Oleh: Firliana Purwanti, SH. LLM
Kepala Biro Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Departemen Agama & Sosial
DPP Partai Demokrat
Baru-baru ini wacana gerakan perempuan Indonesia diwarnai oleh perdebatan yang dipicu oleh pernyataan Ketua Umum PBNU yang viral di Twitter, “Ini saya ingatkan Fatayat dan Muslimat, jangan ikut-ikutan feminisme,” ujar KH. Yahya Cholil .
Setelah ditelusuri lebih jauh, potongan pernyataan Ketua Umum PBNU ini disampaikan dalam konteks menanggapi feminis Belanda yang berargumen bahwa kita harus berhenti mengagung-agungkan konsep keibuan (motherhood) saat pemain bola Maroko, Sofiane Boufal, merayakan kemenangan tim nasionalnya mengalahkan Portugal di Piala Dunia 2022 dengan mengajak sang ibu menari di tengah lapangan bola .
Dalam wacana ini Partai Demokrat berpendapat bahwa memuliakan konsep keibuan tidak bertentangan dengan semangat pemberdayaan perempuan karena sesungguhnya mereka selaras. Selama perempuan secara bebas memilih menjadi ibu dan berkontribusi besar pada kesuksesan anak-anaknya, maka peran ibu harus dirayakan.
Ibu yang dimuliakan berarti ibu harus bebas dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan sehingga ia bebas memilih untuk berkarir atau menjadi ibu rumah tangga penuh waktu tanpa paksaan. Yang mana hak ibu atau perempuan Indonesia sudah dilindungi oleh negara melalui ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) sejak 1984, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan KUHP yang melarang kekerasan seksual dalam perkawinan.
Partai Demokrat menegaskan bahwa menghormati konsep ibu tidak menegasikan ibu yang ingin berkarir. Justru karena peran ibu yang mulia maka ibu yang ingin berkarir harus didukung oleh keluarga, terutama pasangannya. Mendukung ibu atau istri yang memutuskan berkarir, terutama di bidang iptek atau science, technology, engineering and mathematic (STEM) sangat penting dalam pembangunan.
Mengapa Partai Demokrat mengangkat tema tentang memuliakan perempuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi secara khusus? Ini penting karena terkait dengan keresahan masyarakat global mengenai rendahnya partisipasi perempuan di bidang teknologi sedangkan kemajuan teknologi adalah keniscayaan. Jika perempuan tidak terlibat di bidang iptek maka akan memperlambat proses pembangunan. Itu sebabnya PBB memilih tema “DigitALL: Innovation and technology for gender equality” untuk memperingati Hari Perempuan Internasional 2023.
Tantangan global yang kita hadapi saat ini adalah bagaimana melawan Covid-19 yang terus berevolusi sehingga pemutakhiran vaksin secara terus menerus perlu dilakukan agar Covid dapat terkendali. Menemukan obat untuk kanker yang sampai hari ini menjadi salah satu penyakit paling membunuh di dunia juga tantangan yang belum ditaklukkan. Kita butuh semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, untuk berkarya di bidang farmasi, kedokteran, kimia dan biologi untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut. Jika perempuan hanya didorong menjadi “ibu” saja atau istri berkarir masih diberikan beban ganda, maka 50% potensi untuk menjawab tantangan global tersebut akan pupus.
Secara global, badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa jumlah perempuan melampui jumlah laki-laki di pendidikan tingkat tinggi. Namun perempuan masih minoritas dalam bidang iptek khususnya science, technology, engineering and mathematic (STEM) yaitu 35%. Bahkan perempuan yang belajar teknologi, informasi dan komunikasi lebih sedikit lagi jumlahnya, yaitu 3% .
Angka global ini tidak berbeda jauh dengan kondisi di Indonesia. Peneliti dari LIPI, Wati Hermawati menyampaikan perempuan yang belajar iptek di perguruan tinggi hanya 30% dibanding laki-laki yang mencapai 70% . Jumlah perempuan yang sedikit di sektor iptek ini biasanya tergerus di dunia kerja karena lingkungan keluarga dan kerja yang tidak memberikan kenyamanan pada mereka.
Bagaimana caranya agar perempuan nyaman berkarir pada sektor pengembangan iptek?
Solusi konkret yang Partai Demokrat tawarkan untuk mendorong lebih banyak perempuan berkarir di bidang Iptek adalah sebagai berikut:
Pertama, mendukung istri yang bekerja di bidang teknologi dengan mengharuskan para suami mengambil peran domestik yaitu mendidik anak dan melakukan pekerjaan rumah secara bersama-sama. Ini penting agar tidak terjadi beban ganda pada istri. Beban ganda, bekerja penuh waktu dan tetap mengurus rumah tangga, biasanya memaksa perempuan memilih meninggalkan karir. Hal ini merugikan karena potensi perempuan menikah untuk berkontribusi pada pengembangan iptek menjadi hilang.
Terbayangkah jika seorang Carina Citra Dewi Joe, PhD, perempuan Indonesia yang terlibat dalam pengembangan vaksin Covid-19 AstraZeneca di Oxford University , meninggalkan karirnya karena beban ganda?
Kedua, fasilitas publik seperti perkantoran harus menyediakan fasilitas ruang menyusui bagi karyawan perempuan yang baru kembali dari cuti hamil dan tempat penitipan anak yang dapat diakses bagi karyawan laki-laki dan perempuan. Sehingga laki-laki bekerja pun bisa turut merawat dan mendidik anaknya secara adil. Karena memuliakan ibu tidak berarti mengucilkan peran ayah atau anak-anak yang tumbuh tanpa ibu.
Di hari Perempuan Internasional 2023 ini, Partai Demokrat memuliakan semua perempuan, terutama perempuan yang berani mendobrak stigma bahwa iptek hanya ruang untuk laki-laki, dengan membangun budaya keluarga tenteram, di mana pasangan berbagi peran secara adil dan didukung oleh kebijakan pemerintah yang mengharuskan pemberi kerja menyediakan fasilitas ramah keluarga.