Bandung: Setelah lebih dari 3 dekade wacana tentang Undang-Undang (UU) Kebudayaan hangat dibicarakan, akhirnya Sidang Paripurna 27 April 2017, DPR-RI bersama dengan Pemerintah sepakat RUU Pemajuan Kebudayaan disahkan menjadi undang-undang.
Salah satu poin yang memberikan harapan baru bagi kebudayaan nasional dalam UU ini antara lain, adanya penegasan paradigma baru tentang sudut pandang pembiayaan dan alternatif sumber pendanaan. Kedua hal tersebut selalu menjadi masalah klasik sehingga selama ini dukungan terhadap kegiatan pemajuan kebudayaan terkesan diabaikan.
“Dukungan terhadap pemajuan kebudayaan merupakan investasi dalam membangun peradaban bangsa. Paradigma yang menyatakan dukungan terhadap kegiatan kebudayaan merupakan pembiayaan semata, harus kita tinggalkan. Bahkan dengan terintegrasinya program kerja dan pendanaan terhadap pemajuan kebudayaan, diyakini tidak hanya akan mendukung kelestarian budaya Nusantara, tetapi juga akan menjadi stimulus terbukanya lapangan pekerjaan, berputarnya roda perekonomian serta pada ahirnya meningkatkan pendapatan daerah dan negara,” kata Ketua Komisi X DPR RI, dari Fraksi Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya di sela-sela persiapan acara Seminar Budaya diselenggarakan Forum Silaturahmi Keraton se-Nusantara (FSKN) di Grand Preanger Hotel, Bandung, Kamis (11/5).
Dalam hal mengantisipasi keterbatasan dana APBD dan APBN, Wakil Rakyat dari Dapil Aceh ini menyatakan, “UU tersebut telah membuka ruang partisipasi masyarakat, baik perorangan maupun korporasi, untuk berpartisipasi membantu pendanaan kegitan pemajuan kebudayaan kabupaten/ kota dan provinsi, melalui pembentukan Lembaga Wali Amanat, sehingga dapat berjalan secara berkesinambungan.”
Lembaga Wali Amanat yang akan dibentuk mengacu kepada Perpres No.80 tahun 2011 tentang dana perwalian. Lembaga ini akan bertugas mengelola dan menyalurkan aset finansial yang bersumber dari orang atau lembaga, termasuk APBN dan APBD yang difokuskan kepada 10 objek pemajuan kebudayaan; tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan traditional, teknologi tradional, bahasa, permainan rakyat dan olah raga tradisional.
Seminar Budaya yang diselenggarakan FSKN ini dihadiri sekitar 300 peserta, yang terdiri dari perwakilan dari berbagai unsur keraton se-Nusantara dan luar negeri, termasuk peserta dari Pakistan, Maroko, Amerika Serikat, dan Filipina. Selain Teuku Riefky akan tampil pula narasumber lain, yakni Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Dr Hilmar Farid Setiadi, Walikota Bandung Ridwan Kamil dan pakar kebudayaan dan sejarah dari FSKN Prof Dr Aminuddin.
(rilis/dik)