PIDATO KONTEMPLASI
PROF. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
KETUA UMUM PARTAI DEMOKRAT
PADA ACARA
100 HARI WAFATNYA ANI YUDHOYONO
18 TAHUN PARTAI DEMOKRAT
70 TAHUN SBY
Jakarta, 9 September 2019
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh
Orang bijak berkata, “Setiap hari berbeda, setiap hari punya makna”
Juga, “Setiap hari ibadah, setiap hari kita mencari berkah” Demikian pula hari ini …..
9 September 2019
Selain itu, saya yakin kita semua, yang hadir di tempat ini, saat ini, tentulah ingin
agar ….. “Hari ini lebih baik dari hari kemarin”, dan “Hari esok lebih baik dari hari ini”
Karenanya, jika hari ini saya menyampaikan “Pidato Kontemplasi”, saya sungguh
berniat dan memohon kepada Tuhan, Allah SWT, agar hari esok dan kedepannya
lagi, kita bisa melakukan sesuatu yang bermakna dan bisa berbuat yang lebih baik
Baik sebagai umat hamba Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, maupun sebagai warga
bangsa Indonesia tercinta, bahkan warga dunia yang mendambakan dunianya
makin baik di masa depan
Para Sahabat,
Lewat tengah malam, memasuki hari baru 9 September 2019 ini, saya terbangun
dari tidur.
Saya yakin, hal itu bukan hanya kebetulan. Tetapi, Sang Pencipta mengingatkan
saya bahwa usia saya genap 70 tahun. Karenanya, saya sungguh bersyukur dan
berterima kasih kepada Allah, atas segala karunia yang diberikan kepada saya.
Betapa Maha Pengasih dan Maha PemurahNya Tuhan Sang Pencipta. Namun,
segera saya sadari,
rasa syukur dan bahagia tersebut berbarengan pula dengan rasa haru dan duka.
Sepuluh hari yang lalu, sepuluh hari menjelang hari kelahiran saya ini, Ibunda
tercinta, yang melahirkan saya 70 tahun yang lalu, tepat tanggal 9 September 1949,
telah dipanggil oleh Allah SWT.
Rasa duka yang lain adalah ….. ini adalah hari ulang tahun yang pertama, yang di
tengah malam yang hening, tak ada lagi yang memeluk saya, seraya membisikkan
kata-kata yang indah…. “Selamat Ulang Tahun, Pepo. Happy Birthday. Panjang usia,
bahagia dan sukses selalu”
Karena, karena ….. orang yang setiap tahun melakukan itu, isteri tercinta, 100 hari
yang lalu juga telah berpulang ke Rahmatullah
Meskipun, isteri tercinta Ani Yudhoyono, akan selalu berada dihati saya. Menyatu
dengan memori indah, yang kami bangun selama 43 tahun bersamanya.
Inilah kehidupan. Penuh paradox. Satu titik, dua sisi. Dua sisi dari satu mata uang
logam. Kodrat keseimbangan dalam domain kekuasaan Tuhan.
Semua hukum kehidupan ini, hadir dan kita rasakan hari ini. Paling tidak untuk diri
saya secara pribadi.
Disatu sisi saya bersyukur, bahagia dan bergembira, karena hari ini usia saya genap
70 tahun.
Juga gembira, karena di antara yang hadir juga ada teman-teman seperjuangan dari
Partai Demokrat, yang hari ini memperingati hari jadi Partai yang ke 18 tahun.
Namun, disisi lain, saya bersedih, Bersedih, karena, kedua orang yang amat saya
sayangi, tidak bisa lagi ikut bersyukur dan berbahagia di hari yang istimewa ini, 9
September 2019.
Para sahabat, dengan mukadimah seperti itu, Ijinkan saya untuk menyampaikan
Pidato Kontemplasi saya. Semoga hadirin sekalian berkenan mendengarkannya.
Kontemplasi yang hendak saya sampaikan ini berangkat dari apa yang saya
dapatkan dalam perjalanan hidup saya selama ini
Dalam bentangan waktu 70 tahun usia saya, saya hidup dalam 3 penggal sejarah
yang berbeda ….. Era Presiden Soekarno, Era Presiden Soeharto, dan Era
Reformasi
Kita tahu, masing-masing era memiliki semangat zaman, kehidupan, dan corak
sejarah yang berbeda-beda
Dari sisi profesi dan pengabdian, 20 tahun saya menjadi warga sipil dan seorang
pemuda yang menempuh pendidikan awal, 30 tahun menjadi prajurit dan perwira
militer yang bertugas menjaga kedaulatan dan keutuhan negara, 15 tahun mengabdi
di jajaran pemerintahan, baik sebagai menteri maupun presiden, dan kemudian, 5
tahun terakhir ini saya kembali ke pangkuan masyarakat sipil
Dalam kurun waktu yang panjang inilah, saya mengarungi berbagai ragam
kehidupan yang dinamis, sarat dengan pasang dan surut, suka dan duka, serta
sukses dan gagal
Namun, saya bersyukur karena dapat memetik berbagai hikmah dan pelajaran, dan
menjadikan perjalanan hidup saya sebagai universitas yang abadi
Mungkin para sahabat akan bertanya ~ lantas apa hikmah dan pelajaran yang saya
petik?
Jawaban saya, …… tentu banyak. Banyak sekali.
Karena banyak, dalam kontemplasi ini saya ingin memilih beberapa.
Dan, pilihan saya … adalah hikmah dan pelajaran apa yang saya dapatkan dalam
kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan bernegara di negeri tercinta ini, baik dalam
kapasitas saya sebagai rakyat, maupun sebagai pemimpin
Pemimpin dalam berbagai tingkatan, Mulai dari tingkat bawah hingga puncak
Juga pemimpin dalam berbagai cabang kehidupan, militer, politik dan pemerintahan
Berbicara tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
cakupannya bisa sangat luas, elemennya juga banyak
Karenanya, saya ingin mendekatinya dengan pikiran dan pertanyaan yang
sederhana Mari kita renungkan bersama, dan apa jawaban kita terhadap pertanyaan
seperti ini …..“Ingin menjadi manusia seperti apa diri kita?”
Hampir pasti setiap orang punya jawabannya sendiri-sendiri. Yang jelas, apapun
narasinya, setiap orang pasti ingin menjadi manusia yang baik, hidupnya baik, dan
membawa pula kebaikan bagi yang lain.
Kalau kita lebarkan dan tingkatkan cakupannya, misalnya “Lantas masyarakat
seperti apa yang kita inginkan?”
Jawabannya, pastilah kita ingin memiliki dan menjadi masyarakat yang baik,“A Good
Society”
Demikian juga kalau kita lanjutkan, bangsa dan negara seperti apa yang kita tuju dan
kita bangun, jawabannya akan serupa “A Good Nation, A Good Country”
Kalau kita membaca literatur dan mempelajarai definisi dan kriteria apa itu
masyarakat yang baik (good society) dan negara yang baik (good country), akan kita
dapati bahwa rumusannya ada yang sifatnya universal, namun ada juga yang khas
negara tertentu
Tentu, kontemplasi saya ini tidak hendak menguraikan apa rumusan yang sering
dirujuk oleh banyak negara itu ….. Bukan.
Justru di sinilah, saya ingin menyampaikan apa yang saya pelajari dan dapatkan
sendiri, dari berbagai pengalaman dan pelajaran kehidupan dan pengabdian di
negeri ini.
Untuk mempersingkat uraian saya,
saya ingin langsung memberi judul dan rumusan seperti ini:
“Nilai-nilai dan perilaku kehidupan seperti apa yang sepatutnya kita anut dan
jalankan, agar masyarakat kita menjadi “the good society”, dan agar pada gilirannya,
Indonesia menjadi “the good country”.
Yang ingin saya kedepankan ini adalah pandangan dan pendapat saya,
berangkat dari pengamatan dan pengalaman yang panjang. Tentulah, hadirin bisa
bersetuju atau tidak.
Saya akan mulai dari yang pertama, yaitu tentang bagaimana masyarakat yang baik
dapat kita hadirkan. Kita tahu, masyarakat dan bangsa Indonesia amat majemuk.
Majemuk dari segi identitas, misalnya berbeda agama, suku, etnis dan kedaerahan.
Juga mejemuk dari segi paham dan aliran, baik politik maupun ideologi,
serta dari segi strata sosial-ekonomi
Sejarah menunjukkan,
bahwa kemajemukan ini di satu sisi adalah anugerah kekayaan dan kekuatan
Namun, di sisi lain adalah kerawanan, sumber konflik dan juga kelemahan
Karenanya, tak ada resep ajaib untuk menjaga persatuan dan kerukunan, kecuali
secara sadar kita memperkuat 2 nilai fundamental dan kemudian menjalankannya
dengan sungguh-sungguh
Apa itu?
Pertama adalah kasih sayang (love) di antara kita, dan bukan kebencian (hatred),
Kedua adalah rasa persaudaraan (brotherhood) yang kuat di antara kita, sesama
bangsa Indonesia,dan bukan membangun jarak dan permusuhan (hostility) diantara
masyarakat yang berbeda identitas
Terus terang, tahun-tahun terakhir ini kasih sayang dan rasa persaudaraan ini
melemah, sementara kebencian, jarak dan permusuhan diantara komponen bangsa
yang berbeda identias menguat
Ini lampu kuning. Ini sebuah fenomena dan arus buruk yang membahayakan
masyarakat dan bangsa kita.
Kita semua, harus mengambil tanggung jawab untuk menghentikan dan
membalikkan fenomena dan arus yang salah ini, Untuk selanjutnya kembali ke arah
yang benar.
Ini yang pertama, yang berkaitan dengan kehidupan sosial kita. Berikut ini adalah
yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi. Para pendiri republik, para “founding
fathers”, menggariskan sebuah cita-cita besar untuk membangun masyarakat dan
bangsa yang adil dan makmur.
Nilai dan perilaku kehidupan penting yang mesti kita anut adalah marilah kita
berihtiar seraya bergandengan tangan, agar bisa makmur bersama-sama
Kalau semua makmur, semua sejahtera, rasa keadilan akan datang dan bersemi di
negeri ini. Realistiknya adalah yang miskin makin berkurang, dan ketimpangan sosial
ekonomi tidak semakin menganga
Yang kaya mesti ingat yang miskin, yang kuat mesti ingat yang lemah Sementara itu,
di arena kehidupan politik, ada pula yang harus kita jaga secara bersama.
Esensinya, Ke depan, politik kita harus makin menjadi politik yang baik Bagi bangsa
yang majemuk, Yang juga menganut sistem demokrasi multi partai, politik kita harus
makin guyub, makin inklusif, dan makin teduh. Demokrasi tak harus selalu diwarnai
dan diselesaikan dengan “one person one vote”, tapi juga ada semangat yang lain.
Kompromi dan konsensus yang adil dan membangun bukanlah jalan dan cara yang
buruk.
Prinsip “the winner take all” yang ekstrim, seringkali tidak cocok dengan semangat
kekeluargaan dan keterwakilan bagi masyarakat dan bangsa yang majemuk.
Nilai-nilai dan perilaku kehidupan seperti itulah, yang menurut pandangan dan
pendapat saya mesti dibangun dan dimekarkan di negeri ini. Jika sungguh kita
lakukan, insya Allah, kita akan benar-benar bisa menghadirkan
“Masyarakat yang baik”, “Ekonomi yang baik” dan “Politik yang baik”.
Terakhir, ini adalah forum dan kesempatan yang baik bagi saya untuk
menyampaikan satu hal yang harus menjadi pemahaman Bersama Membangun
bangsa dan negara bukanlah pekerjaan sekali jadi, apalagi instan. Diperlukan waktu
yang panjang, serta ihtiar dan kerja besar yang mesti dilakukan secara terus
menerus. Tak ada perjalanan dan pembangunan bangsa yang bebas dari rintangan,
termasuk dinamika dan pasang surutnya. Karenanya, kita harus bersabar, tak putus
asa dan lekas menyerah. Namun, kita harus sungguh gigih, dan bekerja sekuat
tenaga, agar Indonesia semakin maju dan berjaya di masa depan
Pemilihan Umum baru selesai kita lakukan. Rakyat telah memberikan mandatnya
kepada kepemimpinan yang baru. Dalam kapasitas saya selaku pribadi dan
pemimpin Partai Demokrat, saya mengajak saudara-saudara kami rakyat Indonesia,
untuk memberikan kesempatan dan dukungan kepada pemimpin dan pemerintahan
yang baru, agar sukses dalam mengemban amanah rakyat. Melalui mimbar kecil di
Cikeas ini, saya menitipkan harapan kepada Bapak Presiden Jokowi beserta jajaran
pemerintahan yang beliau pimpin, agar kiranya materi kontemplasi yang saya
sampaikan malam ini, dapat melengkapi agenda, kebijakan dan langkah tindakan
yang diambil oleh negara dan pemerintahan mendatang.
Saya tahu, membangun nilai dan perilaku menuju terciptanya masyarakat yang baik,
bangsa yang baik, dan negara yang baik, adalah merupakan agenda
berkesinambungan, dari satu pemimpin ke pemimpin berikutnya,
dan dari satu generasi ke generasi yang lain,
namun, semuanya harus dimulai dari sekarang.
Demikian pidato kontemplasi saya,
atas kesabaran dan perhatian hadirin saya ucapkan terima kasih