Zulkieflimansyah dan Siti Rohmi Djalillah (kompas)

Mataram: Komisi Pemilihan Umum Daerah Nusa Tenggara Barat (KPU NTB) menetapkan hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (pilkada) NTB, Minggu (8/6/2018) malam.

Hasil rekapitulasi tercatat paslon nomor urut tiga Zulkieflimansyah dan Siti Rohmi Djalillah, yang diusung PKS dan Demokrat, dinyatakan unggul atau memiliki suara terbesar dibandingkan tiga paslon lainnya, dengan perolehan 811.945 suara.

Menyusul paslon nomor urut satu Suhaili-Amin yang diusung Golkar, PKB dan Nasdem meraih 674.602 suara, paslon nomor urut dua Ahyar Abduh-Mori Hanapi, yang diusung PDIP, PPP, PAN dan Geribdra mengantongi 637.048 suara dan paslon independen atau nomor urut empat Ali Bin Dachlan-Gede Sakti hanya meraih 430.007 suara.

Penetapan rekapitulasi hasil pilkada NTB dilaksanakan di Hotel Lombok Raya Mataram dengan pengawalan ketat aparat Kepolisian dan TNI.

KPU NTB memberikan kesempatan pada pihak yang keberatan untuk mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam tiga hari ke depan setelah penetapan rekaputulasi hasil pilgub.

“JIka tak ada yang mengajukan maka KPU akan segera menetapkan paslon gubernur dan wakil gubernur NTB terpiih,” jelas Ketua KPU NTB Aksar Anshari.

Tidak ditandatanganinya penetapan rekapitulasi hasil pilkada NTB oleh tiga saksi paslon, kata Anshari tidak akan berpengaruh pada proses yang akan dijalankan KPU selanjutnya.

“Ketika ada yang tidak menandatangani, itu sah. Kami berikan ruang terbuka untuk menyakan pendapat, melakukan klarifikasi, dan lain lain, sebagai bentuk pertangungjawaban. Bahkan tidak akan ada masalah jika semua saksi tidak menandatani, hasil rekapitulasi ini sah,” tegas Anshari.

Terkait formulir C6 yang dipermasalahkan para saksi, baik KPU maupun Bawaslu NTB memiliki pandangan yang sama, bahwa sebanyak 291.000 formulir C6 KWK memang harus dikembalikan untuk mengantisipasi adanya pemilih siluman.

“Ini mencegah disalahgunakannya formulir C6, justru jika tidak dikembalikan, maka itu masalah, akan ada pemilih fiktif,” katanya.

(Kompas/dik)