Komandan Kogasma Partai Demokrat (PD) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan pidato di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Jumat (1/3/2019). (MCPD/Omar Tara)

Pidato Politik Partai Demokrat:

Rekomendasi Partai Demokrat Kepada Presiden Indonesia Mendatang

Oleh
KOMANDAN KOGASMA

Bismillahirohmanirrahim;
Assalamualaikum Wr. Wb;
Selamat malam dan Salam sejahtera untuk kita semua;
Syalom;
Om swastiastu;
Namo budaya;
Salam kebajikan;

Saudara saudaraku sebangsa dan setanah air,

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kita masih diberi kesehatan dan kekuatan, untuk terus bekerja, memberikan sumbangsih terbaik, kepada bangsa dan negara.

Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh kader Demokrat, dan rekan-rekan media yang telah hadir di ruangan ini; juga kepada seluruh rakyat Indonesia, yang berkenan meluangkan waktu untuk mendengarkan pidato politik Partai Demokrat, melalui siaran langsung media televisi.

I would also like to extend a very warm welcome to His Excellencies, Ambassadors of Friendly Countries to the Republic of Indonesia; members of the Diplomatic Corps; members of the foreign press; distinguished guests, ladies and gentlemen.

Hadir pula bersama kita, perwakilan dari Taruna Akademi Demokrat, yang baru dibentuk tahun lalu. Akademi Demokrat didesain untuk membangun karakter sebagai patriot, pejuang dan pemimpin; agar mereka memiliki loyalitas dan pengabdian kepada negara, diatas kepentingan pribadi dan golongan.

Pendidikan Akademi Demokrat dilakukan melalui metode tri pola dasar, Tri Sakti Wiratama, yakni gabungan kekuatan mental, fisik, dan intelektual. Ini adalah sumbangsih Partai Demokrat dalam menyiapkan para calon pemimpin bangsa di masa depan.

Hadirin sekalian,

Pada malam yang membahagiakan ini, izinkan saya berbicara kepada seluruh rakyat Indonesia, mewakili kader dan keluarga besar Demokrat di seluruh tanah air, untuk menyampaikan pidato politik Partai Demokrat.

Judul pidato ini adalah “Rekomendasi Partai Demokrat untuk Presiden Indonesia Mendatang.” Presiden hasil Pemilu tahun 2019, Presiden yang diharapkan bisa terus melakukan perubahan dan kemajuan yang nyata bagi kehidupan rakyat. Partai Demokrat berpendapat bahwa hakikat pembangunan adalah kesinambungan dan perubahan. Continuity and change. Yang sudah baik lanjutkan, yang belum baik perbaiki.

Ada tiga hal pokok yang ingin saya sampaikan:
Pertama, tantangan Indonesia 2019-2024, dalam perspektif dunia internasional dan nasional.
Kedua, persoalan dan aspirasi rakyat, serta solusi dan kebijakan yang ditawarkan Demokrat.
Ketiga, ajakan Demokrat menyikapi perkembangan situasi sosial politik dewasa ini.

Kami menyadari, Demokrat tidak memiliki kader utama yang menjadi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden 2019-2024. Karenanya, tidaklah berlebihan jika melalui forum ini, kami menyampaikan rekomendasi kepada Presiden mendatang, sebagai wujud kontribusi Partai Demokrat dalam memperjuangkan harapan rakyat Indonesia.

Seyogianya, pidato politik ini akan disampaikan langsung oleh Ketua Umum Partai Demokrat, Bapak Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Namun, beliau tidak dapat hadir di tempat ini, karena sedang mendampingi Ibu Ani Yudhoyono dalam menjalani pengobatan dan perawatan secara intensif di Singapura. Insya Allah, hati dan pikiran beliau berdua tetap bersama kita, dalam perjuangan yang penting ini.

Atas nama keluarga besar Pak SBY, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia, yang telah memberikan perhatian dan doa yang tulus bagi kesembuhan Ibu Ani. Semoga Allah SWT membalas budi baik Bapak Ibu sekalian.

Tentu, sebagai anak, saya ingin mendampingi dan menguatkan hati Ibu Ani. Namun, beliaulah yang justru mendorong saya, untuk tetap turun ke tengah-tengah masyarakat. Semangat dari Ibu Ani ini, insya Allah, menjadi inspirasi bagi kita semua, untuk terus berjuang, bersama rakyat Indonesia.

Kepada seluruh kader Demokrat saya mengingatkan; Ibu Ani yang sedang terbaring sakit saja, masih memikirkan nasib rakyat; maka kita yang dikaruniai kesehatan ini, harusnya jauh lebih bersemangat lagi, untuk memperjuangkan harapan dan masa depan rakyat yang kita cintai.

Saudara – saudaraku sebangsa dan setanah air,

Pada bagian pertama dari pidato ini, secara singkat saya ingin memotret tantangan yang dihadapi Indonesia lima tahun ke depan, baik dalam perspektif dunia internasional maupun nasional.

Negara kita adalah negara yang besar; terbesar di ASEAN; anggota G- 20; negara dengan jumlah populasi muslim terbesar. Kini, Indonesia kerap disebut sebagai “global player, regional power”.

Kedepan, kita optimis, insya Allah, Indonesia akan semakin dihormati dan disegani dunia internasional. Tetapi, optimisme saja tidak cukup. Untuk itu, kita perlu memahami berbagai tantangan yang akan kita hadapi.

Beberapa tantangan global itu antara lain; dinamika hubungan antar negara yang diwarnai kerjasama, kompetisi, dan konfrontasi; masalah sumber daya alam yang makin menipis; perubahan iklim; jumlah penduduk dunia yang makin besar; serta perkembangan teknologi yang sangat cepat.
Di tingkat nasional, Demokrat juga memotret sejumlah tantangan, antara lain; bagaimana kita dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi di atas 6%. Tentu, pertumbuhan ekonomi yang inklusif, merata dan berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang juga bisa menciptakan lebih banyak lapangan kerja dan sekaligus mengurangi kemiskinan. Artinya, kue pembangunan ekonomi yang dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat, termasuk the bottom 40, atau sekitar 100 juta saudara-saudara kita, yang terkategori miskin dan kurang mampu.

Tantangan utama lainnya adalah memaksimalkan bonus demografi, penduduk berusia produktif. Kita tidak ingin angkatan kerja muda, justru menjadi bencana, karena tidak memiliki kapasitas, produktivitas dan daya saing yang tinggi. Pendidikan menjadi kuncinya. Baik pendidikan formal, informal maupun yang bersifat vokasional atau pelatihan keterampilan kerja.

Selanjutnya, kita perlu mencermati kebutuhan energi dan pangan yang semakin meningkat. Di bidang energi, kita harus mampu menyusun strategi untuk mencapai target Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025, sebagai bagian dari komitmen Indonesia dalam memenuhi Paris Agreement.

Sementara di bidang pangan, kita harus mengurangi ketergantungan impor pangan. Kita juga harus mencari solusi atas tren penurunan lahan pertanian dan berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian. Diperlukan pula, pengembangan teknologi dan tata kelola pertanian agar produksi dan produktivitas makin meningkat, tanpa merusak lingkungan.

Itulah sejumlah tantangan kita, lima tahun ke depan. Di balik tantangan, tentunya ada peluang. Dan ini bergantung sebagian besar, pada pilihan kebijakan pemimpin dan pemerintah mendatang.

Kita mengetahui, menghadapi kompleksitas tantangan global dan nasional itu, diperlukan kepemimpinan nasional yang kuat, visioner dan adaptif. Juga pemerintahan yang responsif, efektif dan rela bekerja keras.

Pemimpin yang kuat; mampu mengatasi segala permasalahan bangsa, mampu membuat Indonesia semakin kuat dan maju, serta mampu memperjuangkan kepentingan nasional dalam hubungan internasional. Pemimpin yang visioner; mampu melihat peluang dan mengatasi tantangan bangsa di awal abad 21. Dan Pemimpin yang adaptif; mampu menyesuaikan diri dengan zaman, tanpa kehilangan kepribadian dan jati diri bangsa.
Saudara-saudara sebangsa dan setanah air,

Pada bagian kedua, saya akan menyampaikan tentang persoalan dan aspirasi rakyat, serta solusi dan kebijakan yang Partai Demokrat rekomendasikan.

Selama dua tahun terakhir ini, Ketua Umum Partai Demokrat dan jajarannya, termasuk saya selaku Komandan Kogasma, aktif berkeliling nusantara, untuk menyerap aspirasi masyarakat. Beberapa persoalan utama, yang sering disampaikan kepada kami antara lain;

Pertama, soal melemahnya daya beli masyarakat, baik di pulau Jawa maupun di luar Jawa; perkotaan maupun di pedesaan. Hal ini terjadi, karena menurunnya penghasilan dan sulitnya mendapatkan pekerjaan.

Kedua, lapangan pekerjaan. Masyarakat, khususnya anak-anak muda cemas, tidak bisa memperoleh pekerjaan yang layak, sesuai dengan kompetensi mereka. Sedangkan mereka yang sudah bekerja, khawatir akan kehilangan pekerjaannya, akibat melemahnya ekonomi nasional.
Merespons persoalan tadi, Demokrat merekomendasikan kepada Presiden mendatang, untuk memacu laju pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai angka 6% atau lebih, serta menciptakan iklim dunia usaha yang kondusif; diantaranya dengan cara melonggarkan pajak.

Dunia usaha yang maju akan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak lagi, serta mampu meningkatkan upah dan kesejahteraan buruh kita. Selain itu, daya beli masyarakat juga harus kita perkuat melalui peningkatan gaji pegawai, termasuk guru, TNI & Polri serta pensiunan.

Khusus untuk membantu masyarakat miskin dan kurang mampu, Presiden mendatang disarankan untuk menjalankan kebijakan dan program khusus untuk melindungi dan meningkatkan kelayakan hidup kaum miskin. Dengan segala kerendahan hati, Partai Demokrat menyarankan Program-Program Pro-Rakyat era SBY dapat dilanjutkan dan ditingkatkan, apapun namanya.

Program-Program Pro Rakyat SBY tersebut antara lain; PKH, Raskin, BLSM, BPJS, BOS, Bidik Misi, LPDP, Beasiswa Santri, KUR dan PNPM, serta penyaluran subsidi secara tepat sasaran; seperti subsidi BBM, listrik dan pupuk.

Selanjutnya, persoalan ketiga yang perlu kita cermati saat ini adalah tentang keadilan hukum. Kita menangkap kegelisahan masyarakat terkait penegakan hukum yang di sana sini terkesan tebang pilih; tajam ke bawah tumpul ke atas; yang kuat menang, yang lemah kalah.

Partai Demokrat merekomendasikan kepada Presiden mendatang, untuk menjamin tegaknya nilai-nilai keadilan bagi seluruh warga negara. Penegakan hukum tidak boleh menjadi instrumen politik terhadap mereka yang beroposisi. Kita sering mendengar jargon, lawan berdebat adalah kawan dalam berpikir. Oposisi dalam berpolitik adalah koalisi dalam membangun bangsa. Oleh karena itu, tidak boleh ada yang merasa takut untuk berbicara, termasuk dalam menyampaikan kritik dan gagasannya.

Yang terpenting, kebebasan berekspresi harus tetap berada di dalam koridor hukum, serta etika dan norma berdemokrasi. Bukan fitnah, hoax, ujaran kebencian, atau pembunuhan karakter.

Hadirin sekalian,

Demokrat juga mencermati beberapa isu penting yang berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Isu pertama, dalam konteks kehidupan berdemokrasi, kita perlu menyoroti Pemilihan Presiden yang dilakukan secara serentak dengan Pemilihan Legislatif. Dampaknya, hanya partai pengusung utama Capres-lah, yang paling berpotensi mendapatkan efek elektoral terbesar.

Jika kondisi ini berlanjut di masa depan, bukan tidak mungkin era multipartai akan berakhir, dan menyisakan hanya dua partai besar, seperti di Amerika Serikat. Kami berpendapat, Indonesia belum siap dan juga belum tentu cocok mengadopsi sistem kepartaian model Amerika Serikat tersebut. Partai Demokrat berpandangan, bahwa sistem multipartai merupakan pilihan yang paling rasional, dihadapkan pada kemajemukan dan latar belakang historis bangsa ini.

Karena itu, pasca Pemilu 2019 nanti, kita semua harus duduk bersama, melakukan dialog untuk membangun konsensus nasional tentang sistem politik apa yang paling cocok bagi bangsa kita di masa mendatang. Kepada Presiden mendatang, Partai Demokrat merekomendasikan untuk mengkaji kembali sistem kepartaian dalam kehidupan berdemokrasi kita.

Isu kedua yang juga menjadi perhatian kita bersama adalah gelombang ekonomi baru, yakni Ekonomi Digital. Cloud technology, Internet of things, dan artificial intelligence, telah, dan akan terus mengubah bagaimana kita berinteraksi dan bertransaksi. Batas-batas antar negara menjadi kabur. Istilah-istilah ini mungkin bagi sebagian besar masyarakat terdengar asing. Tapi kita dipaksa untuk memahami semua ini karena arus zaman dan adanya peluang dan manfaat dari kemajuan teknologi dewasa ini.
Namun, tantangan dan permasalahannya juga tidak sedikit. Jika tidak dikelola dengan baik, kedaulatan ekonomi nasional kita bisa terancam. Revolusi teknologi, sekali lagi, memaksa kita beradaptasi untuk menemukan langkah-langkah yang tepat guna memberdayakan dan melindungi para pebisnis, konsumen maupun perekonomian nasional.

Ke depan, kita harus memiliki strategi ekonomi digital secara nasional. Kita mengapresiasi pemerintah, yang sudah berusaha menyusun strategi dan langkah perdagangan elektronik, e-commerce Indonesia. Kendati demikian, kita tidak boleh hanya menjadi medan pertarungan para pelaku pasar global.

Kita harus menjadi pelaku utama yang mampu mengoptimalkan potensi pasar nasional kita. Negara harus hadir untuk mendorong masyarakat, khususnya anak-anak muda, untuk mampu bersaing, baik sebagai penyedia dan pengelola platform e-commerce, maupun secara kreatif menciptakan produk-produk unggulannya.

Terkait hal ini, Partai Demokrat mendorong kepada Presiden mendatang, untuk memperbanyak pusat-pusat inkubasi guna membantu menyiapkan usaha-usaha rintisan (start up) yang unggul dan berdaya saing tinggi di pasar global. Semakin berkembangnya usaha-usaha rintisan ini, akan membuka lapangan pekerjaan yang semakin luas.

Tetapi, harus diingat, ekonomi digital bukan hanya masalah e-commerce dan start up. Ekonomi digital juga menyentuh banyak hal lainnya, seperti; produktivitas, ketenagakerjaan, pajak, pendidikan, persaingan usaha, digital currency, cyber security, perlindungan konsumen, serta hak cipta.

Karena itu, Partai Demokrat merekomendasikan kepada Presiden mendatang untuk memperkuat kebijakan dan regulasi, yang mendorong sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat, sebagai pelaku pasar sekaligus konsumen.

Hadirin sekalian,
Segala aspirasi rakyat dan rekomendasi kebijakan yang kami sampaikan, telah dituangkan dalam 14 Prioritas Partai Demokrat Untuk Rakyat, yang sudah disosialisasikan dan digemakan di seluruh tanah air.

Kami memastikan, rekomendasi berupa solusi dan kebijakan yang kami tawarkan ini, termasuk 14 Prioritas Demokrat untuk Rakyat, akan diperjuangkan oleh kader Partai Demokrat di Parlemen, baik di DPR-RI maupun DPRD, serta akan dijalankan oleh para gubernur, bupati dan walikota, yang berasal dari Partai Demokrat.

Saudara-saudaraku sebangsa dan setanah air,

Pada bagian ketiga pidato ini, saya mengajak untuk mencermati perkembangan sosial politik yang sedang terjadi dewasa ini. Pemilu 2019 adalah sarana untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat. Tujuan dari perhelatan demokrasi ini adalah untuk memajukan bangsa dan negara, menuju masa depan Indonesia yang lebih baik.

Namun, perhelatan demokrasi kali ini, oleh kalangan-kalangan tertentu, nampaknya dijadikan ajang memaksakan keyakinan dan pilihan politiknya. Dampaknya, muncul fanatisme yang berlebihan; yang pada akhirnya, justru kontra-produktif dengan tujuan memajukan bangsa dan negara itu sendiri.

Coba kita lihat lingkungan kita saat ini.
Saya yakin saudara-saudara memiliki grup Whatsapp, atau layanan pesan yang lain; baik grup keluarga, teman sekolah, arisan, pengajian, dan rekan kerja di kantor – baik grup yang ada boss-nya maupun yang tidak ada boss-nya. Tujuannya tentu baik, untuk berkomunikasi dan menyambung silaturahmi.

Sayangnya, karena perbedaan pandangan dan pilihan politik, tak ayal, seringkali kita berdebat kusir, membela pilihannya masing-masing secara subyektif dan membabi-buta. Kita tidak lagi mau mendengar dan melihat secara jernih dan jujur tentang apa yang sebenarnya terjadi.

Dengan sukarela dan secepat mungkin, kita sering tidak sadar telah menyebar hoax, yang sebenarnya tidak pernah kita baca secara obyektif. Bahkan kita pun tidak sadar, menyebar hoax akan berakibat hukum pada diri kita sendiri. Dengan kata lain, tanpa sadar, kita telah mencelakakan diri sendiri, hanya karena fanatisme terhadap pilihan politik tertentu.

Lebih parah lagi, karena perbedaan pandangan politik ini pula, kita sering keluar dari akal sehat. Kita menyaksikan, kawan-kawan kita atau justru kita sendiri left group karena jengkel, seolah-olah kawan-kawan kita tidak lagi sejalan. Ada juga anggota grup yang di-remove oleh admin karena dianggap provokator, makar, atau mengganggu ‘stabilitas politik’ dalam grup.

Penggunaan warna dan simbol jaripun bisa jadi masalah. Tidak hanya emoticon jari dalam percakapan di media sosial, tapi juga simbol jari ketika berfoto. Kalangan perwira di jajaran TNI turut menjadi korban hoax. Simbol jari pada saat foto bersama, yang menandakan angkatan kelulusan di Akademi Militer, dianggap sebagai dukungan pada paslon tertentu.

Di Jakarta, seorang penumpang taksi online, diturunkan di tengah jalan, hanya gara-gara menggunakan kaos yang berbeda dengan pilihan politik pengemudinya. Di tempat lain, makam terpaksa dibongkar dan jenazah dipindahkan, karena pemilik tanah pemakaman dan keluarga almarhum berbeda pilihan politik.

Menyimak kondisi ini, Partai Demokrat menyayangkan, karena kehidupan politik dan demokrasi, yang susah payah kita bangun sejak krisis 1998, dan hasilnya kian nyata; kini, terasa mundur kembali. Set back. Pada saat Partai Demokrat berada di pemerintahan, atau ketika menjadi “the ruling party”, sesungguhnya kami bersyukur karena demokrasi, termasuk pemilu kita, makin matang dan makin berkualitas.

Kita ingat, waktu itu stabilitas politik terjaga baik. Kalau ada riak dan dinamika, hal itu memang menjadi bagian dari demokrasi dan kebebasan itu sendiri.
Dalam pemilu, tidak muncul ketegangan yang berlebihan antar kelompok pendukung, golongan, apalagi antar identitas (SARA). Perbedaan pandangan dan pilihan politik tidak dibawa ke level pribadi atau personal. Kalaupun ada, jumlahnya relatif kecil dan tidak menjadi keprihatinan nasional.

Kita yakin, rakyat saat ini sudah lelah dengan friksi-friksi atau gesekan-gesekan politik yang terjadi. Munculnya satir ‘capres alternatif’ Nurhadi-Aldo di media sosial, dan cukup besarnya potensi golput adalah indikasi kejenuhan masyarakat terhadap kehidupan politik dan demokrasi saat ini.

Pesta demokrasi seharusnya disambut dengan riang gembira, bukan dengan kebencian dan hati yang susah, karena putusnya silaturahmi akibat perbedaan pandangan dan pilihan politik.

Kondisi terbelahnya bangsa, tentu bukan tanpa sebab. Karenanya, kami juga menyoroti pertarungan dua Capres yang sama pada tahun 2014 dan 2019. Peraturan presidential threshold, yaitu ambang batas 20% dukungan parlemen atau 25% suara nasional untuk mengusung Capres, membatasi pilihan masyarakat atas calon pemimpin nasionalnya.

Itulah mengapa Partai Demokrat tampil ke depan, untuk mengoreksi batasan Presidential Threshold yang berpotensi membelah bangsa karena terbatasnya pilihan calon pemimpin kita. Demokrat juga bertekad untuk serius mencegah terbelahnya persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai Partai Tengah, dengan landasan ideologi Nasionalis Religius, Demokrat SIAP, menjadi benteng, tegaknya NKRI, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Para kader Demokrat dan saudara-saudaraku rakyat Indonesia yang saya cintai,

Berkaitan dengan perkembangan situasi sosial dan politik mendekati Pemungutan Suara 17 April 2019 mendatang, izinkan saya menyampaikan pesan Ketua Umum Partai Demokrat sebagai berikut, “saya kutip” :

“… Saya mengamati bahwa kontestasi dalam Pemilu 2019 ini, utamanya Pemilihan Presiden, lebih keras dibandingkan dengan pilpres-pilpres di era reformasi sebelumnya. Polarisasi nampak lebih tajam, disertai hubungan antar identitas yang makin berjarak. Jika situasi ini berkembang makin jauh dan melampaui batas kepatutannya, saya khawatir kerukunan dan keutuhan kita sebagai bangsa akan retak. Inilah yang harus kita cegah untuk tidak terjadi di negeri tercinta ini.

Oleh karena itu, saya berpesan kepada jajaran Partai Demokrat untuk ikut berperan secara aktif agar keseluruhan rangkaian Pemilu 2019 ini berlangsung secara aman dan damai. Ikutlah pula memastikan agar pemilu ini juga berlangsung secara demokratis, jujur dan adil.

Pemilu memang keras, tapi tak sepatutnya menimbulkan perpecahan dan disintegrasi. Diperlukan tanggung jawab dan jiwa besar kita semua, utamanya para elit dan pemimpin bangsa. Dalam pilpres-pilpres sebelumnya, saudara-saudara kita rakyat Indonesia, pemegang kedaulatan yang sejati, menunjukan kearifan dan kematangannya dalam pelaksanaan pemilu sehingga semuanya berlangsung secara damai, tertib dan lancar. Tidak terjadi pula benturan fisik di lapangan yang sangat tidak kita hendaki. Semoga praktek berdemokrasi yang baik seperti itu dapat dijaga dan dilaksanakan kembali dalam pemilu tahun 2019 ini.”

Saudara-saudara,
Akhirnya, izinkan saya mengakhiri pidato ini dengan satu pesan:

“Nasib dan masa depan sebuah negara, ditentukan oleh bangsa itu sendiri. Makin kokoh persatuan kita, makin cepat kita mencapai kejayaan bangsa. Makin pudar persatuan kita, Indonesia hanya akan menjadi sekedar cerita masa lalu dalam ensiklopedia. Jangan lelah mencintai Indonesia. Jangan lelah merawat kerukunan dan kebhinnekaan kita. Inilah, hakikat tugas kesejarahan kita, sebagai anak bangsa.”

Terima kasih,
Tuhan Bersama Kita

Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalamualaikum warohmatullahi wabarakatuhu

Jakarta, 1 Maret 2019

Agus Harimurti Yudhoyono
Komandan Kogasma