Sekretaris Jenderal DPP-PD Dr Hinca IP Pandjaitan XIII memberikan surat tugas kepada Dr Eddy KA Berutu sebagai Calon Bupati Dairi di Kantor Pusat Partai Demokrat, Wisma Proklamasi 41, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/9/2017). Hadir dalam serah terima surat tugas tersebut Romi Frida Mariani boru Simarmata (istri Eddy KA Berutu), Wakil Sekjen DPP-PD Andi Timo Pangerang, Wakil Direktur Eksekutif DPP PD Partoyo, Ketua Departemen Urusan DPR DPP-PD Jansen Sitindaon, Sekretaris KPP DPP-PD Ahdi Muqsith, Anggota KPP DPP-PD Gana Pebrana, dan Ketua DPC-PD Dairi Markus Purba. (MCPD/Omar Tara)

Satu nusa, satu bangsa, satu bahasa kita

Tanah air, pasti jaya, untuk selama-lamanya

Indonesia pusaka, Indonesia tercinta

Nusa bangsa, dan bahasa, kita bela bersama

Barisan kata puitis di atas tentu sama kita tahu. Itulah lirik lagu “Satu Nusa Satu Bangsa” karya Liberty Manik atau lebih akrab dipanggil L  Manik.

Tetapi tentu banyak yang belum paham bahwa L Manik lahir di Sidikalang, Dairi, Sumatera Utara 21 November 1924 (meninggal 16 September 1993).

L Manik adalah musisi berpendidikan tinggi. Ia  doktor musik dari  Universitas Berlin, Jerman dengan predikat cum laude. Komponis dan pengajar musik di Institut Seni Indonesia (Yogyakarta) yang juga dikenal sebagai filolog (ahli bahasa) Batak kuno.

“itulah sumbangan Sidikalang, Dairi, bagi Indonesia. Sejak bangsa kita merdeka, warga Dairi telah menjadi bangsa nasionalis. Apalagi Dairi cukup heterogen. Beragam suku bangsa hidup dengan damai di sana. Bolehlah disebut, Dairi, layaknya banyak kota kabupaten, adalah Indonesia mini,” demikian  dikatakan Jansen Sitindaon, sahabat baik saya, suatu siang di Taman Politik Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat (DPP-PD) yang rindang, Jalan Proklamasi 41, Menteng, Jakarta Pusat, pertengahan September 2017.

Tentu Jansen tak serta merta bicara Dairi jika bukan karena sesuatu hal penting. Jansen yang kini menjabat sebagai Ketua Departemen Urusan DPR DPP Partai Demokrat tengah resah. Ia menaruh harapan besar: suatu hari, Dairi, tanah kelahirannya, menjadi daerah maju layaknya kabupaten-kabupaten lain yang bisa memaksimalkan sumber daya alam dan manusianya.

Kini, momentum itu tiba dengan digelarnya Pilkada Serentak Tahun 2018. Pilkada juga berlangsung di Dairi.

“Masyarakat Dairi tentu berharap tokoh yang kelak memimpin Dairi adalah tokoh berwawasan luas, berpengetahuan dalam, punya kecerdasan tinggi, dan berkepribadian terpuji. Semua ciri itu pada Bang Eddy Berutu,” ujar Jansen, nadanya sangat serius.

Siapa Eddy Berutu?

Hanya beberapa jam setelah perbincangan dengan Jansen,  saya berhasil mewawancarai Doktor Eddy Keleng Ate Berutu, yang didampingi istrinya, Romy Frida Mariani Br Simarmata di Kantor DPP-PD. Sebelumnya saya juga telah mewawancarai Anggota FPD DPRD Sumut Jenny Riany Luci Berutu (kakak kandung Eddy Berutu) dan Ketua Partai Demokrat Dairi Markus Purba.

Eddy Berutu adalah pria berdarah Pakpak dan Karo. Ia putra pasangan alm Drs V Berutu dan Makekata R br Purba. Eddy Berutu dilahirkan di Dolok Ilir, Sumut, 12 Januari 1960.  Dari perkawinan dengan Romy Br Simarmata, Eddy Berutu memiliki tiga anak yakni Maria Dimitria Tabitha Berutu, Ignatio Edro Humberto Berutu, dan Rod Fredricho Berutu.

Jenny Berutu mengisahkan, kehidupan Eddy tidaklah berjalan mulus. Hanya karena perjuangan keras saja, Eddy Berutu bisa mencapi puncak karier di dunia bisnis. Kemampuan Eddy di bidang pengelolaan bisnis bahkan diakui Majalah Business Review yang menganugerahi The Best CEO Business Strategic, pada Tahun 2012.

Beratnya perjuangan Eddy Berutu diawali wafatnya sang ayah, V Berutu, tokoh terkemuka dari Dairi. Karier V Berutu di bidang perkebunan sangat bersinar. Ia pernah menjadi pemimpin tertinggi di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XXIII Jember, Jawa Timur hingga akhirnya ditunjuk Pemerintah Pusat menjadi Direktur Utama PTPN II (PTP terbesar di tanah air). Malang tak dapat ditolak. Tepat di hari pelantikan sebagai Dirut PTPN II, V Berutu menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa, Desember 1986.  V Berutu meninggalkan seorang istri dan enam anak, termasuk Eddy Berutu.

Dr Eddy KA Berutu didampingi istrinya, Romy FM Br Simarmata (MCPD/Omar Tara)

“Saat itu, saya baru menikah dan baru punya bayi, tetapi Eddy masih kuliah di Teknik Sipil  Universitas Parahyangan,” ujar Jenny.

Ibu merekalah yang kemudian menjadi orangtua tunggal bagi Eddy dan adik-adiknya. Ia membeli sebuah rumah di Jakarta Selatan dan menyewakannya. Hasil mengontrakkan rumah itulah. antara lain,  menjadi  bekal menyekolahkan Eddy dan adik-adiknya. Perjuangan keras sang ibunda bahkan berhasil membuat adik-adik Eddy Berutu bisa kuliah di luar negeri. Hanya Jenny dan Eddy yang tidak kuliah di luar negeri. Meski, tetap saja mereka berpendidikan tinggi. Eddy bergelar doktor dan Jenny meraih notaris.

“Ibu seperti Midas. Apa yang disentuhnya menjadi emas. Beliau tidak mengerami anak-anaknya. Ibu sangat tegas. Bukan seorang yang memanjakan anak-anaknya,” kata Jenny.

Eddy Berutu mengamini apa yang dikatakan Jenny.

“Ibu, selain alm Bapak, membentuk kepribadian saya. Di etnis Batak Pakpak, sebagai anak lelaki tertua, saya adalah pengganti Bapak. Itu mempengaruhi karakter saya. Saya harus memimpin keluarga kami, bersama Ibu. Saya dipaksa dewasa saat itu. Dari Ibu, saya juga belajar kerja keras, disiplin, cinta keluarga yang bukan hanya keluarga inti, dan beriman sungguh-sungguh pada Tuhan. Karakter itulah yang membuat saya tumbuh seperti ini,” Eddy menyampaikan.

Eddy matang bukan hanya karena bimbingan seorang ibu. Ia juga beruntung memiliki seorang istri berdarah Batak Toba yang mendampinginya mengarungi tantangan tidak mudah dan sangat kompleks.

“Kalau dilihat dari karier saya, perubahan drastis selalu terjadi periode demi periode. Istri menopang saya dari fisik, pemikiran dan iman. Saya ditempa banyak perubahan dan harus menjadi ayah bagi adik-adik saya,” Eddy mengisahkan.

Seperti diutarakannya, perjuangan Eddy memang tidak mudah dan sangat kompleks. Istrinya menceritakan, sejak kuliah Eddy telah bekerja menjadi penyiar dan kemudian memanajemeni radio tersebut.

Lulus kuliah,  Eddy yang multitalenta, mengawali karier di PT Matari Advertising. Jabatan terakhir yang diembannya adalah Kepala Divisi Direct Marketing dan Sales Promotion. Setelah itu, sejak 1996, ia menggeluti dunia keuangan: General Manager dan Vice President PT Bank Permata, dahulu PT Bank Bali Tbk (1996-2001), Direktur PT Prudential Life Assurance (200-2005), Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (2005-2008), Presiden Direktur PT Media Asuransi (2007-2008), Direktur dan Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanartha (2008-2012), Direktur Pacific Insurance Conference Ltd Hongkong. Kini, ia adalah pendiri dan komisaris Group JUMA dan Komisaris PT Pacific Life Insurance.

Eddy juga pribadi yang tidak mau berhenti belajar. Selama studi Teknik Sipil, ia juga mengikuti Pendidikan Ahli Teknik Komputer di Institut Teknologi Bandung (1980-1983) Sedikitnya, Eddy mengikuti empat pelatihan/ pendidikan penting di Universitas Malaya-Malaysia, World Institute Action Learning-Amerika, Financial Planning Standard Board Ltd-Denver-USA, dan Singapore College of Insurance.

Uniknya, Eddy justru memilih studi S-2 Program Studi Pastoral Konseling di Sekolah Tinggi Theologi Sunergeo Banten. Sedangkan untuk program doktoralnya, ia tempuh di Sekolah Tinggi Theologi IKAT. Ia dinyatakan lulus dengan disertasi berjudul: “Implementasi Stategi Perencanaan Keuangan Asuransi Mikro dalam Mengangkat Derajat Kehidupan Masyarakat di Kabupaten Pakpak Barat, Kabupaten Dairi, dan Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara”.

Menyikapi rentetan karier Eddy Berutu yang terus berubah bahkan kerap memulai karier dari awal (meski bukan dasar), istrinya, Romy  Simarmata mengatakan, “Saya sudah siap jika kehidupan kami berubah terus, Mungkin memang jalan kehidupan saya untuk berubah terus. Tetapi saya bahagia karena ia punya daya juang tinggi dan tidak mudah putus asa. Ia seorang petarung. Punya fighting spirit yang tinggi.”

Kini ketika Eddy Berutu mengatakan ingin mencalonkan diri sebagai Bupati Dairi, sebagai pelayanan pada masyarakat, Romy sangat mendukung. Baginya ini saat mereka berkesempatan melayani dan berguna bagi masyarakat Dairi. Apalagi Romy Simarmata sangat memahami, Eddy Berutu adalah sosok dinamis yang tidak bisa berdiam diri melihat beragam persoalan masyarakat.

Eddy Berutu, yang telah sangat mapan, merasa terpanggil membenahi tanah leluhurnya karena ingin mendedikasikan diri untuk kepentingan lebih banyak orang. Ia telah memetakan persoalan masyarakat Dairi secara serius dalam setahun ini.

Jansen Sitindaon mengatakan, di dalam tubuh Eddy Berutu ada keberagaman bersinergi dengan baik. Ia adalah pribadi sangat memahami bhinneka tunggal ika. Eddy berdarah Pakpak dan Karo serta sangat mencintai istrinya yang berdarah Toba. Eddy mampu mensinergikan tiga kekuatan keragaman dalam dirinya karena sangat memahami makna “Satu Nusa, Satu Bangsa”. Ia mencintai tanah leluhurnya dan memiliki kemampuan memimpin Dairi.

Eddy mengatakan kemampuannya mensinergikan keberagaman karena ia berusaha keras untuk terus mendengar aspirasi masyarakat Dairi. Bertahun-tahun itu ia lakukan hingga, setahun lalu,  ia sampai pada kesimpulan bahwa ia harus maju untuk mengubah Dairi setelah kuatnya desakan masyarakat.

Dr Eddy KA Berutu (MCPD/Omar Tara)

Eddy bukanlah sosok awam politik.  Selain selalu berdiskusi dengan Jenny Berutu, ia juga selalu berdiskusi tentang politik dengan Bupati Pakpak Bharat (2005-2009) alm Muger H Berutu dan Bupati Pakpak Bharat (2015-2020) Remigo Y Berutu (Ketua Partai Demokrat Pakpak Bharat). Alm Muger Berutu dan Remigo Berutu adalah adik kandung Eddy Berutu.

Dengan pemahaman politiknya, Eddy Berutu melihat, setidaknya ada dua hal paling pokok agar masyarakat Dairi sejahtera, Pertama, masyarakat harus memiliki kekuatan ekonomi. Kedua, negara harus hadir untuk memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan.

Eddy tertantang untuk pulang kampung membangun Kabupaten Dairi. Masalah yang ada harus diselesaikan, antara lain, banyak desa tidak terhubung jalan dengan baik sehingga menghambat konektivitas hasil pertanian dan mobilitas masyarakat. Demikian juga fasilitas listrik tidak memadai, sehingga anak-anak tidak bisa belajar. Belum lagi isu mengenai terbatasnya lapangan kerja, pelayanan publik dan sektor usaha, peningkatan kinerja aparatur dan pelayanan kesehatan yang terjangkau.

Fasilitas lain yang harus dibangun di Dairi adalah pendidikan. Karena Dairi kuat di sektor pertanian, maka pertama-tama adalah melipatgandakan produktivitas dan pendapatan petani. Ini tidak bisa dilepaskan dari kualitas SDM. Ia berharap, anak-anak muda bisa menjadi petani modern. Intinya, daerah akan maju, jika sumber daya manusianya baik.

Eddy memaparkan, sekitar 80 persen masyarakat Dairi hidup dari pertanian. Kemampuan bertanam masyarakat Dairi tidak ada duanya. Tetapi sentuhan teknologi dan sistem modern sangat minim, sehingga hasilnya habis, apalagi jika terimbas rentenir. Masyarakat tidak mampu memanfatkan mekanisasi dan teknologi pertanian. Mereka tidak punya akses ke modal dan pasar sehingga harga jual sangat rendah dari total produksi yang dikeluarkan.

Eddy ingin menggenjot sektor pertanian masyarakat sehingga Dairi bisa menjadi penyangga kawasan Danau Toba. Dairi menjadi pusat kebutuhan makanan di kawasan Danau Toba. Dairi menjadi kawasan penghasil daging, sayur, jagung, dan padi. Daerah-daerah seputar Danau Toba  yang wisatanya potensial mendapat suplai pangan dari Dairi. Perdagangan antar daerah ditingkatkan. Juga melakukan komunikasi rutin dengan banyak kepala daerah.

Tentu Eddy Berutu juga melakukan penguatan di sektor pariwisata yang cepat memberikan pemasukan juga lapangan pekerjaan. Ia mendorong kedatangan turis lokal dan asing ke Dairi secara berkelanjutan.

Eddy Berutu mengatakan, Dairi telah tertinggal selama 20 tahun. Dairi yang punya 15 kecamatan tertinggal jauh dari Toba Samosir dan Humbang Hasundutan. Ironis karena Dairi merupakan kabupaten tertua di Sumut.

Atas hal ini, Ketua Demokrat Dairi Markus Purba mengatakan, Dairi membutuhkan figur profesional dan visioner yang dimiliki Eddy Berutu. Masyarakat Dairi berharap Pilkada Dairi 2018 melahirkan Eddy Berutu sebagai pemimpin baru yang bisa membawa kesejahteraan.

Terkait Pilkada Serentak 2018, Eddy sangat berharap masyarakat memahami bahwa pluralisme adalah kekuatan Dairi. Kebinekaan adalah kekuatan Dairi yang sudah dibuktikan puluhan. Satu Nusa Satu Bangsa karya L Manik adalah satu contoh betapa masyarakat Dairi sangat memahami nasionalisme. Persatuan adalah bagian dari kearifan lokal masyarakat Dairi. Di Dairi terjadi harmoni dalam keberagaman.

“Dairi adalah Indonesia mini yang merawat falsafah Bhinneka Tunggal Ika,” ujar Eddy Berutu di ujung perbincangan kami, pertengahan September.

Saya lantas teringat pesan pendek yang dikirim Jansen Sitindaon via aplikasi WhatsApp, Sabtu siang (23 September 2017). Saat itu, ia tengah berada dalam perjalanan darat dari Medan ke Dairi.

“Mau lihat keadaan (Dairi) dulu. Karena (Eddy Berutu) wajib menang ini,” Jansen menjawab pertanyaan apa penyebab ia menuju Dairi.

Saya paham, hanya rasa cintalah yang membuat Jansen menuju Dairi, tanah kelahirannya. Rasa cinta pula yang membuat ia berusaha keras memenangkan Eddy Berutu, intelektual berwawasan luas, sehingga Dairi menjadi kabupaten maju.

Cinta pada tanah leluhur, bagai cinta yang dilantunkan L Manik pada karyanya:

Desaku

Desaku yang kucinta, pujaan hatiku

Tempat ayah dan bunda, dan handai taulanku

Tak mudah kulupakan, Tak mudah bercerai

Selalu kurindukan, desaku yang permai

24 September 2017

(Didik L Pambudi)