Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) saat menyampaikan kuliah umum yang diselenggarakan S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University (NTU), di Marina Mandarin, Vanda Ballroom lantai 5, Singapura, Jumat (13/7) sore waktu setempat. (Foto: TheYudhoyonoInstitute)

Singapura: Agus Harimurti Yudhoyono optimis bahwa generasi muda Indonesia dapat berkolaborasi dan bekerja sama untuk masa depan yang lebih baik.

“Pasti akan selalu ada tantangan-tantangan, tapi bersama-sama kita bisa mewujudkan masa depan yang lebih baik, Indonesia yang sejahtera,” seru AHY saat menyampaikan kuliah umum yang diselenggarakan S. Rajaratnam School of International Studies (RSIS), Nanyang Technological University (NTU), di Marina Mandarin, Vanda Ballroom lantai 5, Singapura, Jumat (13/7) sore waktu setempat.

“Kepada generasi muda saya menyerukan ‘selalu harus siap’. Selalu cari cara untuk mengembangkan kapasitas, melatih kedisiplinan diri, kerja keras, dan menggelorakan semangat pantang menyerah. Suatu hari, saat itu akan datang ketika negara membutuhkan kita. Dan kita harus siap menjawab panggilan itu. Indonesia Siap!” seru AHY.

Dalam kuliah umumnya yang bertajuk “Unleashing the Potential of Young Indonesians: Opportunities and Challenges in a Vibrant Democracy”, AHY menjelaskan bahwa ke depan, generasi muda harus siap menghadapi tiga potensi tantangan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap Indonesia.

“Pertama mari kita lihat dari sisi lanskap politik, meningkatnya sosial media memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengekspresikan dan membangun opini mereka secara pribadi dan publik,” ujar AHY. Hal tersebut menurut AHY, membawa dampak negatif dan positif.

“Dampak positifnya, saat ini internet/teknologi telah membuka bentuk komunikasi yang lebih egaliter. Kalian bisa menjadi masyarakat yang aktif dan mengekspresikan opinimu kepada pemimpin komunitas, atau bahkan kepada Presiden,” lanjutnya.

Namun dampak negatifnya, kebebasan tersebut berpotensi meningkatkan adanya penyalahgunaan internet dan sosial media.
“Ini juga memiliki pengaruh terhadap meningkatnya hoax, berita palsu, dan bentuk disinformasi lainnya. Hate speech secara kilat dapat tersebar kemana-mana dengan kandungan diskriminasi atau kejahatan. Hal tersebut berpotensi untuk merusak harmoni dan persatuan negara kita,” kata AHY.

Merespon hal tersebut, AHY mengingatkan kepada generasi muda bahwa kebebasan juga ada tanggung jawabnya. Ia mengimbau seluruh masyarakat untuk tidak menyebar hoax dan segala bentuk disinformasi lainnya.
“Hate speech bukan berarti free speech,” tegas Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute itu.

Lanjut pada tantangan kedua, AHY mengulas adanya pergeseran lanskap ekonomi.
“Ekonomi digital terbukti telah menjadi distraksi terhadap bisnis-bisnis besar, dan memberikan keuntungan terhadap usaha-usaha baru yang muncul (seperti Gojek, Traveloka, Tokopedia dan startup-startup lainnya),” AHY menjelaskan.

“Meningkatnya ekonomi digital menandakan bahwa generasi muda harus menyiapkan diri mereka dalam menghadapi kompetisi global. Siap atau tidak siap, kompetisi akan datang. Saya percaya bahwa kunci kesuksesan akan bergantung dari kualitas Sumber Daya Manusia kita. Pendidikan adalah payungnya, namun produktivitas dan kreatifitas akan menentukan seberapa mampu kita dalam berkompetisi di dunia ekonomi yang baru,” tambahnya.

Tantangan ketiga berfokus pada pergeseran lanskap sosio-kultural. AHY menjelaskan bahwa generasi millenial saat ini cenderung ingin segala sesuatu secara instan. Pola pikir itu dapat menjadi masalah.

“Banyak dari generasi muda saat ini belum bisa mengapresiasi bahwa segala sesuatu itu membutuhkan proses dan waktu. Tidak semua hal bisa didapat secara instan,” ucap AHY.

Di hadapan para akademisi dan generasi muda itu AHY kembali mengingatkan untuk tidak melupakan pentingnya aspek pertumbuhan manusia. Baginya, pertumbuhan manusia juga menentukan bagaimana manusia dapat menyikapi peningkatan pertumbuhan teknologi di dunia.

Tiga hal harus dimiliki generasi muda menurut AHY adalah kapasitas itelektual, karakter dan integritas yang kuat, serta kualitas kepemimpinan yang baik.

Kuliah umum tersebut diakhiri oleh tanya jawab AHY dengan para audience yang hadir. AHY sendiri adalah alumni RSIS, NTU yang lulus di tahun 2006 sebagai mahasiswa Pascasarjana dengan jurusan Strategic Studies. AHY juga merupakan salah satu alumni RSIS, NTU yang pernah meraih penghargaan Nanyang Outstanding Young Alumni Award di tahun 2013.

Sambil bernostalgia, AHY tak lupa menceritakan napak tilas pengalamannya sebagai mahasiswa pascasarjana di Negara Singa itu.

“Dalam perjalanan saya dari bandara ke kota, saya terkenang hari-hari saya ketika menjadi mahasiswa pascasarjana di Singapura. Salah satunya adalah hari-hari ketika Pak Leonard, dosen saya melibatkan kita dalam diskusi tentang Negara dan Politik Modern di Indonesia. Hidup rasanya jauh lebih mudah kala itu, dan saya terkadang rindu dengan masa-masa itu,” canda AHY.

Turut menghadiri kuliah umum ini diantaranya, Executive Deputy Chairman of RSIS, Ambassador Ong Keng Yong dan Head of the Indonesia Programme Leonard Sebastian.

Sebelum memberikan kuliah umum, pada pagi harinya AHY bertemu dengan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan dan Dirjen Wilayah Asia Tenggara Kemlu Singapura Ian Mak.

(adw/csa/rilis/dik)