Oleh: Boyke Novrizon*)
Jati diri seorang pribumi yang terlahir di muka bumi Indonesia adalah lazim jika dia berkewarganegaraan Indonesia dan juga seorang anak manusia yang sudah dipastikan memiliki pilihan bahwa Pancasila adalah ideologi diri serta sebagai pandangan hidupnya dalam bernegara.
Pancasila merupakan wahyu yang dipersembahkan oleh Sang Kuasa kepada seluruh rakyat Indonesia. Pancasila hadir dan ada atas pemikiran serta gagasan brilian seorang anak manusia yang telah mendarmakanbaktikan hidup juga jiwa raganya untuk Ibu Pertiwi. Anak itulah yang disebut “Putra Sang Fajar atau Sang Proklamator Ir Soekarno”. Kemudian pemikiran serta gagasan tentang falsafah negara yang disebut Pancasila itu disempurnakan dengan baik oleh para pemikir-pemikir negara saat itu (para founding fathers).
Terhitung secara pasti dari tahun 1945 hingga tahun 2017 berarti sudah 72 tahun usia Pancasila dalam menemani rakyat, negara dan bangsa Indonesia dengan sangat setia sebagai falsafah, pandangan hidup bangsa dan landasan dalam bernegara.
Mari kita flashback ke belakang, membaca dan memaknai isi dari tulisan tangan dari hasil pemikiran dari seorang Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) putra sulung dari Presiden ke-6 Republik Indonesia Bapak Profesor Doktor Haji Susilo Bambang Yudhoyono, yang dirilis pada tanggal 1 Juni 2017 saat mengkaji peringatan akan lahirnya Pancasila dengan judul:
“Refleksi Pancasila di Abad 21”
Berikut petikannya:
“Sejak tahun 1945, kita telah memilih Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara. Pancasila tidak dilahirkan begitu saja. Bukan juga warisan penjajah atau menjiplak ideologi manapun. Pancasila merupakan hasil perenungan dan penggalian Bung Karno dan para founding fathers lainnya terhadap nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Sebagai ideologi, Pancasila merupakan pandangan hidup dan konsensus bersama bangsa Indonesia, sebuah bangsa yang memiliki keunikan, baik dari aspek geografisnya, keberagaman suku, agama dan budayanya, maupun sejarah perjalanannya.
Walaupun, beberapa kali ada upaya untuk menggantinya dengan ideologi lain, Pancasila tetap hidup dan bertahan.
Inilah yang meyakinkan saya bahwa dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Pancasila tetap yang terbaik untuk Indonesia.
Sejak tahun 1945, kita telah memilih Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara. Pancasila merupakan hasil perenungan dan penggalian Bung Karno dan para founding fathers lainnya terhadap nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.
Sebagai ideologi, Pancasila merupakan pandangan hidup dan konsensus bersama bangsa Indonesia, sebuah bangsa yang memiliki keunikan, baik dari aspek geografisnya, keberagaman suku, agama dan budayanya, maupun sejarah perjalanannya.
Walaupun ada upaya untuk menggantinya dengan ideologi lain, Pancasila tetap hidup dan bertahan…”
Inilah yang telah meyakinkan saya, Agus Harimurti Yudhoyono dan seluruh rakyat Indonesia bahwa Ir Soekarno dan para “founding fathers” negara ini telah mengamanahkan dan memberikan hadiah terbaik tentang “Ideologi dan Falsafah Negara Indonesia yang disebut Pancasila”. Dengan segala Kelebihan dan Kekurangannya, Pancasila tetap yang terbaik untuk Rakyat dan Bangsa Indonesia.
Dari semua penjabaran ini, maka apa yang mengilhami dan menyebabkan Presiden Joko Widodo yang secara tiba tiba menyerukan kata “Saya Pancasila, Saya Indonesia”?
Apakah pantas? Dan apakah tepat? Seorang presiden yang terpilih oleh rakyat dari hasil pilpres yang menganut sistem demokrasi masih saja menunjukan Identitasnya di hadapan publik akan sebuah pencitraan diri bahwa dirinya seorang Pancasila dan seorang Indonesia.
Apakah pantas seorang presiden mengatakan dirinya “Saya Pancasila, Saya Indonesia” bisa terkesan menuduh tanpa bukti bahwa Partai Demokrat, khususnya Presiden RI ke-6 Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai otak utama di balik kekacauan dan serangkaian gerakan demonstrasi yang terjadi beberapa waktu yang lalu?
Apakah pantas seorang presiden yang mengatakan dirinya “Saya Pancasila, Saya Indonesia” terindikasi memberikan jalan dan restu kepada mantan narapidana pembunuhan Antasari Azhar menyebarkan fitnah keji dan jahat kepada Presiden RI ke-6 Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai otak penangkapan dirinya?
Apakah pantas seorang presiden yang mengatakan dirinya “Saya Pancasila, Saya Indonesia” disinyalir sanggup dan tega meneror, Menzalimi dan menangkapi para aktivis prodemokrasi, mahasiswa serta alim ulama yang tidak sejalan, tidak sepaham dan tidak setuju dengan gaya kepemimpinannya sebagai presiden saat ini?
Apakah Hiruk pikuk dan kisruh politik indonesia saat ini telah menampar wajah Presiden Joko Widodo dan menelanjangi dirinya, tentang siapakah dirinya yang sesungguhnya?
Bukankan ilmu pengetahuan tentang Pancasila sebagai falsafah dan ideologi Negara Indonesia selalu diajarkan di saat kita mengikuti pendidikan Sekolah Dasar (SD), dilanjutkan di Sekolah Pertama (SMP) kemudian diperkuat dipendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)? Kemudian apa yang menyebabkan Presiden Republik Indonesia ke-7 Saudara Joko Widodo dengan lantang mengatakan “Saya Pancasila, Saya Indonesia”?
Apakah mungkin Saudara Presiden Joko Widodo tidak pernah mengikuti proses pembelajaran di setiap tingkatan pendidikan SD, SMP & SMA? Sehingga baru saat ini Saudara Presiden bisa mengatakan bahwa, “Saya Pancasila, Saya Indonesia”? Sungguh pengakuan yang sangat aneh dan janggal.
Jika seperti itu adanya, berarti beliau sebagai presiden tidak pernah memahami secara baik, apa makna Pancasila, nasionalisme serta nilai darah seorang patriotisme sebagai warga negara.
Karena sesungguhnya Pancasila sebagai ideologi negara dan ideologi rakyat Indonesia terletak di dalam aliran darah dan jiwa segenap tubuh dan kehidupan rakyat Indonesia. Bukan terletak dalam tetesan kata-kata yang setiap saat bisa luntur bahkan hilang keberadaannya!
*)Wakil Ketua Komisi Pemenangan Pemilu Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat