Didi Irawadi Syamsuddin (tigapilar/google)

Oleh: Didi Irawadi Syamsuddin*)

Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah membuktikan terpilih 2 kali, bahkan di periode yang kedua dengan suara rakyat yang sangat signifikan. Oleh karenanya sebagai mantan pemimpin negara yang sarat pengalaman tentu sangat legitimate bila memberikan kritik dan masukan yang tidak lain untuk kemaslahatan bangsa ini.

Sebagai pemimpin yang cinta demokrasi, SBY tidak pernah sedikitpun anti terhadap kritik, sekalipun kritik itu keras bahkan kerap berlebihan. Tidak  seorangpun yang pernah dituduh makar hanya karena berbeda pendapat apalagi hanya kritik.

Jangan salahkan bila banyak pihak menganggap pemerintah absolut dan  otoriter, terlihat dari beberapa hal ini, antara lain: pemerintah mengajukan UU Penyelenggaran Pemilu yang tidak demokratis. Sejak awal memaksakan adanya Presidential Threshold 20%, padahal ini Pemilu Serentak untuk pertama kalinya pada tahun 2019. Belum lagi adanya unjuk rasa yang  sedikit-sedikit ditangkap,  ada pihak yang dikriminalisasi, ormas dibatasi dan dibubarkan dengan perpu tanpa persidangan, kritik di medsos ditangkapi  dengan UU ITE dan juga banyak yang meyakini media telah dibuat jinak.

Kalau hal-hal tersebut terus dibiarkan terjadi, maka sama saja memadamkan semangat reformasi yang telah kita raih dengan pengorbanan dan biaya tidak murah pada tahun 1998, nyaris 20 tahun lalu.

Yang tidak kalah menyedihkan, orang-orang dan pihak-pihak yang kritis dan berseberangan pemikiran dengan mudah dikatakan tidak Pancasilais.

Akhirnya makna sakral Pancasila jadi meredup karena digunakan oleh pihak penguasa dengan salah arah untuk hantam orang-orang yang berbeda pendapat.

Penguasa yang Pancasilais, hemat saya, manakala peduli dan menaruh perhatian penuh pada persoalan-persoalan besar yang menyakiti hati rakyat.  Contoh, pemerintah tidak bisa membiarkan partai-partai pendukungnya membiarkan partai-partai tersebut di DPR menyerang habis KPK, dengan tujuan KPK menjadi lemah. Tidak sesuai dengan janji awal Presiden Jokowi yang justru ingin memperkuat KPK bahkan menambah jumlah penyidik secara signifikan.

Perlu dingat, Pak SBY juga adalah ketua umum suatu partai, justru kalau diam-diam saja melihat hal-hal yang tidak konstruktif, apalagi menyimpang dari koridor konstitusi tentu sama saja tidak menjalankan amanat rakyat dan konstitusi. Oleh karenanya setiap parpol wajib mengawal dan menjaga amanat konstitusi. Itulah yang sedang dijalankan oleh Bapak SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.

Presiden Jokowi sekali lagi hendaknya tidak anti kritik, bagaimanapun jangan anggap semua kehidupan masyarakat sudah berjalan baik-baik saja tanpa perlu dikoreksi sedikitpun.  Ingat daya beli masyarakat, pengangguran, kemiskinan, dan berbagai problem bangsa masih terus terjadi.

Jangan lupa sejak awal kami selalu mendukung hal-hal baik dan program-program yang baik yang telah dijalankan Presiden Jokowi selama ini.  Tetapi atas nama konstitusi dan amanat rakyat, partai kami dan partai manapun sangat berhak memberi koreksi, masukan dan kritik. Sekali lagi Pak Presiden jangan pernah padamkan semangat reformasi yang telah dibangun dengan susah payah.

Terimakasih salam demokrasi dan reformasi.

*)Wakil Sekjend Partai Demokrat