Oleh : Ferdinand Hutahaean*)
Global Corruption Barometer 2017 yang disusun Transparency International menunjukkan bahwa mayoritas responden di 31 Propinsi di Indonesia menempatkan DPR sebagai lembaga yang paling korup sebesar 54% di ikuti birokrasi sebesar 50% dan DPRD sebesar 47%.
Sementara itu, survay litbang Kompas Februari 2016 menunjukkan angka 74,7% dari 510 responden di 12 kota besar Indonesia menganggap KPK punya citra positif.
Itulah 2 hasil riset terhadap publik, survay menyerap opini dan persepsi publik terhadap DPR dan KPK. Berkaitan dengan ini marilah kita mengukur dan menakar manfaat pengajuan hak anggota DPR yang memang diatur mekanisme haknya dalam UU yaitu pengajuan Hak Angket terhadap KPK.
Hak Angket adalah hak yang dimiliki oleh DPR untuk melakukan penyelidikan atas satu kebijakan dari sebuah lembaga negara atau pemerintah yang berkaitan dengan hal strategis, hal penting dan berdampak luas terhadap masyarakat, berbangsa dan bernegara yang bertentangan dengan Undang-undang.
Mengacu pada Hak Angket tersebut, hampir semua Fraksi di DPR minus Fraksi Partai Demokrat telah mengajukan hak angket terhadap KPK pasca bergulirnya kasus EKTP yang kemudian mencekal Ketua Umum Golkar yang juga Ketua DPR yaitu Setya Novanto.
Setya Novanto memang kritis posisinya dalam kasus Korupsi EKTP karena namanya disebut banyak pihak terutama pihak yang sudah menjadi tersangka lebih dulu dan para saksi. Setya Novanto kemungkinan besar akan menjadi tersangka dalam waktu dekat.
Mungkin itulah motif utama dari Fraksi Golkar dan kroni politiknya untuk mengajukan Hak Angket terhadap KPK. Tujuannya apa? Mungkin tujuan politik untuk membela Ketua Umumnya lah yang menjadi tujuan utama dari Hak Angket ini. Karena sesungguhnya tidak ada alasan utama selain alasan politik tersebut.
Jika alasan untuk meluruskan kinerja KPK yang memang belakangan tersorot tentu hak angket yang lebih pantas adalah Hak Angket untuk menyelidiki kasus Sumber Waras yang diduga melibatkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.
Itu jauh lebih bermanfaat daripada mengusulkan Hak Angket demi kepentingan politik membela para terduga yang terlibat dalam kasus korupsi EKTP.
Menjadi pertanyaan besar memang saat ini mengapa Partai Golkar dan kroni politiknya sangat bersemangat mengobok-obok KPK yang menangani kasus EKTP tapi Golkar dan kroni politiknya seperti PDIP, NASDEM dan HANURA diam ketika kasus dugaan korupsi RS Sumber Waras mengganggu rasa keadilan publik.
Bahkan Golkar dan kroni politiknya diam ketika Fraksi Demokrat mengajukan hak angket ketika Ahok tidak di nonaktifkan oleh Presiden setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus penodaan agama sesuai UU Pemerintahan Daerah.
Kita mengakui dan menyadari bahwa memang Pimpinan KPK jilid sekarang adalah pimpinan KPK yang paling rendah kualitas kepemimpinannya dari pimpinan-pimpinan KPK sebelumnya. Kita mengakui pada era pimpinan KPK sekarang terlalu banyak hal yang sifatnya intervensi yang bersumber dari kekuasaan dan kesan sangat menutupi sebuah kasus seperti kasus Sumber Waras yang diduga melibatkan Ahok dan kasus Suap Pajak yang diduga melibatkan adik ipar Presiden Jokowi yaitu saudara Arif. Namun demikian meluruskan KPK bukanlah dengan cara mengusulkan angket terhadap KPK terlebih angket yang sarat kepentingan politik seperti saat ini.
Dengan mengurai berbagai fakta dan analisis, pertanyaan yang harus kita jawab saat ini adalah, apa dan sejauh mana manfaat hak angket terhadap KPK yang di usulkan DPR sekarang terhadap masa depan berbangsa dan bernegara? Adalah manfaat yang akan kita petik sebagai rakyat? Sebagai bangsa dan sebagai negara?
Sepertinya hak angket ini tidaklah bermanfaat bagi rakyat, bagi bangsa dan bagi negara. Hak Angket ini terlalu sarat dengan kepentingan kelompok tertentu maka harus ditolak dan dihentikan. KPK memang sedang tidak sesuai dengan ekspektasi publik, tapi memperbaiki KPK bukan dengan cara melakukan hak angket seperti usulan sebagian besar Fraksi minus Fraksi Demokrat.
Publik hanya bisa berharap kepada Demokrat di DPR untuk menghentikan angket ini karena Fraksi lain sudah menyatakan mendukung melalui beberapa anggotanya di komisi 3 DPR RI.
Kemarin saat bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat SBY dalam satu kesempatan diskusi, SBY menyampaikan 3 hal alasannya untuk menolak hak angket yaitu, pertama Hak Angket tidak tepat dan bisa menjadi intervensi dalam penegakan hukum terutama terhadap kasus EKTP. Kedua, kalau ada yang ingin ditanyakan kepada KPK bisa ditanyakan dengan cara lain yang tidak mengganggu KPK. Ketiga, Demokrat dan SBY tetap tegas mendukung KPK untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Sejarah mencatat Demokrat tetap mendukung KPK sejak kasus cicak buaya dan kasus-kasus lainnya yang menerpa KPK.
Semoga DPR tidak dijadikan sebagai alat membela kepentingan pribadi dan kelompok oleh para politisi partai yang berhasrat untuk terus berkuasa dengan cara-cara yang tidak baik. Saya sarankan juga agar Ketua DPR Setya Novanto mengundurkan diri dari kursi Ketua DPR supaya kepentingan DPR tidak terganggu dan tidak tersandera oleh posisi ketuanya yang dicekal oleh KPK.
Jakarta, 28 April 2017
*)Pimpinan Rumah Amanah Rakyat dan Wakil Sekjen Bela Tanah Air