Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto (kompas)

Oleh: Ferdinand Hutahaean*)

Publik nasional sejak beberapa hari belakangan tersedot perhatiannya menyikapi rencana pertemuan antara 2 poros utama kekuatan politik nasional yaitu Susilo Bambang Yudhoyono yang juga Ketua Umum Partai Demokrat dan Presiden RI Ke 6 bersama Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra yang juga adalah Calon Presiden 2014 lalu yang dimenangkan oleh Jokowi dengan selisih suara tipis dan hanya mendapat legitimasi dari Mahkamah Konstitusi namun tampak rendah legitimasi publik.

Begitulah, hari ini pertemuan kedua tokoh politik nasional itu direncanakan akan berlangsung sebagai pembuka komunikasi politik menyikapi situasi berbangsa dan bernegara saat ini, yang mau tidak mau, suka atau tidak suka harus kita akui memang sedang berada di level buruk, merosot, bahkan bangsa ini terancam masuk dalam kubangan krisis ekonomi, politik dan hukum serta krisis sosial.Semua lini kehidupan berada pada level tidak stabil dan tidak ada jaminan kehidupan yang baik. Mungkin hanya pendapatan pejabat negara ini yang dipastikan meningkat dan sejahtera, berbanding terbalik dengan kondisi rakyat sesungguhnya.

Pemaksaan kehendak dalam demokrasi yang dilakukan oleh Jokowi (Pemerintah) dengan memaksakan syarat ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold 20-25% telah merubah eskalasi politik nasional secara cepat. Dua poros kekuatan nasional yang mungkin di dalam pemikiran kekuatan politik Jokowi, tidak mungkin bersatu sehingga akan mudah dilawan 2019 nanti dengan mengunci Presidential Threshold, telah menjadi blunder politik dan justru menyatukan kekuatan yang mampu mengakhiri kekuasaan Jokowi 2019 nanti. Ibarat kata, Jokowi bersusah payah menciptakan lawan politik yang akan mengalahkannya 2019 nanti, meski harapannya tentu tidak seperti itu. Harapannya mungkin hanya akan berhadapan dengan Prabowo sedangkan Demokrat kembali tidak mengambil peran seperti 2014 lalu. Apes, strategi politik yang tidak matang dalam kalkulasi.

Aroma Pemilihan Presiden pun semakin kencang menyeruak di tengah publik. Publik nasional sangat menunggu dan menyambut pertemuan SBY dengan Prabowo, yang direncanakan hari ini, menjadi seperti sebuah oase besar atau mata air besar yang akan membasahi bumi Nusantara Indonesia dan melepas dahaga publik akan hadirnya sosok pemimpin baru yang akan menggantikan Jokowi. Mengganti Jokowi dan membawa bangsa ke arah yang baik dan benar. Wajar memang ekspektasi publik begitu besar akan pertemuan ini. Berkaca pada situasi nasional, memang sudah selayaknya segera ada pergantian kepemimpinan nasional. Mungkin banyak pihak yang berharap agar pemilihan presiden dipercepat sebelum 2019, dan itu menjadi sangat wajar sebagai respons kegagalan Jokowi memimpin bangsa ini.

Pertanyaan besar atas pertemuan SBY dan PRABOWO ini adalah, Apakah koalisi Partai Demokrat dan Gerindra akan menjadi poros permanen dalam Pilpres 2019 nanti? Apakah jika poros ini menjadi koalisi Pilpres 2019 akan mencalonkan PRABOWO berpasangan dengan AGUS HARIMURTI YUDHOYONO?

Mungkin terlalu dini jika harus menyatakan bahwa itu akan menjadi Poros Koalisi 2019. Dalam politik, segala kemungkinan itu bisa terjadi. Bisa saja PRABOWO berpasangan dengan AGUS HARIMURTI YUDHOYONO, bisa saja Prabowo berpasangan dengan orang lain selain Agus Harimurti, dan bisa saja Partai Demokrat membangun kekuatan untuk mencalonkan calon presiden sendiri. Semua kemungkinan bisa terjadi dalam politik.

Dengan demikian pertemuan hari ini mungkin adalah lebih kepada dialog 2 tokoh besar bangsa untuk menyamakan persepsi dan menyamakan pandangan terhadap situasi bangsa saat ini dengan harapan akan menghasilkan solusi bagi bangsa Indonesia yang kita cintai ini.

Publik tentu berharap besar atas pertemuan SBY dan PRABOWO hari ini. Publik rindu kedua tokoh ini memimpin bangsa untuk mengembalikan bangsa ini kepada jalur yang benar, sesuai Pancasila dan Konstisusi UUD 45.

Semoga SBY dan PRABOWO bisa menghasilkan sesutu yang baik dan besar untuk masa depan bangsa. Mari kita berdoa untuk itu.

Jakarta, 27 Juli 2017

*)Pimpinan Rumah Amanah Rakyat