Pidato Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada penutupan Rapat Kerja Nasional Parta Demokrat 11 Maret lalu mengisyaratkan satu hal penting, AHY patut ditunggu. Persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa dan negara yang dipaparkannya dengan jernih dan memukau, adalah persoalan yang tidak hanya menuntut penyelesaian, tetapi juga menyiratkan pertanyaan: siapa yang paling tepat untuk menyelesaikannya.
Sebagai sebuah pidato politik, AHY mengisyaratkan bahwa Partai Demokrat, adalah partai yang secara serius dan konsisten mengedepankan substansi. Paparan tentang lima sasaran besar yang harus diperjuangkan dan dicapai, bukan sekadar raison d’etre bagi keindahan sebuah pidato dan mengalirnya pernyataan publik dalam sebuah hajatan puncak sebuah partai.
More jobs; better income and purchasing power; less poverty; harmonious relations between the state and civil society, and among elements of civil society; better justice, freedom, and security — sebagai sasaran besar Partai Demokrat, bisa terpelanting menjadi sekadar kata-kata kosong, kering dan tak bermakna, andaikata tak disampaikan dengan vokal penuh tekanan didorong energi besar dan tatapan mantap serta gestur amat optimistik dari seorang “rising star” dalam jagat politik kita yang jenuh dengan slogan dan diksi klise.
Keseriusan dan konsistensi dengan esensi makin menajam dengan paparan sembilan strategi yang harus dijalankan Partai Demokrat. AHY dan tentu Partai Demokrat tampak tak dapat menahan untuk mengemukakan pembeda signifikan dengan model kebijakan yang dijalankan pemerintah saat ini menyangkut pajak. Pada strategi pertama, AHY dengan paras cerah dan sapuan senyum menyebut bahwa diperlukan pengurangan dan pelonggaran pajak, bukan sebaliknya “penggenjotan pajak”. “Pada saatnya, melalui tax cut dalam arti luas ini ….,” dan seterusnya, adalah pilihan kata yang ditulis dengan sangat hati-hati sebab dibalik sikap terhadap pajak sebagai instrumen pembiayaan dalam penyelenggaraan perekonomian dan seterusnya, terkandung idiologi dan anutan mazhab ekonomi. Menghindarkan polemik yang tidak perlu tentang anutan ini, apakah liberal atau neo-lib dll., hanya akan menguras energi, sementara kemendesakan pemenuhan secara proporsional pembiayaan membutuhkan jalan keluar. AHY pun menggunakan frasa “tax reform harus segera dilakukan,” yang artinya, negara harus bertindak hati-hati dan bebas dari jebakan jalan pintas menambah utang.
Terkesan cukup keras dan tegas pada poin strategi pertama, AHY lantas mengendorkan bidikannya dengan menyebut “melanjutkan pembangunan infrastruktur”. Pada bagian ini, secara politik dapat ditafsir bahwa Partai Demokrat sebagaimana sikap politiknya selama ini sebagai penyeimbang, ingin memperluas kebijakan infrastruktur yang banyak dikeluhkan publik itu ke ranah yang lebih dapat diterima.
Yaitu bahwa pembangunan infrastrukur harus mencakup semua sektor dengan skala sampai ke menengah dan kecil, tidak hanya menggunakan dana APBN tetapi juga dana swasta dan termasuk infrastruktur pedesaan. Ini adalah sebuah pre-posisi yang sangat cantik untuk memberi pesan bahwa Partai Demokrat konsisten dengan tag line yang dikutip AHY pada awal-awal pidatonya: “Yang sudah baik, lanjutkan; yang belum baik, perbaiki.”
Pertanyaannya kemudian, siapa yang akan menjadi pemandu, pemimpin, yang akan melanjutkan dan memperbaiki itu.
Pada bagian-bagian akhir, setelah jedah dari riuh tepukan yang seakan meledakkan Sentul Convention Center, AHY dengan rendah hati menjelaskan tentang diri pribadinya yang bertransformasi dari “seragam hijau” menjadi “biru”. Kesadaran yang tentu merupakan pilihan untuk memanfaatkan peluang di tengah gelombang perubahan yang disebutnya sebagai: “suka tidak suka, change is the only constant”, di tengah dunia yang sedang berada pada berbagai kecenderungan besar, megatrends dan revolusi industri gelombang keempat, Industrial Revolution 4.0.
Perubahan yang akan terus memunculkan disruptive technology atau disruptive innovation baru yang akan mengganggu dan mengancam status quo. Dengan elegan AHY memaparkan betapa kenyataan-kenyataan itu adalah peluang sekaligus kesempatan untuk dimasuki dan dimanfaatkan. Terutama bagi anak-anak muda. Dan AHY dengan sadar bertransformasi untuk memasuki dan memanfaatkan itu. Dia menutup pidatonya dengan ajakan dan tawaran bahwa Partai Demokrat adalah kesempatan. Kesempatan bagi anak-anak muda dan kaum perempuan, terutama, untuk berada di dalam dan menjadi bagian dari perubahan.
Sebagai event politik, pidato AHY malam itu seakan memberi pesan tersirat bahwa Partai Demokrat adalah partai yang tidak ingin terjebak dalam slogan kosong dan tag line tanpa makna, makin jernih mengedepankan esensi dan tujuan-tujuan luhur politik, memahami persoalan dan kemendesakannya, tahu stratergi dan penyelesaiannya, paham tantangan yang dihadapi dan menyediakan cara penanganannya dan dengan indah menerbitkan bintang baru sebagai pemandu arah dan langkah, pemimpin perjalanan, yang dengan rendah hati mengajak kita semua bersamanya.
Karenanya, AHY sangat patut ditunggu.
(Ami Ibrahim/Kompasiana/wan)