Oleh: Silvariyadi Rahman, S.Sos, MM.*)
Menarik, ketika Dankogasma Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) disambut hangat ratusan santri Pesantren Yamisa, Soreang, Kab Bandung, Minggu (18/3/2018). Tak pelak, ini adalah sebuah pembelajaran politik dari salah seorang tokoh politik nasional, sekaligus merupakan kegiatan yang menginspirasi para santri untuk ikut berkiprah dalam percaturan politik tanah air.
Tentu saja, kegiatan berkunjung ke sejumlah pesantren pernah dilakukan banyak tokoh maupun politisi nasional. Tapi kehadiran AHY di sejumlah pesantren – dalam rangka safari politiknya ke sejumlah daerah di Jawa Barat pertengahan Maret lalu – memiliki arti tertentu. Memperlihatkan sesuatu yang berbeda. Sebab baru kali inilah para santri di Jawa Barat dikunjungi seorang politisi muda, yang pernah memiliki karir cemerlang dalam dunia militer tapi memilih terjun ke kancah politik.
Pertanyaan para santri tentang keputusan AHY mengakhiri karirnya yang cemerlang dalam kemiliteran dan kemudian menjadi politisi tentu merupakan sesuatu yang juga menarik. Sebab memiliki karir yang cemerlang itu tidak mudah dan mencari kehidupan ekonomi yang lebih baik itu bukan perkara gampang. Tapi terlepas dari itu, yang lebih menarik lagi, ketika AHY dengan lugas mengatakan, “Saya mengambil keputusan yang mengagetkan banyak pihak. Tidak ada yang memikirkan saya mengakhiri dunia militer, karena saat itu karir saya cukup cemerlang. Tapi saya memutuskan setelah salat istikharah. Semua milik Allah. Saya di tentara izin Allah, termasuk saya bergelut di dunia politik atas izin Allah. Itu keputusan tidak saya sesali.”
Sekali lagi, di era persaingan yang semakin ketat seperti sekarang, bagi kebanyakan orang tentu tidak mudah meninggalkan karir yang begitu cemerlang, untuk memasuki sebuah dunia baru yang masih abu-abu. Mengapa berani mengambil keputusan seperti itu? Apakah tidak sayang meninggalkan dunia militer yang sejatinya sudah menjanjikan masa depan yang lebih baik untuk diri pribadi dan keluarga?
Menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, AHY mengakui bahwa keputusan ini tidaklah mudah. Tapi sebagai seorang tokoh muda yang lahir dari sebuah keluarga yang relijius dia memberikan jawaban yang begitu lugas, sesuai dengan ajaran agama yang dia anut dan dia jalankan sepenuh hati.
Dalam kesempatan itu, suami Anisa Larasati Pohan itu mengajak generasi muda supaya tidak skeptis dan apatis terhadap politik, karena negara ditentukan oleh eksekutif, legislatif, yudikatif dan dibentuk oleh politik. Dikatakannya, inilah demokrasi kita. Masa depan kita, yang menentukan kita sendiri. Itulah realita demokrasi.
Pernyataan-pernyataan AHY di Soreang dan di depan para santri dan ulama di berbagai tempat yang lain di Jawa Barat itu patut diacungi jempol. Hal ini mestinya juga diserukan para pemimpin umat yang lain. Sebab ini sejalan dengan ungkapan orang-orang bijak: Jika orang-orang pintar tidak terjun ke kancah politik, maka orang-orang bodohlah yang menempatinya. Jika itu yang terjadi, maka negara akan dipimpin dan dikendalikan oleh orang-orang yang tidak memiliki integritas. Bak kata pepatah “seperti baling-baling di atas bukit, hanya mengikuti ke mana arah angin”.
Sebab itulah para santri dan orang-orang pintar mesti mengikuti ajakan AHY untuk ikut berpolitik, agar dapat membangun negara ini menjadi negara yang kuat. Agar tidak mudah dikendalikan pihak lain yang sejatinya tidak menginginkan kita maju.
Seruan AHY agar generasi muda tidak alergi terhadap politik, tapi sebaliknya justru menjadikan politik sebagai sarana untuk memajukan kehidupan bangsa sekali lagi patut diapresiasi sekaligus dijalankan generasi muda. Hal ini sejalan dengan nukilan ajaran Islam bahwa umat Islam itu harus memimpin. Jangan hanya berdiri di belakang tembok, sambil menonton negara dikendalikan orang-orang yang tidak kompeten.
Semua ini mengingatkan kita akan begitu banyak sabda Rasulullah Muhammad Saw., yang mengatakan bahwa kiamat itu tidak akan datang kecuali bila negara sudah dipimpin oleh orang-orang bodoh. Dan salah satu sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berbunyi: “Aku memohon perlindungan untukmu kepada Allah dari kepemimpinan kalangan orang-orang yang bodoh.”
Sebab itu, menyongsong tahun politik 2018-2019, mari bersama-sama kita serukan kepada seluruh anak bangsa untuk ikut berpartisipasi dalam Pilkada dan Pemilu mendatang, agar dapat menentukan masa depan kehidupan bangsa yang lebih baik. Inlah saatnya generasi muda berpolitik.
*)Pengusaha muda dari Bandung; kader Partai Demokrat