlasan yang utuh di atas senyum serta kemakmuran rakyat serta negaranya”. Karenanya yakinlah jika takdir itu akan menjadi milik kita di masa mendatang, bukan karena sekadar pemberian… atau bukan karena kita memelas serta menghambanya, bahkan bukan karena kita bermimpi dalam gelap, namun karena memang kita meraih kemenangan itu atas keyakinan dan perjuangan gigih dan menang secara utuh.
Tujuan politik memang hakikinya untuk meraih kekuasaan setinggi tingginya, tentunya dengan cara yang baik dan bermatabat di atas panji kebesaran serta harga diri dan marwah partai dengan pasti. Sebab menjaga harga diri, nama baik dan marwah partai jauh lebih bermanfaat dan bermatabat dari sekedar meraih benang merah kekuasaan tanpa “MAHKOTA” yang sesungguhnya.
Oleh karena itu percaya serta yakinlah kawan dan para sahabat, bahwa kita juga partai ini telah dilahirkan oleh sejarah sebagai petarung. Tentunya jika kita dapat selalu bersama untuk dapat saling merajut tanpa pernah terpecah dan terkotak dalam menunaikan bakti juang serta pengabdian kita secara utuh, agar dikemudian hari sejarah kemenangan itu dapat kita raih dan jemput kembali, seperti saat dahulu kita menggenggamnya di masa lalu.
“Jangan pernah melupakan sejarah” (Soekarno).
“Siapa yang mengingat sejarah, dialah yang menghargai masa depan. Orang yang menghargai masa depan, niscaya menginginkan perubahan” (Boyke Novrizon)
PENUTUP
Kondisi dan situasi negara di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo-JK selama 3 tahun ini memasuki kuartal ke-3 (di akhir tahun 2017) begitu sangat mengkhawatirkan dan dianggap “gagal” oleh banyak pihak maupun masyarakat umum. Semua gambaran itu telah saya jabarkan dalam simpulkan pada basis kata yang tertera di atas dari poin 1 s/d 5 di atas.
Kondisi ini tentunya sangat mengkhawatirkan, jika Pemerintahan JOKO WIDODO dan JUSUF KALLA masih saja tetap membiarkan situasi dan kondisi ini terus menerus terjadi tanpa mau bersungguh-sungguh dan serius berbenah juga berusaha dalam mencari solusi dan jalan keluar atas persoalan yang terjadi saat ini sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai presiden, sebagai pemimpin dalam menjaga amanah serta mengelola negara beserta seluruh rakyatnya dengan baik.
Ada 5 poin catatan serta kesimpulan buat pemerintah tentang penilaian atas realita kondisi negara dan rakyat saat ini, semua ini saya sampaikan dengan nyata dan objektif dalam berbagai aspek yang meliputi, diantaranya:
1.Pertumbuhan ekonomi nasional saat ini terjun bebas tak dapat lagi dikendalikan oleh pemerintah secara baik (lost control), menurun dengan sangat drastis dan mulai tertinggal tidak dapat bersaing dalam komunitas negara-negara di ASEAN, bahkan kondisi kemiskinan ekonomi yang dialami negara dan dirasakan rakyat saat ini dengan sangat meluas tentunya dapat berdampak negatif mengarah kepada kebangkrutan negara secara fatal. Semua ini tentunya tidak terlepas dari kebijakan minor pemerintah dalam mengelola perekonomian negara yang saat ini seakan terlihat bahwa masyarakat kelas menegah dan bawah telah dimiskinkan secara masif serta di atas utang yang menumpuk sangat besar kepada negara pihak ke-3.
-Kegagalan Produksi Pangan dalam negeri saat ini bisa juga dikatakan menjadi salah satu sumber atas kemiskinan yang dialami negara dan masyarakat Indonesia saat ini, namun sebagai sebuah negara yang berdaulat, kaya “Gemah Ripah Loh Jinawi” kini semua itu hanya tinggal sejarah dan kenangan belaka, sebab Indonesia yang telah dikenal dunia sebagai “Negara Produksi Pangan” kini beralih dan Indonesia mengarah serta berpotensi menjadi negara yang “Gagal Swasembada Pangan”
2.Ada indikasi kecurangan dan perlakuan buruk prilaku politik penguasa saat ini baik di dalam persaingan politik lokal/pilkada yang terjadi saat ini maupun proses menuju Perhelatan Politik Nasional dalam Pilpres 2019 mendatang.
3.Kondisi, keadaan dan posisi hukum di Indonesia tidak stabil dan selalu hiruk pikuk. Tampak tumpul terhadap penguasa/kroni dan pengusaha tertentu, namun di sisi lain menusuk tajam terhadap masyarakat.
4.Ada indikasi perbedaan dan perpecahan sosial di antara sesama tampak menajam di depan mata. Jika kondisi ini tetap berlarut dan dibiarkan begitu saja tanpa berusaha mencari benang merah atas solusi yang diharapkan bersama maka, sewaktu-waktu, dikhawatirkan dan ditakutkan dapat menimbulkan“Konflik Horizontal”.
5.Keamanan Negara beserta seluruh isinya dan juga Keyakinan akan Nilai Sakral PANCASILA sebagai sebuah Ideologi Rakyat dalam Bernegara yang tak dapat dibantahkan oleh siapapun dari mulai Deklarasi/Proklamasi Kemerdekaan RI serta sebagai falsafah bangsa sudah mulai terusik dari tempatnya.
Demikianlah catatan akhir tahun 2017 (kuartal III) tentang kondisi yang telah saya sampaikan serta jabarkan dalam coretan kata di atas tentang kondisi, situasi dan keadaan rakyat juga negara saat ini di bawah pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden JOKO WIDODO-JUSUF KALLA”
Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
“Seorang pecundang tak tahu apa yang akan dilakukan saat ia kalah, tetapi ia tahu apa yang harus dilakukan atas kemenangan. Seorang pemenang tak berbicara apa yang akan dilakukan saat ia menang, tetapi tahu apa yang harus dilakukan saat ia kalah” (Eric Berne)
Bali, 31 Desember 2017,
Salam Hormat saya selalu
*)Ketua Umum Angkatan Muda Demokrat; Wakil Ketua Komisi Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat