Surat dari Kaltim (2)
Oleh: M. Husni Thamrin*)
Ada cerita beberapa waktu yang lalu. Saat dalam sebuah diskusi tentang kaum muda atau kelompok millennials yang membahas persoalan lingkungan dan perubahan iklim yang diadakan oleh Climate Institute dan FNF Indonesia, di Bakoel Kopi, Cikini, Jakarta Pusat. Selain membahas tentang perlunya menjaga lingkungan, berjuang mencegah terjadinya perubahan iklim, yang menyimpan bahaya panjang bagi generasi yang akan datang, politisi pun kembali dipertanyakan perannya dalam persoalan lingkungan dan perubahan iklim.
Isu politisi dan peran mereka dalam isu perubahan iklim (climate change) dan lingkungan muncul terkait dengan kebijakan, langkah yang diambil pemerintah dan skema planing pemerintah dalam isu lingkungan dan perubahan iklim. Apa yang bisa diperankan oleh politisi atau partai politik?
Saya kira ini pertanyaan yang wajar muncul. Di tahun politik seperti tahun 2018-2019, berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan publik, isu yang dianggap terkait dengan kepentingan orang banyak pasti akan bermunculan dan dikaitkan dengan momen politik, apa yang dapat atau diperankan politisi atau partai politik untuk mengangkat atau memberi solusi terhadap isu tersebut. Persoalan kemiskinan misalnya, persoalan lapangan kerja, guru honorer, pertumbuhan ekonomi, ekonomi dan kredit bagi pengembangan usaha, dan lain sebagainya. Momen tahun politik dianggap saat yang tepat untuk menyampaikan dan membahas aspirasi atau persoalan yang dihadapi masyarakat. Termasuk isu lingkungan dan perubahan iklim di dalamnya.
Kembali pada cerita tentang diskusi persoalan lingkungan, perubahan iklim dan politik yang diadakan oleh Climate Institute. Saat ditanya pendapat saya tentang langkah politik dan sikap politisi serta partai politik terhadap isu perubahan iklim dan lingkungan, saya menjawab bahwa bagi Partai Demokrat, mengikuti apa yang menjadi kepedulian dan kebijakan yang dimiliki oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Partai Demokrat memiliki kepedulian Yang sama terhadap isu lingkungan dan perubahan iklim. Bahkan di partai Demokrat untuk mengkampanyekan dan memajukan diskusi serta pemahaman tentang isu lingkungan dan perubahan iklim, mungkin Partai Demokrat satu satunya partai yang memiliki departemen tersendiri di kepengurusan, terkait isu tersebut. Dalam programnya Partai Demokrat melalui Departemen Lingkungan dan Perubahan iklim mensosialisasikan iu-isu lingkungan dan perubahan iklim kepada kader dan publik melalui diskusi-diskusi publik yang membahas isu tersebut, melalui seminar maupun workshop tentang perubahan iklim untuk mahasiswa dan kaum muda.
Selain itu, tiga prinsip pembangunan yang akrab bagi kita saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang kini sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, mungkin masih kita ingat, Pro Poor, Pro Jobs, Pro Growth, yang kemudian ditambah dengan Pro Environment. Prinsip pembangunan tersebut mencerminkan bahwa pembangunan yang direncanakan haruslah pro pertumbuhan, kemudian pembangunan tersebut haruslah mampu menciptakan lapangan pekerjaan, dimana lapangan pekerjaan tersebut akan menjadi salah satu solusi untuk mengentaskan kemiskinan. Ketiga sasaran pembangunan tersebut haruslah mencerminkan atau selaras dengan perlindungan terhadap lingkungan, tak boleh menciptakan kerusakan lingkungan. Analisa dampak lingkungan harus menjadi dasar dari berbagai proyek pembangunan yang direncanakan.
Wujud dari prinsip pembangunan tersebut adalah rumusan yang sejalan dengan konsep pembangunan global yang dikenalin sebagai Sustainability Development Goals, pembangunan yang berkelanjutan.
Sustainability Development Goals adalah bertujuan pembangunan harus dilakukan dengan menjaga lingkungan atau tidak mengakibatkan pembangunan. Prinsip dari pembangunan berkelanjutan adalah mempertemukan pembangunan manusia secara menyeluruh yang pada saat bersamaan mempertahankan kemampuan alam untuk tetap dapat menjadi atau menyediakan sumber daya alam dan layanan ekosistem dimana pembangunan ekonomi dan masyarakat tergantung didalamnya. Pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam harus terintegritas dengan keberlangsungan hidup manusia dan alam itu sendiri. Pada bulan September 2015 Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) secara formal mengadopsi konsep pembangunan berkelanjutan, Sustainability Development Goals (SDG’s), yang dimandatkan dilaksanakan oleh negara-negara anggota PBB sejak tahun 2016 hingga 2030. Sustainability Development merupakan konsep pembangunan yang dirancang untuk menggantikan Millenium Development Goals (MDG’s) Yang berakhir pada tahun 2015. Sebelumnya, sejak tahun 2012 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ditunjuk oleh PBB, besama dengan Perdana Menteri Inggris David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johson Sirleaf, menjadi pimpinan bersama tim kecil, terdiri dari 23 negara, yang merumuskan Sustainability Development Goals (SDG’s), Yang kemudian ditetapkan secara resmi berlaku oleh PBB pada September 2015.
Persoalan perubahan iklim, konservasi natural resources, hutan, dan pemanasan global menjadi point-point penting dalam SDG’s. Keberlangsungan sumber daya alam, hutan dan menurunkan pemanasan global menjadi beberapa hal sebagai rujukan pembangunan. Mengatasi pemanasan global menjadi salah satu cara untuk mempercepat tercapainya SDG’s. Draft Perjanjian Paris COP 2015 kemudian diratifikasi pada bulan April 2016, menjadi sebuah rujukan bagi pembangunan yang berlandaskan pada pengurangan gas karbon, mengurangi efek rumah kaca, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Indonesia yang juga menjadi salah satu negara yang menyepakati Paris Agreement dan juga Sustainability Development Goals, telah merumuskan beberapa rangkaian kebijakan dan tujuan serta target, seperti perbaikan terumbu karang, pemberantasan malaria, pengurangan efek rumah kaca, transportasi publik yang ramah lingkungan, menerapkan energi yang terbaru, konservasi hutan dan sebagainya. Pulau Kalimantan menjadi area yang menjadi salah satu target utama langkah mengatasi perubahan iklim dan isu pemanasan global. Persoalan kebakaran hutan, perlindungan terhadap lahan gambut, tambang batubara, perkebunan kelapa sawit, flora dan fauna, konservasi hutan, adalah berbagai isu yang alam masuk dalam langkah strategis pemerintah mengatasi isu lingkungan dan perubahan iklim.
Lalu mengapa isu lingkungan dan perubahan iklim disebut sebagai isu kelompok millenial?
Persoalan yang muncul dari kerusakan lingkungan atau perubahan iklim, bumi yang semakin panas akibat pemanasan global akan berakibat pada jangka panjang, dimasa depan, jika tak diantisipasi atau ditangani segera. Akibat dari pemanasan global dan kerusakan lingkungan akan dialami oleh para generasi millenial yang hidup sekarang dimasa depan. Persoalan pemanasan global, perubahan iklim adalah persoalan didepan. Pembangunan yang diterapkan, mengikuti konsep dari Sustainability Development Goals, harus memiliki keberlangsungan dan tetap dapat dinikmati oleh generasi dimasa depan.
Generasi millennial adalah generasi yang lahir dalam bentang tahun 1982-2004. Dengan kata lain generasi ini adalah generasi anak muda yang kini memiliki usia 14-36 tahun. Merekalah yang akan menjadi pewaris bumi, pewaris masa depan.
Itu pula mengapa generasi millenial sangat concern dengan persoalan bumi dan keberlangsungannya.
Kembali pada pertanyaan dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Climate Instute terkait langkah dan kepedulian politisi dan partai politik terhadap persoalan lingkungan dan perubahan iklim, saya bercerita bahwa beberapa hari sebelum diskusi, diundang oleh salah satu stasiun televisi untuk hadir dalam dialog yang diadakan oleh stasiun televisi tersebut terkait isu lingkungan dan perubahan iklim, dengan mengundang beberapa wakil dari partai politik, guna membahas tentang program dan visi partai terhadap isu-isu tersebut. Suatu dialog yang baik, terlebih terkait dengan tahun politik, untuk melihat keperdulian dan pemahaman partai politik terhadap isu-isu tersebut. Keesokan harinya saya menyatakan siap untuk hadir dalam dialog tersebut mewakili Partai Demokrat. Namun sayang penanggungjawab program di stasiun televisi tersebut meminta maaf karena harus menunda acara tersebut, dengan alasan partai lain belum siap atau tidak memiliki perwakilan yang siap untuk berbicara isu lingkungan dan perubahan iklim. Hanya Partai Demokrat yang siap dengan perwakilannya. Sesuatu yang amat disayangkan.
Dalam beberapa hari yang lalu saya juga mentwit terkait satu partai yang selalu mengklaim sebagai partai anak muda, partai kelompok millenial. Namun saya sayangkan sejauh ini lebih banyak berkutat dengan isu-isu agama atau pluralisme. Bukan menganggap isu pluralisme atau kebebasan beragama sebagai isu yang tidak penting, tetapi melihat concern dari generasi millenial yang banyak menyuarakan kepedulian sosial dan masyarakat, serta lingkungan, kebijakan yang terkait isu tersebut harusnya pun menjadi isu yang penting diangkat.
Visi misi partai akan menjadi cermin dari kebijakan publik yang akan dihasilkan nantinya. Kebijakan publik yang responsif dan peduli pada persoalan masyarakat dan masa depan. Tak cukup dengan hanya jargon, kelompok muda, pilih anak muda.
18 November 2018
*)Ketua Departemen Lingkungan Hidup & Perubahan Iklim DPP Partai Demokrat
Caleg No. Urut 4 DPR Partai Demokrat, Dapil Kalimantan Timur
Twitter: @monethamrin
FB. : Muhammad Husni Thamrin