Oleh: Silvariyadi Rahman, S.Sos, MM.*)
Tahun 2018-2019 adalah tahun politik. Pada 2018 ini akan dilangsungkan pemilihan para kepala daerah (Pilkada) serentak, dengan jumlah peserta terbanyak, untuk memilih bupati, walikota dan gubernur beserta para wakilnya. Sedangkan pada 2019, bangsa ini akan menetapkan pilihannya terhadap para anggota legislatif, presiden dan wakil presiden. Karenanya dua tahun berikut ini adalah tahun-tahun yang penuh gonjang-ganjing politik, yang perlu dilalui seluruh elemen bangsa dengan kepala dingin dan kematangan berpikir, bertindak dan berprilaku.
Dengan demikian diharapkan pesta demokrasi rakyat ini benar-benar berjajalan sesuai harapan. Dan harapannya adalah agar kita dapat memilih para pemimpin bangsa yang kompeten untuk memajukan kehidupan seluruh anak bangsa, sekurang-kurangnya lima tahun ke depan.
Tidak bisa dipungkiri, suhu politik tanah air sekarang sudah mulai memanas. Gonjang-ganjing politik menyongsong Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 itu kini sudah sama-sama kita rasakan dan kita saksikan dengan mata kepala kita masing-masing. Kritik pedas tokoh reformasi Dr. H. M. Amien Rais terhadap pemerintahan Presiden Jokowi yang kemudian ditanggapi dengan keras oleh Menko Maritim Jenderal TNI (Pur) Luhut Binsar Panjaitan MPA baru-baru ini, misalnya, adalah salah satu bukti memanasnya suhu politik di tanah air. Jika tidak tertangani dengan baik, suasana tegang seperti ini bisa menimbulkan akibat yang tidak baik bagi penyelenggaraan demokrasi kita.
Bicara tentang tahun politik dan gonjang-ganjing politik yang menyertainya, tentu kita perlu belajar dari para pemimpin bangsa terdahulu. Dan untuk era sekarang, mungkin kita dapat belajar dari kiprah dan prilaku politik salah seorang tokoh bangsa yang telah melalui perjalanan yang panjang dalam percaturan politik negeri ini. Yaitu, Presiden RI ke-enam Dr. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Betapapun, SBY telah memperlihatkan jati dirinya sebagai seorang politisi yang sikap dan prilakunya patut diteladani.
Untuk itu, alangkah baiknya bila kita menyelami makna orasi politik SBY pada pembukaan Rapimnas Partai Demokrat yang berlangsung di Sentul International Convention Center (SICC), 10-11 Maret silam. Dengan memahami orasi politik SBY tersebut, kita tentu dapat meneladani sikap dan prilaku Ketua Umum Partai Demokrat yang sukses memimpin bangsa ini selama dua periode.
Seperti diketahui, ada lima pesan penting SBY untuk para kader Partai Demokrat khususnya dan masyarakat umumnya. Di antara kelima pesan penting itu, yang pertama dan utama ditekankannya adalah agar semua pihak lebih mengedepankan moral dan etika berpolitik.
“Mari kita junjung tinggi moral dan etika politik dalam pelaksanaan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 mendatang,” katanya menyerukan.
Seruan untuk menjunjung tinggi moral dan etika politik ini jadi sangat penting, ketika seluruh anak bangsa ini akan menyelenggarakan perhelatan demokrasi seperti sekarang. Yaitu, ketika begitu banyak politisi dari beragam partai yang berharap dapat mewujudkan keinginan dan harapannya untuk meraih kemenangan gemilang dalam pesta demokrasi ini.
Sebab bila moral dan etika politik itu tidak dijunjung tinggi sebagaimana mestinya, pesta demokrasi kita bisa rusak. Lebih buruk lagi, persatuan dan kesatuan anak bangsa bisa hancur berantakan. Padahal, menurut SBY, semua pihak tentu berharap agar Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 dapat berjalan secara aman, damai, tertib dan lancar, serta dapat pula berlangsung secara jujur, adil dan demokratis.
Pesan moral dan etika politik yang disampaikan Presiden RI dua periode itu tidak dapat dikatakan hanya sekadar “omdo” (omong doang). Soalnya SBY tidak hanya bicara, tapi juga membuktikannya dengan tindakan nyata. Selama dua periode pemerintahannya, dia telah berhasil menjalankan roda pemerintahannya dengan aman dan damai, tanpa adanya kericuhan yang berarti. Karena memerintah selama dua periode, maka dia pun telah memastikan lancarnya penyelenggaraan dua kali pemilu.
Di masa pemerintahannya, SBY bukan tidak pernah dikritik. Sebaliknya dia malah pernah dicerca, direndahkan dan dihinakan. Tapi Ketua Umum Partai Demokrat ini tidak marah, mengancam atau menjatuhkan lawan-lawan politiknya dengan cara-cara tidak bermartabat. Menghadapi serangan-serangan tersebut, dia tetap sabar, menerimanya dengan kepala dingin dan menyelesaikan setiap masalah dengan cara-cara yang berlandaskan moral dan etika. SBY mampu menampilkan dirinya sebagai seorang negarawan sejati.
Selanjutnya, SBY tidak hanya memberikan contoh dan suri teladan, tapi juga menyerukan kepada seluruh jajaran aktifis Partai Demokrat – termasuk kepada kedua putera kandungnya: Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) – agar menjunjung tinggi moral dan etika politik yang dimaksud. Karenanya dalam sejumlah pernyataannya, SBY tidak pernah meminta para kader Partai Demokrat untuk mencapai kemenangan hanya sekadar menang dalam Pilkada maupun Pemilu, tapi juga memastikan dijunjung tingginya moral dan etika politik. Di mata SBY, kaitannya dengan penyelenggaraan pesta demokrasi mendatang, rakyatlah yang berdaulat dan menjadi penentu, negara harus menjamin kemerdekaan dan keamanan mereka untuk menjatuhkan pilihannya. Karenanya, semua patut meneladani moral dan etika politik SBY.
*)Pengusaha Muda dari Bandung; Kader Partai Demokrat.