Oleh: Doktor Hinca IP Pandjaitan XIII SH MH ACCS*)
Banyak orang bilang matahari terbenam indah nan tenang di ufuk Monas. Jakarta memang terus akan menjadi sebuah rumah bagi warganya yang senantiasa tinggal di bawah langitnya. Ia diciptakan sebagai rumah yang besar dan utama untuk menjaga kerukunan hidup antara warga dengan suku, agama, dan ras yang berbeda-beda, serta mengokohkan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Kondisi Jakarta yang heterogen menunjukkan bahwa dibutuhkan harmoni antar warga untuk saling menghargai dan menghormati tiap-tiap perbedaan tanpa melahirkan rasa takut untuk menjadi homogen.
Cagub DKI Jakarta dengan nomor urut satu, Agus Harimurti Yudhoyono, menilai bahwa kebhinnekaan merupakan DNA bagi Jakarta. Sehingga, dibutuhkanlah seorang ayah yang menjelma sebagai pemimpin Jakarta yang tidak berjiwa sektarian dan partisan. Pemimpin yang dibutuhkan adalah pemimpin yang siap siaga menjawab permasalahan-permasalahan, karena heterogenitas tentu saja dapat terganggu oleh gejala-gejala ataupun insiden-insiden kecil. Warga Jakarta, sebagai saksi hidup yang menghirup udara Jakarta tiap harinya, tentu harus menjadi pemilih yang cerdas. Cerdas berarti tidak asal memilih pemimpin yang nantinya akan menyongsong Jakarta 5 tahun kedepan.
Pemimpin yang bersahabat dengan heterogennya Jakarta terefleksikan dalam diri Agus-Sylvi. Agus merupakan sosok yang lahir dari keluarga beretnis Jawa yang mewakili kalangan muda dan energetik , yang dipadukan dengan Sylvi yang beretnis Betawi. Keduanya merupakan cerminan dari keluarga yang bersifat heterogen.
Selain kondisi famili yang heterogen, Agus juga memiliki pengalaman saat ia masih menjadi taruna. Ia terbiasa mengikuti kegiatan-kegiatan perdamaian baik di kancah nasional maupun internasional. Dedikasinya pada militer perihal pasukan perdamaian dunia tak diragukan lagi dimana ia dihadapkan pada isu-isu kemanusiaan yang berjejer, dengan beragam jenis daerah dan warganya. Ia rela meninggalkan anak istrinya demi menunaikan tugas mulia dan pengabdian.
Tugas mulia perihal kemanusiaan itu kembali ia cerminkan dan refleksikan melalui pengabdian yang ditujukkan langsung kepada masyarakat Jakarta. Dengan jiwa korsanya, ia tetap menjadi sosok Agus yang berjiwa dan berdarah militer, namun memijakkan kaki di medan pengabdian yang berbeda. Pengalaman yang ia milikilah yang dijadikan modal untuk membangun Jakarta dengan program “Jakarta untuk Rakyat”. Program ini memang dibentuk secara matang, khusus untuk menyongsong Jakarta menjadi lebih baik.
Agus berkeyakinan, dengan tetap membangun relasi yang kuat dengan rakyat, maka ia dapat menjadi pemimpin yang dibutuhkan Jakarta, bekerja dengan dan demi rakyat. Heterogenitas Jakarta akan ia pertahankan kerukunan dan kebhinnekaannya dengan menghidupkan forum-forum kerukunan agama, budaya, suku, dan etnis antar daerah.
Menurutnya, persatuan dan kesatuan Jakarta tidak hanya harus dilakukan dengan upaya pencegahan konflik, namun juga menggelar acara rakyat, seperti pagelaran budaya, yang dapat menyatukan serta mengapresiasi budaya-budaya rakyat Jakarta yang beragam.
*)Sekretaris Jenderal Partai Demokrat