Oleh: Ferdinand Hutahaean*)
Suasana lebaran ternyata tidak serta merta mengalihkan perhatian publik dari mencermati situasi negara yang memang kian hari kian meragukan masa depannya.
Adalah pembayaran Zakat Presiden Jokowi dan beberapa kutipan judul berita di beberapa Media Online yang menuliskan tentang Gaji Presiden Jokowi atau Penghasilan Jokowi yang membuat riuh suasana lebaran kali ini. Sebut saja contohnya *Detiknews menuliskan judul beritanya : “Jokowi Bayar Zakat Rp.45 Juta, 2,5 Persen dari Penghasilan Setahun.” Kemudian Tribun Menuliskan judul : “Bayar Zakat Profesi, Akhirnya Ketahuan Berapa Sebenarnya Gaji Presiden Jokowi.” Atau Liputan6 yang menuliskan : “Gaji Jokowi Kalahkan PM Malaysia.”* Masih banyak media lain yang menulisnya dengan berbagai tata bahasa dan penyampaian sesuai pemahaman dan pengertian masing-masing media. Namun intinya adalah bahwa Jokowi Bayar Zakat Rp.45 Juta dihitung dari Penghasilan 1 Tahun Jokowi sekitar Rp.1,8 Milyar dikalikan 2,5% ketentuan Pembayaran Zakat.
Apakah Jokowi salah membayar Zakat sebesar Rp.45 Juta? Tentu tidak, itu pasti. Apakah juga Jokowi salah punya penghasilan Rp.1,8 Milyar dalam 1 tahun? Tentu tidak salah. Lantas mengapa Zakat dan Gaji Presiden Jokowi menjadi riuh di tengah suasana lebaran yang belum usai? Inilah yang menarik untuk dibicarakan.
Pertama, kita harus kembali kepada aturan dan ketentuan bahwa seseorang yang telah menjadi Pejabat Negara atau Presiden harus melepaskan semua jabatan dan profesi apapun selain jabatan sebagai Pejabat Negara atau dalam hal ini Presiden. Artinya Profesi Jokowi saat ini adalah hanya seorang Presiden, bukan Presiden merangkap Pengusaha. Dengan demikian Zakat yang dibayar adalah Zakat Profesi seorang Presiden. Di situ letak point utamanya.
Hal itulah yang kemudian menjadi riuh saat Jokowi membayar Zakat Profesi sebagai Presiden sebesar Rp.45 Juta atau bila dibandingkan dengan Zakat yang dibayar SBY saat menjadi Presiden, itu sudah 2 kali lebih besar. Artinya Penghasilan Jokowi Dua kali lebih besar dari penghasilan SBY dengan profesi yang sama sebagai Presiden. Jika penghasilan SBY selama Presiden dan sebagai dasar perhitungan Zakat sebesar Rp.720 Juta, maka Jokowi saat ini penghasilannya Rp.1,8 Milyar. Peningkatan yang cukup besar selama 3 Tahun Jokowi menjabat, sementara SBY 10 Tahun menjabat tidak ada kenaikan Gaji.
Kedua, mengapa kenaikan penghasilan itu menjadi riuh saat suasana masih lebaran dan Jokowi sedang membagi-bagi sarung serta sembako di Solo? Hal itu tentu bukan ujug-ujug (meminjam istilah rakyat Jakarta) muncul dan dipertanyakan publik. Semua itu tidak lepas dari gaya hidup Presiden Jokowi yang justru mulai kontras atau berbeda dengan slogan kampanye sederhana Jokowi pada saat pilpres lalu. Meninggalkan sepatu Rp.160 ribu dan beralih ke sepatu merk ternama seharga hampir Rp.3 Juta.
Selain gaya hidup, tentu situasi ekonomi yang buruk membuat kenaikan penghasilan itu menjadi sorotan. Pasalnya, rakyat sedang berjuang keras untuk bertahan hidup, ekonomi merosot, pendapatan berkurang, bisnis lesu, Rakyat dipajaki ugal-ugalan, Subsidi dicabuti seolah Rakyat sudah tak layak disubsidi. Dan situasi itu berbanding terbalik dengan penghasilan dan kesejahteraan pejabat termasuk Presiden yang justru meningkat pesat. Bahasa Rakyatnya kira-kira seperti ini, Rakyat dipajaki untuk meningkatkan kesejahteraan pejabat dan presiden. Mengerikan jika sampai hal ini yang terjadi.
Ketiga, muncul bantahan dari Istana dan cuitan akun twitter sebuah kementerian menanggapi riuhnya peningkatan penghasilan Presiden tersebut. Bantahan yang tidak menjelaskan dan tidak menjernihkan masalah karena hanya bicara pada angka gaji pokok presiden semata, tapi tidak menjelaskan dari mana dan apa saja sumber penghasilan Presiden Jokowi hingga mencapai angka Rp.1,8 Milyar? Ini yang harus dijelaskan, bukan gaji pokok semata. Karena kalau cuma menghitung gaji pokok, maka totalnya tidak akan mencapai Rp.1,8 Milyar atau setidaknya sama dengan penghasilan SBY sebagai Presiden yaitu Rp.720 Juta. Akan menjadi pertanyaan kemudian tambahan penghadilan sekitar Rp.1 Milyar itu dari mana? Jangan salahkan publik jika kemudian menduga itu sebagai sebuah Gratifikasi kepada Presiden yang dihitung sebagai penghasilan.
Mungkin ada anggapan yang menyatakan bahwa Jokowi adalah pengusaha. Ya dulu itu benar, tapi saat ini Jokowi hanya sebagai Presiden dan Zakat yang dibayarkan adalah Zakat Profesi sebagai Presiden. Itulah mengapa sangat penting saat ini Istana menjelaskan secara rinci penghasilan presiden tersebut. Bisa saja Gaji tidak naik, tapi tunjangan dinaikkan setiap Tahun di tengah prestasi kerja yang buruk dan ekonomi yang tidak bertumbuh.
Publik tentu menunggu istana menjelaskan secara rinci daftar penghadilan presiden tersebut, karena publik berhak untuk itu, sebab penghasilan presiden itu adalah dari pajak yang dipungut dari rakyat.
Tuan… kami tunggu penjelasan dan kejujuran tuan..!
Jakarta, 29 Juni 2017
*)Pimpinan Rumah Amanah Rakyat dan Wakil Sekjen Bela Tanah Air