Oleh: Cipta Panca Laksana*)
Besok Kamis 20 Juli 2017, DPR akan melakukan paripurna RUU Pemilu. Dari sekian isu, yang paling krusial adalah soal presidential threshold (PT). Pemerintah didukung oleh partai-partai koalisi pemerintah seperti PDIP, Golkar, Nasdem, PPP, Hanura dan PKB ngotot angka PT di 20%. Sementara di kubu lain Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN memilih opsi PT 0%.
Kedua kubu punya argumen masing-masing. Kubu pemerintah berargumen kalau PT 0% akan lahir banyak capres. Demokrasi jadi gaduh. Presiden akan lemah karena tidak dapat dukungan kuat di parlemen.
“Kapan kita majunya kalau PT 0%,” argumen Presiden Jokowi dikutip media.
Padahal kita belum pernah pakai PT 0% sebelumnya.
Di kubu yang menolak PT 20% juga punya argumen sendiri. Pilpres 2019 sesuai putusan MK dilaksanakan serentak dengan pileg. Jadi tak dibutuhkan lagi PT. Setiap partai yang lolos pemilu berhak mencalonkan sendiri capres dan cawapres. Bisa juga berkoalisi tapi proses alamiah tanpa terpatok PT. Alasan lain, kalau pakai PT patokannya dari mana? Kan pileg serentak dengan pilpres. Masa pakai hasil pileg 5 tahun lalu? Ibarat nonton bioskop, masa tiket AADC lima tahun lalu mau dipakai nonton film Spiderman sekarang?
Isu lain buat penentang PT 20% adalah dengan PT 20% bisa menghalangi kandidat lain yang potensial. PT 20% bahkan kemungkinan hanya akan melahirkan calon tunggal atau dua calon seperti di 2014. Rakyat tak punya pilihan alternatif.
Lantas banyak yang nanya ke saya, kok Demokrat ngotot PT 0%? Kan PT 20% di UU Pemilu 2008 dibuat saat SBY berkuasa? Saya akan coba jawab berdasar data dan fakta yang saya punya. UU Pemilu 2008 menetapkan PT 20% karena saat saat itu pilpres dan pileg terpisah. Pileg dulu baru pilpres. Dari hasil pileg itulah bisa ditetapkan PT untuk pilpres.
Tapi ada yang publik tidak ketahui, pengusung PT 20% saat itu masih partai yang sama, PDIP dimotori almarhum Taufik Kiemas. Mereka malah mengusulkan PT 30%. Semangatnya sama dengan saat ini, agar cuma PDIP yang bisa usung capres. Sehingga Presiden SBY tidak bisa maju lagi.
Tahun 2008 itu suata Partai Demokrat hanya 7%. Di Rapat Paripurna di DPR Partai Demokrat kalah dalam voting. Sebetulnya, dalam rapat lobi terpisah, Presiden SBY dan Wapres JK yang saat itu juga Ketua Golkar sudah sepakat untuk setuju angka PT di 15%. Tapi ternyata saat voting Golkar membelot. Mereka memilih opsi 20% bersama PDIP dan beberapa partai lain. Demokrat yang hanya punya suara 7% kalah.
Perkiraan para pengusung PT 20% saat itu, di Pemilu 2009 paling tinggi Demokrat hanya akan naik ke 12%. Ndilalah, saat pemilu 2009, di luar dugaan, suara Demokrat naik drastis jadi 21% lebih. Demokrat jadi satu-satunya partai yang bisa usung pasangan capres dan wapres sendiri. Niat PDIP dan Golkar mengganjal SBY maju gagal. Di pilpres 2009, SBY-Boediono menang telak lawan jagoan PDiP, Megawati-Prabowo dan jagoan Golkar, JK-Wiranto.
Jadi begitu sejarah kenapa ada PT 20% di UU Pemilu 2008. Sekarang partai yang sama ngotot melakukan hal yang sama untuk menghalangi calon di luar partai mereka maju. Walau bertentangan dengan putusan MK dan sistem pemilu yang sudah berubah yang tidak lagi memerlukan syarat PT untuk memajukan pasangan capres-wapres.
Semoga besok ada kejutan dari Senayan. Saatnya akal sehat menang.
#VotePT0Persen
*)Komunikator Politik Partai Demokrat