Ferdinand Hutahaean (dokpri/facebook)

Oleh: Ferdinand Hutahaean*)

Masih teringat 13 Oktober 2017 lalu melalui laman twitter saya @LawanpolitikJKW yang kemudian diangkat beberapa media online menyampaikan bahwa tebaran survei-survei yang dipublikasikan belakangan adalah proyek survei untuk menghantar Jokowi sang petahana menuju 2 periode menduduki kursi presiden.

Bagi saya terang, lembaga survei itu tidak pernah umumkan siapa pemesan survei dan siapa yang membiayai survei tersebut. Adalah sesuatu yang tidak mungkin sang lembaga survei membiayai sendiri dari kantongnya biaya survei nasional yang tidak kecil. Butuh dana besar dan milyaran rupiah untuk itu. Nah kenapa lembaga survei tidak pernah umumkan sumber dana survei sebagai sebuah indikator kepercayaan terhadap kejujuran hasil survei yang dipublikasikan? Memang tidak ada kewajiban untuk itu jadi sah saja tidak diumumkan.

Akhir-akhir ini lembaga survei semakin rajin mempublikasikan hasil surveinya. Silih berganti dengan berbagai macam hasil. Meski pemilu masih 2 tahun lagi, namun riuhnya pilpres sudah tiba lebih awal. Dan bahkan, Jokowi sang petahana tampak sudah sibuk untuk persiapan Pilpres 2019 dengan membangun citra-citra sederhananya dan keberhasilan infrastrukturnya, meski realitas ekonomi bangsa terpuruk.

Hasil yang dominan dari semua lembaga survei tersebut adalah upaya membentuk opini dan persepsi di tengah publik bahwa Jokowi sang petahana masih akan menjadi presiden periode berikutnya. Meski bermodal elektabilitas yang rendah, tapi lembaga-lembaga survei tersebut gigih membangun opini, Jokowi akan dua periode.

Giringan opini tersebut tampak jelas dengan hanya menempatkan Prabowo sebagai kompetitor Jokowi. Tidak hanya disitu, Prabowo juga ditempatkan sebagai kompetitor yang akan kalah. Maka tidak menarik lagi membahas siapa penantang Jokowi, tapi jauh lebih menarik membahas siapa wakil yang akan mendampingi Jokowi. Begitulah strategi giringan opininya, menjatuhkan lawan dengan menggerus kepercayaan publik.

Inilah proyek bau amis yang menghacurkan nama-nama kandidat penantang Jokowi yang potensial. Lembaga survei berlomba-lomba menempatkan mereka ke dalam kurungan bakal calon wakil presiden. Dengan demikian, opini publik dibangun bahwa Jokowi pasti 2 periode dan tokoh kandidat lain hanya bertarung sebatas memperebutkan posisi wakil.

Memang hasilnya akan tampak masuk akal bagi publik karena target proyek surveinya memang seperti itu. Maka penting saya rasa untuk mengingatkan para tokoh-tokoh potensial pengganti atau penantang Presiden Jokowi seperti Agus Harimurti Yudhoyono, Anies Baswedan, Gatot Nurmantyo, dan Muhaimin Iskandar agar tidak terlena dengan proyek survei yang membentuk opini bahwa Presiden 2019 adalah Jokowi dan yang lain hanya cukup berkompetisi mengisi dan memperebutkan kursi wakil presiden Jokowi. Saya pikir publik juga harus tau bahwa Jokowi bukan tak terkalahkan, tapi bisa bahkan mudah dikalahkan.

Kembali kepada proyek survei, cobalah telisik mengapa lembaga-lembaga survei itu tidak ganas mengutak atik siapa pendamping Prabowo yang diplot sebagai penantang Jokowi? Mengapa cuma membahas siapa wakil Jokowi? Bahkan media media corong penguasa pun aktif memberitakan dan membahas tentang siapa wakil Jokowi. Itulah mengapa saya yakin bahwa survei itu hanyalah sebuah proyek opini politik agar publik jatuh ke dalam persepsi bahwa Jokowi pasti 2 periode dan pilpres hanya pertarungan calon wakil Jokowi. Demokrasi dibusukkan dengan uang.

Dengan demikian, masihkah kita akan percaya kepada hasil survei sekarang? Saya, mohon maaf tidak memberi ruang sedikitpun untuk percaya pada hasil survei yang bertebaran terkait Pilpres 2019.

Yang ingin Indonesia lebih baik mestinya berpikir mengganti Jokowi dengan segala indikator kemerosotan bangsa sekarang.

Jakarta, 6 Desember 2017

*)Pimpinan Rumah Amanah Rakyat