Ketua Fraksi Demokrat DPR-RI Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) membuka Seminar Nasional Generasi Milenial bertajuk “Tantangan dan Peluang Pemuda Indonesia untuk Membangun Indonesia yang Maju, Kuat dan Sejahtera” di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Senin (27/11/2017). (Foto: Web Fraksi Demokrat)

Jakarta: Generasi milenial adalah generasi yang tumbuh berkembang di ruang dinamis teknologi informasi. Dunia mereka aktual dan seru. Tapi bagaimanapun, mereka harus tetap terhubung dengan beberapa hal penting seperti pandangan keagamaan yang inklusif, ideologi dan partisipasi politik yang sejalan nilai kebangsaan, nilai-nilai sosial budaya, pendidikan-pekerjaan-kewirausahaan, dan gaya hidup yang tidak melulu hedonistik.

Catatan penting ini, disampaikan Ketua Fraksi Partai Demokrat (FPD), Edhie Baskoro Yudhoyono—yang biasa disapa Ibas—ketika membuka Seminar Generasi Milenial:Tantangan Dan Peluang Pemuda Indonesia untuk Membangun Indonesia yang Maju, Kuat, dan Sejahtera di Ruang KK2 Gedung MPR/ DPR, Senayan Jakarta (26/11/2017).

Seminar ini menghadirkan pembicara Menpora Imam Nahrawi, Anggota Komisi X DPR RI/ FPD, Muslim; Direktur Eksekutif Yudhoyono Institute, Agus Harimurti Yudhoyono; dan Rico Rustombi, dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN).

Dihadiri sekitar 450 peserta, diskusi dipimpin moderator Putu SupadmaRudana, MBA, AnggotaKomisi X DPR RI, Dapil Bali.

Ibas mengajak peserta merenungkan, bahwa dari aspek pandangan keagamaan, penting untuk memotret pandangan keagamaan kaum muda, anak milenial.

‘’Apakah konservatif, moderat atau sekuler? Atau apa pandangan pemuda tentang hubungan agama dan negara? Apakah ada pergeseran, cara pandang tersebut pada generasi-generasi sebelumnya,’’ katanya.

Dalam konteks ini, Ibas mengingatkan, sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia juga adalah salah satu negara demokrasi terbesar di dunia.

Dari aspek ideologi dan partisipasi politik, Ibas mengajak semua pihak untuk menelisik kembali sejauh mana pergeseran nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme generasi milenial, sebagaimana didugakan sebagian orang.

‘’Apakah memang benar bergeser? Saya kira juga tidak sejauh itu. Buktinya kalau kita hendak menonton sepakbola tim nasional di GBK melawan negara lain, pasti dengan spontan kita membela dan bersorak sorai dan aktif dan gigih memperlihatkan simbol-simbol kebangsaan kita. Jadi penting bagi kita sebenarnya untuk melihat betul apa arti nasionalme bagi generasi milenial ini. Apakah hanya sebatas aspek primordialisme, tren saja atau ada yang lebih substansial?’’

Lanjut Ibas, ‘’Terkait dengan politik misalnya, penting bagi kita melihat bagaimana generasi milenial melihat setiap proses politik yang terjadi di Indonesia. Seberapa besar partisipasi politik, apakah mereka ini termasuk para pemilih-pemilih sungguhan, pemilih-pemilih galau atau pemilih-pemilih cuek?’’

Ibas juga mengingatkan tentang aspek nilai-nilai sosial budaya dalam melihat perkembangan generasi milenial.

‘’Bagaimana hubungan antara orang tua dan anak serta perilaku dalam seni dan budaya. Apakah orang tua merupakan role model bagi mereka? Atau mereka lebih memilih role model lain di luar hubungan kekeluargaan? Dan lalu apakah anak–anak muda masih menyukai dan mencintai seni budaya Indonesia? Atau sebaliknya larut dalam budaya asing? Penting juga bagi kita, mengukur apakah ada pergeseran nilai–nilai sosial budaya ketimuran kita atau mereka mudah mengadopsi nilai sosial budaya kebaratan yang lebih modern?’’ tukas politisi muda Partai Demokrat itu.

Tak kalah penting, mencermati aspek pendidikan, pekerjaan dan kewirausahaan. Pendidikan dan pekerjaan, paling mempengaruhi generasi milenial, karena terkait langsung dengan masa depan mereka.

‘’Kewirausahaan merupakan alternatif penting, bisa dilihat dari menjamurnya start upbusiness. Sehingga misalnya, banyak yang tidak lagi berburu pekerjaan tapi justru yang menjalankan usaha–usaha baru. Masalahnya, apakah ada pergeseran paradigma dalam mengenyam pendidikan dan mencari pekerjaan? Ini penting dikaji lebih dalam.’’

Akhirnya, terkait gaya hidup teknologi dan internet, Ibas menegaskan bahwa ada kecenderungan anak muda menjadi lebih hedonis karena mereka lebih ekspresif dan tidak lepas dari hiburan dan teknologi terutama internet.

‘’Untuk itu, penting bagi kita mengetahui bagaimana gaya hidup kalangan muda saat ini, apakah saja hobi dan olahraga cukup disenangi? Atau apakah ada aktivitas atau interaksi lain kalangan muda dimedia sosial yang menjadikan gaya hidup mereka saat ini?’’ kata putra kedua Presiden RI ke-6, yang juga Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono itu.

(web fraksidemokrat/dik)