Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, dari FPD, Marwan Cik Asan (mcpd/kardi)

Jakarta: Sebagai pribadi, Presiden RI ke-6 Prof Dr Susilo Bambang Yudhoyono tidak risau sama sekali tentang pemberian rumah dari negara yang akhir-akhir ini dipersoalkan. Tapi perlu diketahui bersama, pemberian rumah kepada mantan presiden dan/atau mantan wakil presiden merupakan amanah konstitusi yang harus dijalankan oleh setiap pemerintah yang menjabat.

Pernyataan tegas di atas disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Marwan Cik Asan, di Jakarta (26/01/2017).

Marwan,  menjelaskan dasar hukum pemberian rumah kepada mantan presiden dan/atau mantan wakil presiden adalah Undang-undang Nomor 7 tahun 1978 tentang Hak keuangan/administratif presiden dan wakil presiden serta bekas presiden dan wakil presiden  RI.

‘’Pada pasal 8 ayat (a)  berbunyi: Kepada bekas Presiden dan bekas Wakil Presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya, masing-masing diberikan sebuah rumah kediaman yang layak dengan perlengkapannya. Itu antara lain,’’ kata Marwan.

Sebelumnya, ada pihak mempersoalkan pemberian rumah dari negara untuk SBY. Pekan ini misalnya, kelompok yang menamakan diri Forum Silaturahmi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lintas Generasi meminta  kepada pengadilan memerintahkan Sekretariat Negara membatalkan pemberian rumah kepada SBY. Permintaan pembatalan tersebut tertulis dalam petitum uji materi atau gugatan terhadap Peraturan Presiden RI Nomor 52 tahun 2014 tentang pengadaan dan standar rumah bagi mantan presiden dan wakil presiden ke Mahkamah Agung.

Menurut Marwan, dengan dasar hukum yang ada tidak perlu lagi mempersoalkan pemberian rumah tersebut. Jika persoalannya menyangkut kelayakan, itu pun sudah diatur dalam Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Keuangan tentang standar kelayakan dan perhitungan nilai rumah yang diberikan.

‘’Jadi, gugatannya tidak berdasar,’’ kata Marwan.

Marwan menyatakan bahwa besaran nilai tanah dan nilai bangunan juga diatur dalam Peraturan Presiden nomor 52 tahun 2014 sebagai pengganti Perpres nomor 88 tahun 2007 dan Kepres nomor 81 tahun 2004. Di dalamnya dinyatakan bahwa Mantan Presiden dan/atau Mantan Wakil Presiden yang berhenti dengan hormat dari jabatannya diberikan sebuah rumah kediaman yang layak. Sementara ketentuan  lebih lanjut mengenai Rumah kediaman yang layak, telah  diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 189 tahun 2014 pada pasal 3 tentang standar rumah kediaman.

Karena itu, gugatan yang disampaikan bahwa Perpres nomor 52 tahun 2014 bertentangan dengan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pada pasal 3 ayat (1) dan pasal 7 ayat (1) merupakan hal yang tidak relevan. Jika dicermati pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa Keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien , ekonomis, efektif, trasparan dan bertanggungjawab. Sementara pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa : Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.

‘’Jika dicermati pasal–pasal tersebut ditujukan dalam pengeloaan keuangan negara secara keseluruhan. Sementara itu Perpres Nomor 52 tahun 2014 hanya mengatur tentang pengadaan dan standar rumah bagi mantan presiden dan/atau mantan wakil presiden RI. Oleh karena itu gugatan yang diajukan tidak mempunyai dasar hukum yang tepat,’’ tukas Marwan lagi.

‘’Dan kalau pun mau, silakan gugatan ditujukan untuk semua mantan presiden dan  wakil presiden yang juga telah menerima rumah kediaman dari negara,’’ Marwan mengingatkan.

(rilis/dik)